Kisah Mistis: PESUGIHAN DI SUNGAI MESUJI

0
9

Kisah Mistis: PESUGIHAN DI SUNGAI MESUJI

Tiga hari setelah memakan ikan dari Sungai Mesuji, anaknya mati. Setelah membuang mayat anaknya ke dalam sungai, keesokkan harinya kekayaan mulai didapatkan Asmuni. Namun, setelah dirinya kaya raya berbagai kepahitan datang mendera. Lantas, apa artinya hidup kaya dengan menggadaikan keimanan…?

 

Hari itu Asmuni sedang asyik memancing ikan di sungai. Sungai yang oleh penduduk Desa Bagan Hulu disebut sebagai Sungai Mesuji ini memang dikenal banyak ikannya. Tak heran jika setiap hari selalu ada saja penduduk desa yang terlihat duduk di tepi sungai sambil menunggu tali pancing mereka ditarik oleh ikan-ikan yang berenang di dalamnya.

 

Demikian pula halnya dengan Asmuni. Sudah hampir satu bulan ini dia menganggur. Karena tidak ada orang yang meminta bantuannya bekerja sebagai buruh bangunan, hal ini tentu membuat kondisi keuangan keluarganya menjadi kacau. Hampir setiap hari dia terlibat cekcok dengan istrinya, Nuraini. Makanya, untuk menghilangkan stres, sekaligus mencari ikan untuk lauk makan, hampir setiap hari pula Asmuni terlihat berlama-lama di tepi Sungai Mesuji. Apa lagi yang dilakukannya kalau bukan memancing.

 

Melihat Asmuni yang setiap hari sendirian memancing, akhirnya mengusik hati Ki Raweng, hantu penjaga sungai tersebut, hingga kemudian datang menemuinya. Dia menjelma sebagai seorang kakek renta yang baik hati.

 

Semula, Asmuni terkejut dengan kedatangan kakek yang belum pernah dikenalnya itu. Meski si kakek berulang kali menanyakan kesusahannya, Asmuni tetap tidak mau berterus terang dengan masalah yang dihadapinya. Tapi sebagai makhluk halus yang licik dan penuh daya tipu, Ki Raweng sesungguhnya mengetahui kesusahan apa yang sedang dialami oleh Asmuni.

 

“Kamu kok kelihatan sedih. pasti kamu sedang ada kesulitan, bukan?” Tanya penjaga sungai itu.

 

“Oh, Aki bisa saja. Tidak ada apa-apa kok, Ki!” Sahut Asmuni sambil berusaha menyembunyikan perasaannya.

 

“Aku tahu, kamu pasti sedang punya masalah. Soalnya aku lihat, kamu tiap hari ada di sini. Memangnya kamu tidak bekerja. Memancing di sini kan tidak seberapa hasilnya, apa lagi ikan-ikan sekarang ini jarang yang mau memakan umpan,” ujar Ki Raweng, mulai memasang perangkap.

 

Asmuni terdiam sejenak. Sebenarnya dia ingin menceritakan masalah yang sedang dihadapinya, namun hati kecilnya menahannya. Tapi karena Ki Raweng terus mendesak, akhirnya Asmuni terpaksa menceritakan semua permasalahan yang sedang dihadapinya.

 

“Sudah hampir sebulan ini saya menganggur, Ki!” Ucap Asmuni mengawali ceritanya.

 

Ki Raweng hanya terdiam sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya, mendengarkan cerita Asmuni. Sementara itu, Asmuni begitu gigihnya menceritakan keinginanannya untuk menjadi kaya dengan jalan gaib.

 

“Katanya, di Sungai Mesuji ini ada makhluk gaib yang bisa memberikan kekayaan kepada manusia. Apakah hal itu benar, Ki?” Cetus Asmuni sambil melempar kailnya yang tak kunjung dimakan ikan, bahkan disentuh pun mungkin tidak.

 

“Siapa yang bilang kalau di sungai ini ada makhluk yang bisa mendatangkan kekayaan?” Ki Rewang menatap lawan bicaranya. “Orang bisa kaya kalau dia mau bekerja keras. Jadi jangan sampai terlalu berkhayal soal pesugihan itu,” lanjutnya, seakan-akan serius. Padahal, dalam hati dia tertawa terbahak-bahak.

 

“Tapi yang saya dengar seperti itu, Ki. Bahkan katanya ada seorang kakek sakti yang menjadi penghubung orang-orang yang ingin dapat kekayaan itu,” ucap Asmuni, seperti mendesak.

 

“Siapa yang bilang?” Tanya Ki Raweng sambil menatap tajam kedua mata Asmuni.

 

Asmuni hanya tertunduk. Dia tidak mampu menantang tatapan mata Ki Raweng yang serasa memancarkan sebuah tenaga besar yang akan mampu menghancurkan apa saja yang dilihatnya. Dengan suara terbata-bata Asmuni menjawab, “Sa…saya cuma de…dengar dari cerita orang-orang. Bahkan ka… katanya kakek sakti pernah menolong Juragan Marsam, hingga dia bisa jadi kaya.”

 

Ki Raweng pura-pura terkejut mendengar cerita ini. Sekali lagi bola matanya menatap dengan tajam ke arah Asmuni. Sesaat kemudian dia memalingkan wajahnya. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya yang telah keriput karena dimakan usia itu. Pandangan matanya menerawang jauh ke seberang Sungai. “Oalaah, rupanya rahasia ini telah banyak yang tahu,” bisiknya, seakan menyesal.

 

“Jadi apakah Aki ini kakek sakti yang membantu Juragan Marsam jadi kaya. Kalau memang bisa, saya mau sekali, Ki,” sahut Asmuni.

 

“Yang jadi masalah bukan bisa atau tidak bisa. Kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Juragan Marsam. Sepintas memang terlihat kalau kehidupannya bahagia, karena harta bendanya berlimpah. Tapi seumur hidupnya dia tidak akan pernah bisa menikmati semua itu,” jelas Ki Raweng, memancing di air keruh.

 

“Memangnya kenapa, Ki?” Tanya Asmuni.

 

“Sulit untuk menjelaskannya,” jawab Ki Raweng, singkat.

 

“Bagaimana mungkin Juragan Marsam yang kaya raya itu hidupnya tidak bahagia. Sepertinya kok tidak masuk akal sekali,” ujar Asmuni.

 

Ki Raweng hanya menoleh sebentar ke arahnya. Selanjutnya laki-laki tua itu pergi meninggalkan Asmuni tanpa berucap sepatah kata pun. Hal ini sengaja dilakukannya untuk mengetahui sejauh mana anak manusia bernama Asmuni ini masuk ke dalam perangkapnya. Toh ternyata Asmuni yang merasa penasaran selanjutnya berdiri dan langsung mengejar Ki Raweng. Sambil menarik tangan Ki Raweng, Asmuni mencoba menahan langkah laki-laki tua ini agar tidak pergi meninggalkannya.

 

“Saya mohon, tolonglah saya Ki,” pinta Asmuni penuh harap.

 

“Aku harap kamu jangan terlalu menuruti hawa nafsu. Karena pada akhirnya kamu akan menyesal. Bahkan sangat menyesal,” ucap Ki Raweng,

 

“Tidak apa-apa, Ki! Saya siap dengan segala resikonya. Yang penting saya tidak miskin lagi, sehingga anak dan istri saya tidak sampai menderita,” kata Asmuni.

 

“Justru di situlah masalahnya. Kalau kamu ikut-ikutan seperti Juragan Marsam, anak dan istrimu akan semakin menderita,” terangnya.

 

“Maksud Aki?” Tanya Asmuni tak mengerti.

 

“Ada orang yang harus kau korbankan, yaitu anakmu sendiri,” jawab Ki Raweng.

 

“Dikorbankan bagaimana, Ki. Saya kok jadi bingung,” tanya Asmuni lagi.

 

“Asalkan kamu rela anakmu dijadikan budak Nyi Angker, semua keinginanmu pasti terkabul,” ucapnya.

 

Asmuni terdiam sejenak, suaranya yang sebelumnya terdengar begitu keras, kini menjadi pelan. “Siapa Nyi Angker itu, Ki?” Tanya Asmuni.

 

“Nyi Angker adalah penguasa sungai ini. Dia pasti akan mengabulkan semua permintaanmu, asalkan kamu mau memberikan anakmu untuk diperbudak olehnya. Tapi sebelumnya kamu harus tega membunuh anak kesayanganmu itu, walau mungkin kamu tidak akan pernah merasa membunuhnya,” jelas Ki Raweng.

 

“Tidak merasa bagaimana, Ki?” Desak Asmuni.

 

“Saat kamu menyetujui persyaratan itu, maka Nyi Angker akan langsung mengambil jiwa anakmu melalui tanganmu. Dia akan memberikan seekor ikan yang harus kau berikan pada anakmu. Dalam tiga hari setelah kau berikan ikan itu, anakmu akan mati. Dan kamu harus membuang jasad anakmu ke dalam sungai sebagai tanda bahwa anakmu telah kau serahkan pada Nyi Angker,” terang Ki Raweng.

 

Asmuni tertegun, hingga dia tidak menyadari kalau Ki Raweng telah pergi meninggalkannya. Dirinya baru tersadar ketika Ki Raweng sudah jauh meninggalkannya sendirian di tepi sungai.

 

Di tengah perjalanan pulang, Asmuni masih terus mengingat percakapannya dengan Ki Raweng. Dan hal inilah yang kemudian membuatnya hingga tak bisa tidur malam itu.

 

Namun di tengah kegelisahannya malam itu, Asmuni sepertinya telah menemukan jalan ke luar dari masalah yang dihadapinya. “Ah, biarlah kukorbankan salah satu anakku. Yang penting aku bisa kaya, nanti aku juga bisa bikin lagi,” pikirnya bodoh sekali.

 

Keesokkan harinya, seusai membersihkan diri di sebuah pancuran yang ada di belakang rumahnya, Asmuni pergi ke Sungai Mesuji untuk menemui Ki Raweng. Anehnya, sosok kakek renta ini sepertinya telah menunggu di tempat Asmuni biasa memandang.

 

“Aku harap kamu tidak terburu nafsu. Kalau bisa, lupakan saja keinginanmu itu,” kata Ki Raweng, seolah menjadi orang tua yang bijak.

 

“Tidak, Ki! Aku telah memutuskannya. Aku rela kehilangan salah satu anakku, yang penting aku bisa kaya raya,” ujar Asmuni, mantap.

 

Ya, sepertinya setan telah membutakan mata hati Asmuni. Dia terus mendesak agar Ki Raweng membantunya. Karena terus dipaksa, akhirnya laki-laki tua itu seakan menyerah, padahal memang inilah yang diharapkannya. Dia kemudian mulai memberi petunjuk mengenai cara mendapatkan kekayaan dari Sungai Mesuji.

 

“Kaitkan bunga kantil ini pada ujung mata kailmu, selanjutnya masukkan ke dalam air sungai,” ucap Ki Raweng seraya menyerahkan bunga beserta sebatang bilah bambu lengkap dengan senar dan mata kailnya.

 

Setelah memasang bunga kantil di ujung mata kail, Asmuni langsung melemparkannya ke tengah sungai. Dalam sekejap, tali pancingnya terasa ada yang menarik. Begitu diangkat terlihat seekor ikan tawes berukuran besar telah terkait di ujung kailnya.

 

“Masaklah ikan ini, dan berikan dagingnya pada anak yang akan kau korbankan. Selanjutnya semua akan berjalan seperti yang pernah kujelaskan,” terang Ki Raweng.

 

Saat itu juga Asmuni langsung pulang. Dan sesampai di rumah, istrinya langsung disuruhnya untuk memasak ikan yang didapatkannya. Selain ikan yang dipancing secara aneh itu, Asmuni juga mendapat beberapa ikan lain sehingga istri dan anakanaknya tidak curiga. Setelah semuanya matang, Asmuni berkata pada istrinya, “Biar ikan yang besar itu buat Rangga saja. Kasihan dia, karena kemarin tidak kebagian!”

 

Tanpa rasa curiga sang isteri menuruti suaminya. Dia memberikan ikan itu kepada Rangga, yang memang telah dipilih Asmuni untuk dijadikan tumbal.

 

Waktu terus berjalan, tiga hari kemudian apa yang disampaikan Ki Raweng benar-benar terjadi. Rangga, anak kedua Asmuni meninggal setelah sehari sebelumnya terserang demam tinggi. Dan begitu meninggal, dengan segera Asmuni membawanya ke sungai. Anehnya kejadian ini tidak diketahui oleh siapapun. Istri Asmuni yang sejak tadi menunggui jenazah Rangga, juga tidak tahu kalau suaminya pergi membawa tubuh anaknya. Karena dia hanya melihat suaminya keluar kamar, tetapi jasad anaknya tetap ada di atas ranjang. Padahal, jasad Rangga yang ada di atas ranjang itu hanyalah jasad palsu berupa potongan gedebok pisang. Jasadnya aslinya telah dibawa ayahnya untuk dihanyutkan ke sungai.

 

Sementara itu, di tepi sungai Asmuni terdiam sejenak sebelum akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke dalam air sungai. Sesaat kemudian jasad Rangga yang dibopongnya langsung dimasukkan ke dalam sungai. Dan, begitu jasad Rangga dilepaskan, terjadilah sebuah keanehan. Seketika jasad Rangga berubah menjadi seekor ikan tawes besar, persis seperti ikan yang dipancingnya dengan bunga kantil pemberian Ki Raweng beberapa hari lalu. Hanya saja ada yang terlihat janggal dari ikan itu. Kedua bola mata ikan itu bentuknya mirip bola mata manusia. Sambil terus menatap tajam ke arah Asmuni, dari kedua bola mata ikan itu tampak keluar air mata.

 

Tapi sepertinya Asmuni tidak lagi mempedulikannya. Setelah membuang jasad anaknya ke dalam sungai, dia langsung pulang.

 

Seperti yang diucapkan Ki Raweng, keesokkan harinya Asmuni mulai merasakan hasilnya. Sebuah tawaran pekerjaan diperolehnya dari seorang teman. Tak hanya itu, dalam kesehariannya seolah-olah ada saja orang yang datang untuk memberikan rejeki pada keluarga Asmuni, hingga pada akhirnya dia menjadi orang kaya.

 

Namun masalah baru mulai mendatangi Asmuni di saat dirinya telah menjadi orang kaya. Bayang-bayang Rangga selalu menghantui setiap langkahnya. Selain itu, masalah lainnya adalah Nuraini yang mulai berani bertingkah macam-macam. Nuraini kepergok telah berselingkuh dengan teman kerja Asmuni. Lalu Arifin, anak satu-satunya sepeninggal Rangga harus mendahuluinya menghadap Sang Pencipta karena tertabrak truk trailer. Kini yang tersisa dalam hati Asmuni hanyalah penyesalan tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Dan, Asmuni tak dapat lari dari perjanjian gaib yang telah dilakukannya dengan dedemit Sungai Mesuji.

 

Demikianlah kisah tentang kesesatan Asmuni yang dituturkan oleh Suhaimi L. Lubis, tetangganya. Semoga kesesatan seperti ini tidak menimpa kita semuanya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!