Kisah Mistis: WARISAN HASIL PESUGIHAN
Ketipak suara kaki kuda itu kembali terdengar. Berderap-derap, memecah kesunyian malam. Kedengarannya hanya berputar-putar saja di rumah. Sesekali terdengar pula lecutan suara cemeti, yang seperti halilintar membelah angkasa.
“Bangun, Ma…! Bangun…” segera kubangunkan istriku, yang sebelumnya memang telah berpesan kepadaku agar dibangunkan jika muncul suara itu. Sebenarnya, tak tega aku mengusik istriku yang baru saja tertidur lelap itu. Aku tahu, ia sangat kecapekan setelah hampir sepanjang siang tadi membantuku mengaduk madumongso untuk memenuhi pesanan yang semakin hari semakin meningkat itu.
Istriku terjaga setelah tubuhnya aku guncang-guncang. Matanya dipaksanya terjaga oleh rasa kantuk yang menyerangnya. “Ada apa, Pa?” tanyanya.
“Benar, kamu tidak mendengarnya, Ma?!” tanyaku sambil menatap tajam-tajam istriku.
Sementara ketipak suara kaki kuda semakin terdengar jelas menerobos dinding telingaku. Berderap-derap, bergemuruh, berputar-putar mengelilingi rumah. Hatiku sungguh tercekam, hingga hampir sekujur tubuhku tiba-tiba bersimbah keringat dingin.
“Aku tidak mendengarnya, Pa! Aku sama sekali tidak mendengarnya…” jawaban istriku sungguh mengejutkanku, karena suara sangat jelas di telingaku.
“Benarkah kamu tidak mendengarnya?” tanyaku heran sendiri, tidak percaya dengan jawaban istriku karena suara-suara itu terdengar sangat jelas di telingaku.
“Ya, benar…! Aku sama sekali tidak mendengarnya,” tegas sekali jawab istriku, seolah hendak meyakinkan aku kalau memang ia tidak mendengarnya.
Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba aku mendengar langkah suara kaki yang melintas di depan kamarku. Bukan hanya aku saja yang mendengar langkah suara kaki itu, tetapi juga istrinya.
“Rin…!” seru istriku tiba-tiba dari dalam kamar.
“Ada apa, Ma?!” jawab Marina.
“Ya, sudah…, kirain siapa…” ujar istriku sepertinya hanya ingin memastikan dugaannya saja, bahwa itu adalah suara langkah kaki Marina.
“Mau ke toilet, Ma,” kata Marina sambil terus melangkah ke belakang.
”Apakah Marina juga tidak mendengar suara itu?
“Prok… prok…prok…” sementara suara langkah kaki kuda masih terus berderapderap, seolah mengelilingi rumahku dengan sangat gaduh dan bergemuruh. Tetapi anehnya, hanya aku saja yang mendengarnya. istri dan anakku sama sekali tidak bisa mendengarnya.
Istriku sudah kembali tidur dengan lelapnya. Begitu juga dengan Marina, sudah kembali lagi ke kamarnya. Sebelum akhirnya aku benar-benar ke luar rumah, terlebih dulu melihat Marina di kamarnya, dan ternyata sudah kembali tidur lelap. Aku benar-benar merasa sendiri, saat keduanya sudah di alan mimpi.
Setelah beberapa saat melihat keadaan Marina di kamarnya, kuayunkan juga akhirnya langkahku menuju ruang tamu dengan hati yang sangat tercekam, dan perasaan berdebar-debar. Langkahku terhenji di mulut pintu ruang tamu, dan sejenak diam terpaku di balik daun pintu dengan penuh keraguan. Aku penasaran sekali, dan ingin segera Ke luar rumah, tetapi ketakutan seolah memasungku.
“Hai engkau yang berdiri di balik pintu, keluarlah…!” tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki menerobos dinding pendengaranku. Suaranya besar dan berwibawa, hingga membuatku semakin menggigil ketakutan.
“Atau aku harus menyeretmu ke luar,” suara itu kembali menerobos dinding pendengaranku, nadanya penuh ancaman dan teror.
Jantungku mendadak berdegub kencang. Apa yang harus aku lakukan? Sejenak aku bingung, hingga tidak juga beranjak dari tempatku berdiri. Dari balik jendela kaca ruang tamu kusibak gordennya, aku memberanikan diri untuk mengintipnya keluar. Di halaman rumahku, terlihat sebuah kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda berwarna putih berhenti beberapa meter di depan pintu.
Meski hanya sekilas mengintipnya, tetapi terlihat juga olehku beberapa lelaki berpakaian ala prajarit keraton dengan senjata tombak di genggaman tangan kanannya dan perisai sebesar payung di tangan kirinya. Para prajurit itu berkerumun di sebelah kiri, kanan dan belakang kereta kencana tersebut.
“Cepatlah keluar, sebelum kami semua hilang kesabaran…!” ancam suara itu makin membuatku merasa terteror. Dan entah bagaimana awalnya, dalam keadaan tertekan tiba-tiba saja aku seperti seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Begitu saja keluar dari rumah, meskipun dengan mengigil ketakutan.
Mataku terbelalak tak percaya. Pemandangan yang nyalang di depan matik sungguh sebuah fenomenal yang seumur hidupku baru sekali ini menyaksikannya. Tiba-tiba aku merasa sebagai orang asing di tengah sejumlah lelaki yang semuanya berpakaian ala prajurit kerajaan itu. Seorang lelaki tinggi besar segera mendekatiku, dengan ekspresi wajah yang sangat dingin. Tangan kanan lelaki itu menggengam sebuah tombak dengan ujung yang runcing terhunus. Aku makin menggigil ketakutan.
Kakiku gemetaran. Kedua-duanya seperti hendak terlepas persendiannya. Tiba-tiba saja, entah dari mana asalnya, pergelangan tanganku sudah dalam keadaan tercengkeram oleh tangan lelaki tinggi besar yang mendekatiku itu, aku sama sekali tidak berkutik.
Belum punah rasa takutku, mendadak menyusul dua orang lelaki lainnya. Keduanya mengambil alih diriku dari tangan lelaki yang pertama kali meringkusku. Aku makin tidak berkutik dalam pengamanan keduanya. Aku diam saja, tak berani berbuat apapun, kecuali menunggu apa yang akan terjadi berikutnya terhadap diriku dengan perasaan penuh harap-harap cemas.
“Ibumu telah mencatatkan namamu sebagai pemilik berikutnya,” kata lelaki pertama yang meringkusku sambil menyentakkan daguku ke atas, hingga secara terpaksa terlihat olehku wajah sangar lelaki tersebut. “Tetapi kamu menolaknya! Mengapa?!” ucap lelaki itu seperti hendak menginterogasiku, hingga aku merasakan diriku bak seorang tersangka saja.
Aku baru sadar atas apa yang telah terjadi. Kemarin dulu ibuku memang pernah mengatakan, kalau aku adalah penerus persekutuannya dengan Kanjeng Nyai Sekar Gadung Melati. Tetapi aku langsung menolaknya, karena memang aku tidak ingin lekas kaya dengan cara seperti bersekutu dengan Ratu Blorong. Aku ingin yang wajarwajar saja.
“Tidak bisa begitu,” sergah ibuku tak bisa menerima penolakanku. “Kamu harus menerima warisan pesugihan itu, karena aku terlanjur mencatatkanmu sebagai penerus perseketuan itu, sebagaimana kedua adikmu…!”
Aku tetap bersikukuh dengan pendirianku. Menolak warisan pesugihan yang diperoleh dengan jalan menjalin persekutuan dengan sosok gaib perempuan cantik berbadan ular itu. Tidak seperti kedua adikku yang menerimanya.
“Aneh, kamu ini! Aku menjadi tidak pahan dengan cara berpikirmu. Dikasih warisan kekayaan yang berlimpah kok menolak!” kata kepadaku.
Teringat semua itu, bulu kudukkupun mendadak meremang. Tiba-tiba pula terbayang olehku sosok perempuan cantik, dengan kepala bermahkota, badannya ular dengan sisik-sisik emasnya yang berkilauan.
“Inilah buktinya, kalau ibumu memang sudah mencatatkanmu sebagai pelanjut persekutuan dengan ratu kami,” kata lelaki pertama yang meringkus seraya memaksaku untuk menerima selembar daun Sirih merah yang terdapat tulisan namaku dengan sangat jelasnya.
Dengan gemetaran, akupun mencoba menjelaskan, “Saya tidak pernah diberitahu sebelum pencatatan itu. Saya tidak pernah dimintai persetujuan sebelumnya…!”
“Diam kamu!” aku dibentak dengan suaranya yang menggelar. Nyaliku seketika lenyap, sekujur tubuhku pun mendadak bersimbah keringat. Tetapi aku sudah terlanjur bersumpah dalam hati kecilku, apapun resikonya akan aku hadapi daripadz harus hidup bersekutu dengan setan.
Rupanya, yang berada di dalam kereta kencana itu mengetahui isi hatiku. Tiba-tiba saja sesosok perempuan cantik dengan kepala bermahkota itu menyembul dari balik gorden jendela kereta kencana itu. Perempuan tersenyum kepadaku, sambil berkata dengan lembutnya, “Jika memang kamu menolak sebagai pelanjut dari persekutuan ini, berarti kamu harus siap menanggung resiko atas keterlanjuran namamu yang sudah tercatat sebagai pewaris pesugihan Nyi Blorong…”
Ucapan itu terasa mengancamku. Mungkin juga jiwa istri dan anakku. Keteguhanku mendadak terusik, tetapi bersamaan dengan itu tiba-tiba aku mendengar Nyi Biorong memberikan perintah kepada sais kereta kencana untuk segera pergi dari hadapanku tanpa mempedulikan aku sama sekali.
Ya, sebelum aku berkata apapun, dalam keadaan berdiri termangu di salah satu sisi kereta kencana itu, pemandangan fenomenal yang nyalang di depan mataku itupun mendadak lenyap tanpa bekas apapun. Hanya suara ringkik kuda, derap-derap suara kakinya yang bergerak semakin menjauh, sebelum akhirnya lenyap sama sekali dari pendengaranku.
Sejak peristiwa itu, hidupku serasa dalam bayang-bayang ketakutan yang tak pernah ada henti-hentinya. Aku merasa, jiwaku terancam bahaya. Gejala itu sudah mulai terlihat sejak aku mengalami sebuah kecelakaan, saat aku mengendarai sepeda motor seorang diri, tiba-tiba saja terlempar jatuh dari sepeda motorku hingga mengalami cidera patah tulang kaki.
Menurutku ada keanehan dalam peristiwa kecelakaan tunggal itu. Saat aku melaju dalam kecepatan tinggi, tiba-tiba seorang kakek renta dengan kepala bertutupkan caping sebesar payung, dengan sangat tenangnya memotong jalan dan melintas tepat di depanku. Anehnya, setelah aku jatuh terkapar, kakek itu tidak terlihat sama sekali, padahal seingatku tubuhnya yang ringkih terlindas roda sepeda motorku.
Banyak yang melihat kejad an ini, karena peristiwanya terjadi tepat di depan sebuah pos siskamling dan banyak pemuda yang kongkow-kongkow di pos itu.
“Mana kakek itu? Mana?” aku bertanya kepada mereka yang memberikan pertolongan padaku.
Mereka semua heran sendiri dengan pertanyaanku. Satu sama lain saling pandang, dan semuanya mengaku tidak melihat ada kakek renta yang melintas di depan pos siskamling tempat mereka berada.
“Tidak ada yang menyebrang jalan, Pak…” kata mereka kepadaku.
Bukan hanya itu saja, seminggu berselang tiba-tiba istriku mengalami kecelakaan kerja. Saat mengaduk madumongso untuk memenuhi pesanan seorang pelanggan, tiba-tiba saja tubuhnya terpelanting masuk ke dalam wajan besar yang berisi madumongso yang diaduknya. Akibat kejadian tersebut, hampir separoh tubuh istriku mengalami luka bakar yang sangat serius.
Bagaimana kejadian tersebut bisa terjadi, juga sangat aneh dan nyaris tidak terjamah akal. Saat sedang asyik mengaduk, tiba-tiba saja seekor burung gagak yang tidak tahu asal-usulnya terbang menabrak istriku dari belakang. Karena kaget, istriku kehilangan keseimbangan hingga terhuyung masuk ke dalam wajan penggorengan.
“Saya tidak pernah habis pikir, bagaimana burung gagak itu bisa masuk ke dalam rumah, dan kemudian menabrak punggung saya dengan sangat kuatnya,” saat menceritakan ihwal kejadian yang dialaminya.
Yang dikatakan istriku benar, karena memang tidak ada celah sama sekali untuk burung itu masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah kami kala itu dalam keadaan tertutup sama sekali.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah mimpi yang dialami oleh anak semata wayangku. Dalam mimpinya yang diceritakan kepadaku, ia mengaku didatangi sosok seorang wanita yang sangat cantik sekali. Wanita tersebut memakai mahkota di kepalanya, dan tubuhnya berwujud ular dengan sisiksisik emas yang berkilauan. “Setelah kedua orangtuamu, giliranmu akan segera tiba,” kata wanita itu dalam mimpi yang dialami anakku.
“AKU takut, Pa…! Aku takut ancaman itu benar-benar terjadi padaku,” kata anakku terlihat sangat ketakutan setelah menceritakan mimpinya itu.
Karena persoalan yang aku hadapi adalah persoalan spiritual, maka akupun hanya bisa berusaha melalui jalan-jalan spiritual. Selain berdoa, juga minta bantuan jasa para waskita seperti paranormal, spiritualis, ustadz dan kyai untuk membentengi keluargaku dari berbagai kemungkinan buruk yang setiap saat terjadi.
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!