Kisah Mistis: KAMPUNG SILUMAN GUNUNG SALAK
Ada yang bergerak di tengah kabut tebal itu. Kami yakin itu bukan kabut yang tertiup angin. Benda itu memiliki wujud layaknya manusia. Jumlahnya pun lebih dari satu…
12 Tahun lalu, penulis sempat berkunjung ke Makam Eyang Santri di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. Ada pertanyaan besar di benak penulis kala itu, mengapa di tengah rimba gunung Salak yang jauh dari perkampungan terdapat sebuah makam. Bukan main-main, makam itu dibuat permanen dengan tembok semen dan keramik. Di nisannya tertulis nama Eyang Santri.
Kemudian, jauh di kaki gunung Salak sana, sekitar 12 kilometer di bawah makam Eyang Santri yang ini, terdapat pula sebuah komplek makam keramat yang disebut masyarakat sekitar dengan nama Makam Keramat Eyang Santri. Lokasinya di Kampung Giriharja, Cidahu Cicurug, Sukabumi. Makam keramat Eyang Santri yang ini memang terletak di sebuah perkampungan. Di komplek pemakam Eyang Santri yang ini ada puluhan atau ratusan makam warga sekitar yang meninggal sejak ratusan tahun lalu.
Dua makam yang dikeramatkan ini memang sering membuat orang bingung. Mengapa ada dua makam keramat dengan nama yang sama. Makam keramat Eyang Santri di Giriharja dan di tengah rimba gunung Salak itu berada di jalur pendakian menuju puncak Manik gunung Salak. Tapi bagi warga masyarakat Cicurug, Cidahu Sukabumi, tentu saja lebih familiar dengan makam keramat Eyang Santri yang terdapat di kampung Giriharja. Makam keramat ini sudah dikenal masyarakat sejak puluhan tahun lalu. Di makam keramat ini pun sering diadakan ritual doa bersama setiap tahun menjelang Suro. Dalam acara itu juga kerap dimeriahkan dengan pertunjukan wayang golek atau kesenian tradisional Sunda lainnya.
Makam keramat Eyang Santri di Giriharja ini dikenal masyarakat sebagai tempat mencari ilmu asihan para dalang, sinden dan penyanyi panggung. Para dalang dan sinden, datang agar sering mendapatkan order panggung dan disukai para penontonnya. Sementara para penyanyi panggung biasanya mereka mencari ilmu pemikat agar para penontonnya terbuai dan banyak memberi uang saweran.
“Tapi yang akan dibicarakan penulis kali ini bukan makam Eyang Santri yang di Giriharja, melainkan makam Eyang Santri yang terdapat di tengah rimba gunung Salak itu. Makam ini memang aneh dan memiliki aura mistik yang amat kental. Itu dirasakan penulis ketika berkunjung ke makam keramat ini. Saat itu penulis ditemani oleh juru kunci Gunung Salak yang bernama Pak Uci. Untuk mengunjungi makam keramat ini dibutuhkan perjuangan yang sangat melelahkan. Dari Pos pendakian Tenjolaya, penulis harus mendaki jalan setapak sejauh 11 kilometer dengan kemiringan nyaris 45 derajat. Tentu saja sangat melelahkan.
Ada desas-desus di masyarakat sekitar, makam di tengah rimba gunung Salak itu sebenarnya adalah makam gerombolan Tentara DI/TIl tempo dulu. Kala itu banyak gerombolan Tentara DI/TII yang melarikan diri ke hutan karena diburu Tentara Nasional Indonesia. Sebagian dari mereka bermukim di sana hingga meninggal dunia. Tapi sebagian lagi turun ke perkempungan kembali ke keluarganya dan berbur dengan masyarakat.
Makam yang kemudian ditemukan di tengah rimba gunung Salak itu adalah makam salah satu pentolan Tentara DI/TIl itu. Entah siapa sebenarnya jasad yang terkubur di makam itu tak seorang pun yang tahu. Begitu pula dengan orang yang membuat makam itu menjadi permanen, tak seorang pun yang mengaku telah melakukannya. Sampai akhirnya makam itu menghebohkan warga dan kemudian dikeramatkan.
Tapi itu dulu, sekitar 10 tahun lalu. Sekarang makam di tengah rimba gunung Salak yang dikeramatkan orang itu kembali sepi. Tak seorang pun yang mengunjunginya. Bahkan warga sekitar pun tak lagi mengingat akan kekeramatan makam itu. Namun beberapa waktu lalu, warga masyarakat Tenjolaya yang berbatasan langsung dengan hutan gunung Salak ini dihebohkan oleh suara-suara aneh dari tengah rimba. Di malam buta, warga mendengar suara anjing-anjing yang menggonggong berkepanjangan. Lolongan dan gonggongan anjing yang jumlahnya lebih dari satu ekor itu terdengar aneh, sepertinya anjing-anjing itu menemukan sesuatu yang membuat mereka harus menggonggong. Tapi entah apa yang ditemukan anjing-anjing itu di tengah malam yang gelap gulita. Warga sadar, naluri seekor anjing pasti akan lebih tajam.
Kejadian aneh itu tidak hanya terjadi satu malam itu saja. Malam berikutnya pun hai seperti itu terulang kembali, persis di jam yang sama, menjelang tengah malam. Anjing-anjing ramai menggonggong saling bersahutan satu dengan yang lainnya. Lolongan panjang yang mendirikan bulu kuduk itu tentu saja didengar seluruh warga yang belum tidur, bukan cuma satu dua orang saja. Bagi orang tua yang sudah memahami situasi itu, firasat mereka mengatakan ada yang aneh yang ditemukan anjing-anjing itu.
Tak ada yang bisa memastikan berapa malam anjing-anjing Itu terus menggonggong di jam yang sama. Tapi sebagian warga mengatakan lebih dari seminggu, anjinganjing itu terus menggonggong di tengah malam. Ada juga yang mengatakan lebih dari dua minggu. Meski keterangan warga tidak bisa dipastikan, yang nyata adalah anjing-anjing itu telah memperlihatkan prilaku yang tidak wajar. Sebuah prilaku aneh yang menandakan ada sesuatu yang aneh atau yang tidak biasa mereka temukan.
Firasat warga kemudian tertuju pada makam keramat di tengah rimba gunung Salak itu. Banyak warga yang meyakini makam keramat itu sebenarnya adalah sebuah perkampungan siluman gunung Salak. Makam keramat itu telah menjadi pusat perkampungan para siluman atau makhluk halus yang mendiami gunung Salak. Hal ini didasari warga pada banyaknya kejadian-kejadian aneh tak jauh dari makam keramat itu. Salah satunya adalah saat jatuhnya pesawat Sukhoi yang menabrak gunung Salak tak jauh dari makam keramat itu.
Beberapa minggu setelah peristiwa itu, 7 orang warga Cisaat Cicurug, Sukabumi, yang tengah melancong ke air terjun tak jauh dari makam Eyang Santri bertemu dengan beberapa orang lelaki yang mengenakan pakaian putih. Orang-orang itu berpakaian ” pangsi putih seperti para pemain silat tempo dulu. Awalnya warga Cisaat yang bernama Darman mengira orang-orang itu adalah dari perguruan pencak silat yang tengah melakukan meditasi di air terjun itu. Karena biasanya para pesilat suka melakukan meditasi untuk mencapai sesuatu.
Tapi beberapa saat kemudian, orang-orang berpakaian putih itu hilang begitu saja. Darman yakin, meski pun ia dan temantemannya tak memperhatikan orang-orang itu, tapi tak mungkin orang-orang itu bisa hilang dalam sekejapan mata. Jika pun mereka pergi ke dalam hutan yang penuh semak belukar pasti akan diketahui atau terdengar suaranya. Tapi mengapa orang-orang itu sepertinya hilang tanpa jejak.
Tentu saja Darman dan teman-temannya bingung mendapati peristiwa itu. Meski mereka tak sempat bertegur sapa, tapi Darma dan teman-temannya yakin orang-orang itu nyata seperti mereka. Tak ada kesan mengerikan atau menakutkan dari sosok orang-orang berpakaian pangsi putih itu. Mereka layaknya manusia seperti Darman dan teman-temannya. Bedanya mereka semua berpakaian sama dan usianya pun nyaris sama.
Dua peristiwa di atas, yang dialami warga Tenjolaya dan yang dialami Darman serta teman-temannya membuat Misteri tertarik untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kaki gunung Salak itu. Keyakinan Misteri menyiratkan ada sesuatu yang terjadi dari makam keramat Eyang Santri di tengah rimba gunung Salak itu.
Untuk meyakinkan hal itu, Minggu 1 November 2015, penulis dan seorang teman bernama Kang Endang mengunjungi makam Keramat Eyang Santri. Niat kami adalah untuk melakukan meditasi atau paling tidak bisa menghubungi gaib penghuni makam keramat itu, Setidaknya itulah yang bisa kami lakukan untuk meyakinkan diri atas desasdesus warga desa Tenjolaya selama ini. Tapi niat kami rupanya terhalang oleh kekuatan alam yang tak bisa dihindari, saat itu hujan turun dengan lebatnya. Kata penduduk sekitar, ini adalah hujan lebat pertama sejak kemarau panjang selama tahun 2015 ini.
Alhasil penulis hanya bisa mencapai keramat Watu Jolang. Di sebuah gubuk tak jauh di atas batu keramat itu, penulis beristirahat menunggu hujan reda. Perjalanan ke makam keramat Eyang Santri jelas tidak mungkin dilakukan meski pun hujan akan reda. Kabut yang pekat setelah hujan turun akan menghambat perjalanan kami. Demikian pula medan yang makin berat dan licin karena hujan.
Sesaat setelah hujan reda, hanya menyisakan hawa dingin dan basah, Kang Endang memperlihatkan sesuatu yang aneh yang tidak biasa ia lakukan. Ia bicara dalam bahasa Sunda yang sedikit menceracau.
“Mas ada orang turun di jalan setapak sebelah sana,” tuturnya sambil menunjuk ke arah rimbunnya alang-alang sekitar 400 meter di sebelah kanan kami.
“Ah itu kabut yang mulai turun karena hujan berhenti,” jawab penulis sebab saat itu kabut mulai turun merambah dari atas gunung.
“Sumpah aku ga bohong, ada lebih dari lima orang. Masa kamu ga lihat,” katanya lagi dengan meyakinkan. Raut wajah Endang nampak tegang, seperti ada sesuatu yang membuat ia takut atau mungkin dia sedang berhalusinasi. Sejujurnya, penulis tidak yakin dengan apa yang dikatakan Kang Endang. Ia adalah seorang lelaki pemberani tapi suka bercanda. Dalam hati, penulis merasa ia sedang bercanda untuk membuat suasana sedikit lebih hidup. Sebab sejak hujan tadi, lebih satu jam kami hanya ngobrol ngalor ngidul sambil merokok, minum dan cemilan. Kang Endang mungkin jenuh dengan situasi itu dan membuat candaan supaya lebih hidup.
Tapi rasa penasaran penulis pun terusik. Penulis mulai berkonsentrasi mengalihkan pandangan ke atas, jalan setapak yang tidak terlihat lagi karena tertutup ilalang itu makin tak terlihat karena kabut. Samar-samar dari dalam kabut itu seperti ada benda lain yang bergerak. Sesekali nampak seperti kabut yang berarak ke kiri dan ke kanan tersibak angin. Tapi sesaat kemudian lebih nampak seperti bayangan manusia yang tengah berjalan.
Penulis mulai menyadari akan kehadiran makhluk lain yang turun dari gunung Salak. Dari balik kabut itu samar-samar sosok-sosok manusia berpakaian putih dan coklat menyeruak berjalan tapi seperti melayang. Langkah mereka nampak ringan seperti tak menyentuh tanah. Yah, sekarang penilulis yakin memang benar apa yang dikatakan Kang Endang tadi. Tapi mengapa makhlukmakhluk yang menyerupai manusia itu seperti tak beranjak dari tempatnya. Mereka berjalan tapi sepertinya tak mendekati kami yang sejak tadi duduk di gubuk. Harusnya mereka sudah mendekati kami dan bisa kami pastikan wujudnya.
Tapi sampai kabut itu menipis dan menebal kembali orang-orang itu tak juga sampai ke hadapan kami. Kurang lebih 10 menit penampakan seperti itu bertahan tak berubah. Orang-orang aneh itu bergerak, saling pandang dan berbicara, tapi mengapa tidak ada yang mendekat. Sampai akhirnya orang-orang aneh itu benar-benar hilang tak berbekas. Yang tersisa hanya sedikit kabut tipis yang sesekali menutupi pandangan kami di jalan setapak itu.
Secara logika, seharusnya mereka sudah sampai di hadapan kami dalam 5 atau 10 menit berjalan kaki. Kemudian logika kami pun mengatakan mereka seharusnya akan kembali nampak meski pun mereka akan hilang di belokan yang curam. Tapi sampai setengah jam kemudian, mereka sama sekali tidak nampak. Di jalan setapak yang basah itu tak ada lagi makhluk lain selain pohon’ pohon dan ilalang.
Sesaat penulis berbincang dengan Kang Endang di gubuk itu. Nampak ada rasa khawatir dari tatapan mata Kang Endang. Jujur saja, perasaan lelaki yang satu ini cukup tajam dalam hal mistik. Makanya penulis mengajak ia untuk mengunjungi makam keramat Eyang Santri ini. Kali ini pun terbukti, ia bisa melihat penampakan sejak awal. Dan ketika ia mengajak penulis turun kembali pulang pun tak bisa ditolak. Ia seperti merasakan sesuatu yang akan terjadi berikutnya.
Dan benar, baru saja 100 meter kami turun, kabut tebal kembali turun menyeruak dari sela-sela pohon besar rimba gunung Salak. Seperti badai kabut itu turun cepat sekali tertiup angin yang kami rasakan sangat dingin. Langkah Kang Endang nampak makin cepat seperti ada yang mengejarnya. Jalan setapak yang licin tak lagi kami hiraukan. Kami tak ingin terjebak dalam gelap dan dinginnya kabut itu.
Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah kami tak ingin terjebak di tengahtengah perkampungan siluman gunung Salak. Dari peristiwa barusan, penulis dan Kang Endang meyakini ada sekoloni makhluk halus yang tinggal di sana. Mereka adalah para siluman yang memiliki perkampungan di sana. Mereka akan menjebak manusia dalam gelap dan dinginnya kabut.
Banyak orang yang melakukan kesalahan fatal ketika terjebak kabut tebal di tengah hutan. Mereka nekat menerobos kabut melanjutkan perjalanan, entah itu naik atau turun gunung. Mestinya mereka berhenti berjalan ketika kabut menyelimuti mereka. Akibatnya mereka yang nekat menerobos kabut itu banyak yang terjerumus ke jurang, jatuh tergelincir karena licinnya jalan dan berbagai kecelakaan lainnya. Mereka menjadi korban karena nekat menerobos kabut.
Tapi pada kasus di gunung Salak ini, sepertinya bukan hanya kabut yang menyebabkan banyak orang menjadi celaka. Kabut itu hanya sebagian dari penyebab kecelakaan atau kematian para korban. Penyebab yang lainnya adalah para siluman itu sengaja menjebak manusia di tengah kabut untuk dijadikan korbannya. Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!