Kisah Mistis: KUDA LUMPING MEMBAWA PETAKA

0
17

Kisah Mistis: KUDA LUMPING MEMBAWA PETAKA

PEMAIN KUDA LUMPING BIASANYA MENGALAMI KESURUPAN MAHKLUK HALUS HANYA SEBENTAR. NAMUN LAIN HALNYA DENGAN PENGALAMAN YANG DIALAMI SI PONARYO, SEORANG PEMAIN KESENIAN TRADISIONAL ITU. DIA MENGALAMI KESURUPAN YANG AMAT LAMA. BAHKAN MENURUTNYA, DIA DIAJAK JALAN-JALAN OLEH SOSOK GAIB EYANG CONDROMUKTI. SEPERTI APA KISAHNYA…?

Beberapa penari telah menunjukkan kebolehannya di hadapan puluhan mata penonton. Ponaryo, salah seorang kuda lumping Group Cahyo Ulung, liukkan badan seiring irama musik. Ponaryo merupakan penari jam terbang tinggi, banyak penggemar karena benar-benar menjiwai tariannya. Kalau tak ada Ponaryo, rasanya pertunjukkan Group Cahyo Ulung kurang greget. Seperti sayur kurang garam.

 

Sebagai seorang penari kuda lumping, Ponaryo sering diundang ke berbagai tempat di seantero kotanya. Kadang-kadang dia menari dengan membawa nama grup seninya sendiri, namun kadang ikut sebagai bintang tamu dengan grup kuda lumping lainnya. Dasarnya memang penari, jadi dengan siapa atau grup mana saja, bagi Ponaryo itu sudah biasa.

 

Dia tidak memilih-milih grup. Dia memang bisa bekerja dengan siapa saja. Semua itu dilakukannya bukan semata-mata karena uang, namun lebih pada tuntutan jiwa seni yang mengalir dalam darah dagingnya.

 

Karena kreativitas seninya itu, maka tak aneh bila Ponaryo makin kondang, makin punya nama harum di setiap pelosok tempat, di mana kuda lumping mentas. Namun, hidupnya memang selalu sederhana.

 

“Penghasilan dari menari kuda lumping tidak seberapa jumlahnya. Tapi saya senang dengan kesenian ini. Mungkin karena sudah mendarah daging, karena ayah saya dulu juga seorang penari yang terkenal,” ungkap Ponaryo kepada penulis.

 

Seperti umumnya pementasan kesenian kuda lumping, dalam satu pagelaran, maka, satu atau dua pemain dari lima penari kuda lumping pasti ada yang kesurupan pada saat menjelang akhir pertunjukkan. Warga setempat menyebutnya dengan istilah ndadi (jadi-pen). Pada saat Ndadi inilah raga seorang penari dirasuki oleh roh mahkluk halus yang memang pada waktu pertunjukan hendak dimulai selalu dipanggil dengan cara membakar kemenyan serta menyebut nama mahkluk halus yang dimaksud. Yang memenuhi panggilan tadi bianya mahkluk halus penunggu (danyang) tempat-tempat keramat setempat, atau bisa juga pendatang dari tempat lain. Bahkan, makhluk halus yang cukup jauh sering diundang untuk hadir di arena pertunjukkan, atau bisa juga mereka datang karena maunya sendiri.

 

Keadaan dan apa yang dialami seseorang yang sedang ndadi ini tak jauh beda dengan judul lagu Kuda Lumping yang dipopulerkan oleh pedangdut Elvi Sukaesih pada sekitar 70-an. Orang yang sedang kesurupan bisa berbuat apa saja tanpa disadari olehnya. Bisa makan gelas, makan kembang, mengupas kelapa dengan mulutnya, melompat ke sana kemari, bahkan ada pula yang menceburkan diri ke sungai, dan perbuatan lain yang membahayakan keselamatan jiwanya.

 

Ketika pemain kuda lumping menjadi kalap sedemikian rupa, maka, sudah pasti ada seorang pawang yang akan mengusir mahkluk halus yang merasuk ke dalam tubuh si penari. Ketika seorang pawang yang sedang bekerja, adakalanya menghadapi mahkluk halus yang mudah ditaklukkan, Jika diminta untuk pergi dari tubuh pemain kuda lumping yang ndadi, maka dia pun segera melakukannya.

 

“Namun, ada pula makhluk halus yang bandelnya bukan main,” aku Ponaryo, yang pernah mengalami kejadian aneh sekaitan peristiwa Ndadi ini.

 

Kisah mahkluk halus bandel tersebutlah yang akan kami beberkan dalam rangkaian tulisan berikut ini…

 

Cerita menegangkan ini dialami langsung oleh Ponaryo Basuki. Sebagai seorang penari andal, maka, sudah cukup banyak dia mengikut tari kuda lumping. Dalam setiap permainan, dia merupakan salah seorang yang sering mengalami kesurupan. Hal itu sudah biasa. Maka tak mengherankan jika Ponaryo di dalam melakukan tarinya nampak biasa-biasa, artinya sudah tidak kaku lagi seperti halnya dengan pemain yang baru. Kalau pemain baru biasanya pada awal pertunjukkan sudah khawatir bakal mengalami kesurupan dan tak tahu bagaimana cara mengatasinya, sehingga dia harus ekstra hati-hati. Jadi konsentrasinya tidak penuh. Lantaran tidak konsentrasi inilah, maka, mahkluk halus enggan masuk ke tubuh kasarnya.

 

Berbeda dengan Ponaryo. Tadi telah disebutkan kesurupan itu sudah biasa baginya. Jadi bisa dimaklumi kalau dia cepat mengalami kesurupan. Oleh karenanya, Ponaryo tidak takut-takut atau tidak kaku dalam menari. Pokoknya dia konsentrasi penuh pada tarian dan bunyi gamelan yang menghentak-hentak dan berbau magis itu. Nah, kalau sudah demikian, kesurupan seperti yang kerap dialaminya tidak menjadikannya takut atau khawatir bakal terjadi apa-apa. Dia cukup kuat dan mampu untuk menerima mahkluk halus yang akan masuk ke dalam raganya. Itu palingpaling hanya sebentar, karena pawang yang ada di dalam grup kuda lumping dapat meminta agar roh yang bersemayam pada penari kuda lumping itu segera keluar dari tubuhnya.

 

Tapi nanti dulu. Ada mahkluk halus yang tidak mau segera keluar dari penari kuda lumping karena sebenarnya dia dalam keadaar lapar. Oleh karena itu grup kuda lumping diharuskan menyediakan makanan. Bukan sembarang makanan, tapi berupa kembang. Jadi si mahkluk halus, melalui si penari kuda lumping akan memakan kembang terlebih dahulu sampai kenyang. Bila kembang atau pecahan kaca sudah dimakan, barulah mahkluk halus itu keluar dari badan sang penari.

 

Kalau sudah demikian, maka, yang bersangkutan atau dalam hal ini adalah Ponaryo, untuk sementara akan lemas atau terlentang karena dia baru saja menggendong mahkluk halus. Selanjutya, tugas sang pawang adalah memberi air putih berdo’a kepada si ‘ penari agar tidak kaget arau shock.

 

Biasanya, seorang penari kuda lumping secara tak sadar akan berguling-guling di tanah di arena pementasan. Dia juga bisa merayap, atau mengendus-endus kesana-kemari seperti laiknya seekor kuda. Artinya, saat itu dia sedang mencari makan. Dan tugas sang pawang adalah memberi makanan berupa bunga dan pecahan kaca. Biasanya, pecahan kaca lampu neon atau bohlam. Lebih jelasnya, pecahan kaca atau beling yang tipis.

 

Anehnya, setiap memakan beling tidak dirasakan sebagai hal yang membuat gusi atau mulut si penari itu berdarah. Sebaliknya, pecahan kaca malah akan dilumat, kemudian dimuntahkan dalam bentuk butiran-butiran kaca kecil. Biasanya para penari lainnya dengan cekatan memunguti pecahan kaca itu untuk diamankan, agar tidak membahayakan penonton atau penari kuda lumping yang kesurupan.

 

Apa yang dirasakan Ponaryo ketika kesurupan? Dalam sebuah pertunjukan, kejadian nahas ini menimpanya…

 

Walau mahkluk halus yang merasuk ke dalam tubuhnya sudah diberi makan berupa kembang serta pecahan kaca, namun, Ponaryo tetap kesurupan. Padahal, sang pawang sudah berkali-kali mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengusir mahkluk halus itu dari tubuh Ponaryo, tetapi dasar bandelnya bukan main, mahkluk halus itu cukup lama merasuk dalam tubuhnya. Sampai-sampai para penonton dibuat ketakutan karena lamanya kuda lumping Ndadi ini sudah melewati waktu yang ditetapkan.

 

Apa gerangan yang terjadi? Para penonton berteriak-teriak, tetapi Ponaryo tetap dalam keadaan kesurupan.

 

Ketika mengalami kesurupan itu, rupanya Ponaryo telah dipanggil seorang lelaki tua dari bangsa gaib yang membaur bersama puluhan penonton ketika pertunjukkan digelar di Desa Blambanganwungu, Sumber Aji itu.

 

“Nak, marilah ikut denganku,” ajak lelaki tua tadi.

 

“Ikut kemana, Eyang?” Tanya Ponaryo penuh heran saat berhadapan dengan orangtua yang baru dikenalnya.

 

“Tidak usah banyak tanya. Pokoknya ikut saja denganku. Di sana kamu akan senang, Le!” Sambung orangtua misterius yang kemudian mengaku bernama Eyang Condromukti.

 

Seperti ada kekuatan gaib, Ponaryo mengikuti ajakan orang tua itu. Ponaryo diajak berjalan-jalan ke suatu tempat yang sangat asing baginya.Tempat-tempat itu sangat sejuk hawanya dan begitu indah pemandangan alamnya. Sejauh mata memandang, pepohonan, hamparan sawah dan ladang nampak menghijau. Hawa sejuk dengan embusan angin sepoi-sepoi membuat Ponaryo berkali-kali berdecak kagum.

 

“Kenapa desa-desa ini sedemikian indahnya, Eyang.” Ponaryo bertanya dengan mulut menganga. Persis seperti orang yang sedang tertidur nyenyak dan sedang bermimpi bertemu hal-hal aneh.

 

“Sebab itulah aku mengajakmu kemari, Le!” Jawab orangtua itu sambil terus berjalan.

 

Gerak kaki orangtua itu demikian gesit. Jauh lebih kokoh dan kuat daripada Ponaryo. Padahal usia Ponaryo mungkin hanya separuh dari umur lelaki misterius itu. Ponaryo baru berumur tiga puluh tahun, sedangkan orangtua itu lebih dari 70-an. Namun, otot-otot tubuhnya masih nampak kekar, nada bicaranya juga terdengar penuh kharisma.

 

Ponaryo bersama orangtua misterius yang mengaku bernama Eyang Condromutti itu terus berjalan. Di tengah perjalanan mereka menjumpai banyak orang yang sedang melakukan aktivitas. Ada orang yang sedang berkebun, berdagang di toko-toko, serta tempat perdagangan tradisional lainnya. Orang yang sedang membajak sawahnya juga ada. Begitu juga dengan binatang-binatang ternak yang nampak di setiap pojok desa tersebut.

 

“Kamu capek, Le?” Tanya Eyang Condromukti

 

“Ya, Eyang!” Ujar Ponaryo, seperti anak kecil yang sedang bermanja-manja di depan kakeknya.

 

“Mari kugendong, Le!”

 

Tubuh Ponaryo langsung pindah ke punggung orangtua itu. Perjalanan terus mengarah pada banyak tempat. Saat kepayahan, Ponaryo berada dalam gendongan orangtua itu, dan ketika tubuhnya segar kembali, Ponaryo pun berjalan sendiri.

 

Desa demi desa mereka lalui. Ponaryo sudah tak bisa menghitung lagi. Yang jelas sudah puluhan desa mereka lalui. Bahkan kaki Ponaryo yang berlumpur, menandakan begitu banyak desa telah terjejaki.

 

“Rasanya aku tidak sanggup lagi untuk meneruskan perjalanan ini, Eyang!” Protes Ponaryo setelah mampir di warung kecil, yang berada di tengah-tengah sawah dengan hamparan padi menguning. Saat itu Ponaryo makan dengan lahapnya. Perut kempisnya perlahan-lahan membuncit.

 

“Terus kamu mau apa lagi, Le?” Tanya si kakek.

 

“Aku ingin pulang, Eyang!”

 

Ya, ketika itu entah bagaimana, Ponaryo memang merasa rindu akan kampung halamannya, Muncul dalam benaknya bahwa dia harus menyabit, mencari rumput untuk kedua sapi peliharaannya di Desa Blambangan Kesadaran itu muncul secara tiba-tiba, tatkala depan warung tersebut terlihat lima ekor sapi yang dituntun oleh pemiliknya.

 

“Tenang saja. Sebentar lagi juga kamu akan kuajak pulang. Sekarang habiskan dulu minuman itu, supaya kamu tidak kehausan di jalan,” ujar orangtua misterius itu sambil meneguk air dalam kendi berukuran besar.

 

“Ya, baiklah, Eyang!” Kata Ponaryo, sambil memaksa agar secepatnya dipulangkan ke Desa Blambangan.

 

Rasa rindunya kepada kedua orangtua di desa itu, juga menjadi salah satu penyebab keinginannya untuk pulang.

 

“Kalau kedua sapi piaraanku sampai mati kelaparan, aku akan sangat berdosa sekali Eyang!” Lanjut Ponaryo dengan tatapan mata kosong. Tatapan mata kangen akan kampung halaman.

 

Ketika desakan terus-menerus datang dalam diri Ponaryo, akhirnya orangtua misterius itu membawa Ponaryo untuk meninggalkan warung menuju ke arah utara. Dalam setiap langkah, Ponaryo diminta oleh orangtua itu untuk tidak bicara barang sepatah kata pun. Apa saja yang dijumpainya, Ponaryo dianjurkan untuk diam tidak bertanya. Memang banyak pemandangan tak lazim yang dijumpai Ponaryo. Seperti orang-orang yang menjerit-jerit histeris terkena cambukan, orang-orang kelaparan, orang-orang berlumuran darah, orang-orang berkepala besar dengan tubuh yang sangat kecil, serta bayi-bayi terlantar tanpa orangtua.

 

Melihat pemandangan aneh sekaligus mengerikan itu membuat Ponaryo tetap tutup mulut. Dia menjadi takut untuk mengajukan secuil pertanyaan apa pun kepada orangtua misterius yang membawanya.

 

Kepatuhan Ponaryo pada permintaan orangtua itu membuat dirinya bisa selamat tiba di rumahnya. Orangtua itu pun akhirnya pergi tanpa bisa dideteksi lagi.

 

Saat kembali pulang, tepatnya pukul sembilan malam, Ponaryo baru sadar tentang keadaan dirinya sekarang. Puluhan orang nampak berada di kiri-kanannya dengan harap-harap cemas. Mbah Daryo yang ikut mengerubunginya ikut bernafas lega. Mbah Daryo adalah dukun yang diminta oleh warga Desa Blambangan untuk ikut mengembalikan Ponaryo dari alam gaib.

 

Ternyata Ponaryo memang mengalami kesurupan saat menari kuda lumping. Namun, bukan kesurupan seperti biasanya, tapi kesurupan yang terbilang luar biasa. Hampir sepertiga malam lamanya Ponaryo dalam keadaan tak sadarkan diri.

 

Menurut Mbah Daryo, bila tidak segera ditolong, Ponaryo bisa mati dan rohnya akan dibawa mahkluk halus yang mengajaknya jalan di alam gaib.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!