Kisah Mistis: SEJARAH GAIB TOMBAK BARU KLINTING
Rupa tombak yang dikenal dengan nama Kyai Baru Klinthing tergolong pusaka andalan. Bagaimana asal-usul pusaka ini…?
Pelacakan sejarah gaib tombak pusaka Kyai Baru Klinthing ini berawal dari adanya informasi bahwa di dusun Taruban ada sulur pohon yang bila malam hari berubah menjadi ular. Tak jauh dari lokasi tersebut, dikatakan ada tempat di potongnya lidah ular naga bernama Baru Klinthing.
Di zaman dahulu apabila terjadi pageblug yang ditandai dengan tersebarnya satu jenis penyakit secara cepat dan mematikan (epidemi), biasanya dari pihak keraton lalu mengkirabkan pusaka Kyai Baru Klinthing. Maksudnya agar pageblug cepat berlalu.
Dikisahkan, Wonoboyo ke I bermukim di Kaliurang. Dia merupakan seorang empu pembuat senjata pusaka dengan ciri khas pamornya yang diolesi racun ular berbisa. Karena itu semula dia bernama Empu Windusarpa.
Karena Empu tersebut suatu kali pernah menyerahkan sebuah pusaka bertuah pesanan seorang bangsawan keraton ke Majapahit, dengan sebutan Pedang Kangkam Pamor Selaka hasil buatannya, maka dia lalu diberi hadiah puteri raja yang telah ditinggal mati suaminya. Sang putri bernama Rara Kasmala.
Selanjutnya sang Empu pun diberi tanah perdikan di bumi Kalhuruan. Tempat ini akhirnya berubah nama menjadi Kaliurang.
Sementara itu, salah seorang putera Raja Brawijaya, yakni Panembahan Brawijaya yang bermukim di Gunung Kidul, punya anak dua orang, yaitu Raden Joko Guntur dan Joko Umbul.
Dari putera yang kedua inilah (Joko Umbul) sewaktu dewasa dipungut menantu oleh Kiageng Wonobyo I. Adalah Joko Umbul yang melanjutkannya sebagai Wonoboyo II. Diperkirakan keluarganya menetap di daerah Klaten, sebab ada tempat yang bernama Wonoboyo. Di sini pernah ditemukan benda-benda peninggalan dari emas. Tidak jauh dari lokasi penemuan tersebut hingga sekarang dikenal sebagai dusun bernama Kadipaten. Dengan demikian diperkirakan Wonoboyo yang memiliki pusaka tombak Baru Klinthing adalah Wonoboyo III.
Kisah Mangir Wonoboyo ini memang sangat populer di masyarakat Yogyakarta khususnya. Hal ini terjadi berkat adanya kesenian ketoprak yang pementasannya cukup diminati oleh masyarakat setempat, terutama yang mukim di pedesaan. Berdasarkan cerita yang selama ini berkembang di masyarakat, dipaparkan sebagai berikut:
Dikisahkan, ada seorang Demang atau Kepala Wilayah di daerah Mangir (Bantul sekarang), yang memiliki sebuah pisau bertuah. Suatu kali akan ada acara bersih desa, pisau tersebut dipinjamkan kepada seorang gadis desa bernama Sarinem. Mengingat pisau tersebut bukan sembarang pisau, namun Sarinem yang ada ALGI KeSayangannya terus merengek minta dipinjami, maka oleh Ki Demang terpaksa dipinjamkannya. Namun dengan pesan wanti-wanti agar jangan sampai pisau tersebut ditaruh di pangkuan si gadis.
Sebagaimana kebiasaan para gadis ketika itu, apabila sedang ketemu gadis lainnya dalam satu perhelatan, maka biasanya akan saling mengejek dan menyindir tentang siapa yang paling cantik. Karena asyiknya memperdebatkan siapa yang paling cantik, hal ini mengakibatkan perasaan Sarinem jadi serba salah. Akhirnya tanpa disadarinya, pisau keramat tersebut diletakkan di pangkuannya. Apa yang terjadi?
Ternyata, seketika itu juga pisau tersebut hilang. Sebaliknya entah karena apa, Sarinem jatuh pingsan hingga menggegerkan rencana perhelatan. Karena ketakutan melihat kondisi anaknya, Ki Taru Wangsa, ayah dari Sarinem, melaporkan hal ini pada Ki Demang.
Menanggapi laporan ini, Ki Demang ternyata cukup tenang. Nampaknya dia telah tanggap dengan apa yang terjadi. Namun yang mengejutkan, dikatakan oleh Ki Demang bahwa saat ini Sarinem tengah mengandung. Ini terjadi karena dia melanggar pantangannya yakni dengan menaruh pisau keramat di pangkuannya.
Untuk menutupi aib dikarenakan Sarinem masih gadis ternyata hamil, Ki Demang sanggup mengakuinya sebagai anak, atau dengan kata lain sanggup menikahi Sarinem.
Akhirnya, jadilah pesta bersih desa sekaligus pesta pernikahan Ki Demang dengan Sarinem.
Singkat cerita, di saat Sarinem hamil, Ki Demang pamit untuk bertapa ke Gunung Merapi. Selama dirinya pergi, tugas sehari-hari diserahkan pada Ki Jogoboyo, dibantu aparat yang lain, termasuk di antaranya Ki Taru Wangsa.
Setelah genap waktu melahirkan, disertai suara angin gemuruh disertai hujan, lahirlah sang jabang bayi. Anehnya, cabang bayi yang keluar dari rahim Sarinem itu tidak berwujud bayi manusia, akan tetapi seekor ular. Meski Ki Taru Wangsa merasa sedih, akan tetapi Sarinem mengasuhnya dengan penuh kasih sayang sebagaimana laiknya seorang ibu.
Ada keanehan yang lain, bayi ular tersebut sangat lahap menyantap makanan, baik telor, ayam maupun daging yang lain. Karena itu dia cepat menjadi besar.
Suatu ketika, mungkin mengingat nasibnya, Sarinem malam-malam terjaga, dan tidak bisa tidur. Ditanya oleh sang anak yang berwujud ular itu, mangapa sang ibu gelisah? Sang Ibu menjawab bahwa dia merindukan Ki Demang yang belum juga kembali.
Didorong rasa iba pada sang ibu, dan ingin segera bertemu dengan ayahandanya, bayi ular tefsebut menyatakan akan mencari ayahnya ke Gunung Merapi. Namun sebelum pergi dia minta diberi nama. Maksudnya, Agar kepergiaannya mudah dilacak oleh kakeknya.
Sang bayi kemudian diberikan kalung di lehernya, dengan ditaruh klintingan yang diambil dari garu, yaitu alat yang biasa digunakan untuk menggarap sawah. Jadilah kemudian namanya Garu Klinting, yang kemudian berubah menjadi Baru Klinting.
Untuk selamat di jalan, ular tersebut memilih jalan air, tidak melalui jalan darat, dengan maksud untuk menghindari manusia. Di sini terjadi satu keajaiban lagi, yaitu sewaktu ular tersebut menceburkan diri ke air, persisnya di Sungai Progo, seketika itu juga badannya membesar, dan berubah menjadi seekor naga yang menakutkan.
Diceritakan, ada dua orang tukang getek yang biasa menyeberangkan orang dilalap sekaligus oleh sang naga. Karena kebuasannya akhirnya sangat meresahkan masyarakat. Berita kebuasan sang naga Baru Klinthing sampai juga ke telinga Ki Demang yang sedang bertapa di Gunung Merapi. Dan dia pun menjadi geram karenanya.
Apabila dia tidak cepat bertindak, tidak menutup kemungkinan akan menjadi perhatian di Keraton Mataram ataupun Pajang. Akhirnya, Ki Demang memutuskan untuk menemui naga itu secepat mungkin, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Setelah Ki Demang berjalan kaki selama tujuh hari tujuh malam, sampailah dia di tempat yang sekarang dikenal dengan dusun Taruban. Pada waktu bertemu, awalnya naga tersebut sangat heran akan ketenangan orang yang dihadapinya, yang sama sekali tidak takut padanya.
Akhirnya si naga mengetahui, bahwa lelaki itu adalah ayahanda yang dia cari. Sebagai seorang ayah, Ki Demang tak tega melihat anaknya yang berupa seekor naga. Sebaliknya, Baru Klinthing pun menyadari perasaan ayahandanya. Untuk mengatasi hal yang lebih menyedihkan lagi, si anak pun menyanggupi ayahandanya sewaktu memerintahkan untuk bertapa, mohon kemurahan Dewa agar diwujudkan menjadi manusia biasa.
Maksud dari Ki Demang menyuruh anaknya bertapa adalah agar ular tersebut mampu menghilangkan nafsu untuk membunuh manusia. Sementara dalam versi cerita yang telah beredar disebutkan bahwa Baru Klinthing diminta ayahnya untuk mengelilingi Gunung Merapi.
Setelah begitu lama pertapaan itu dijalani, dan pada waktu sang Demang menengoknya ternyata sang anak belum juga berubah menjadi manusia. Namun di saat yang sama, ketika ular tersebut menjulurkan lidahnya, maka seketika itu juga Ki Demang mengayunkan goloknya, memotong lidah si naga hingga mati.
Potongan lidah inilah yang berubah menjadi pusaka mata tombak, sedang bagian tubuhnya berubah menjadi sebatang pohon. Menurut terawangan batin penulis, sulur tersebut adalah khodam dari penjelmaan Naga Baru Klinthing.
Dikisahkan, ketika Ki Demang dalam perjalanan pulang terdengar suara yang intinya mengatakan bahwa Baru Klinthing tidak marah, bahkan bersyukur, dan sanggup membantu menyertai ayahandanya dalam memimpin wilayahnya.
Hal inilah yang menyebabkan Ki Demang merasa kuat. Karena pusaka yang dimilikinya, dia sengaja memberontak terhadap kekuasaan Raja Mataram, Panembahan Senopati.
Di samping itu mengingat Wonoboyo merasa masih lebih dekat keturunan dari Raja Majapahit, Prabu Brawijaya Pamungkas, sedang Panembahan Senopati hanya keturunan petani kebanyakan saja. Wallahu a’lam bissawab. Šī¸.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
đ https://pondok-ruqyah.com/
âī¸ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!