Kisah Mistis: AYAM HUTAN DAN ULAR GAIB MUNCUL DI KRENDOWAHONO

0
17

Kisah Mistis: AYAM HUTAN DAN ULAR GAIB MUNCUL DI KRENDOWAHONO

Saat warga di Dukuh Krendowahono ini kerja bakti mau membabat rumpun bambu yang ada di luar areal situs keramat Krendowahono, sekitar awal Agustus 2015, mereka bahu membahu menebang batang bambu satu persatu. Sedang giat-giatnya bekerja, tiba-tiba dari rumpun bambu itu keluar seekor ayam alas (hutan) jantan dan terbang ke angkasa lalu menghilang tak kasat mata berwarna coklat keputihan.

 

Belum hilang rasa terkejutnya itu, dari rumpun bambu menggeliat seekor ular hitam kehijauan sebesar paha, lalu lagi-lagi menghilang. Gemparlah suasana tempat keramat tersebut. Ingin menunjukkan eksistensi apa para gaib di tempat ini?

 

Satu minggu sebelum Kangmas Puspo datang ke hutan Krendowahono, saat duduk-duduk diserambi depan di ‘lincak’ bambu, beliau bercerita, kemarin malam aku merasa berada di sebuah got yang airnya berlumpur dan kotor. Tiba-tiba aku melihat sebuah payung putih dengan penyangga terbuat dari kayu coklat yang di plitur. Juga ada sebuah tongkat bambu hijau berkepala ular tergeletak di comberan. Merasa penasaran, payung aku ambil beserta tongkat bambu berkepala ular itu.

 

Anehnya, ketika aku ambil, tongkat bambu yang kepalanya ular, seperti mau menggigit tanganku. Keanehan lainnya, meski terendam di comberan, kedua benda itu tidak terkena kotoran sama sekali. Seperti bunga teratai, tetap suci meski di lumpur. Aku baru sadar, ternyata got itu kalen (parit) pembatas wilayah punden Krendowahono.

 

Seminggu kemudian, Kangmas Puspo diajak saudaranya dari Bogor, Adimas KRT Puspo Hadiwijoyo, Spi, MM, untuk berziarah ke Hutan Krendowahono. Perjalanan dari rumah sekitar satu jam, sudah sampai di wilayah yang masuk enclave Kalioso ini. Sebelum ke lokasi, menghampiri Mbah Darsono, Kuncen Krendowahono yang sekarang. Beliau ramah dan ‘nyedulur’. Jangan pernah meremehkan arti kuncen, beliau selain masih memiliki trah darah biru, juga pensiunan pegawai Depdagri. Jadi masalah pengalaman hidup dan wawasan, cukup luas.

 

Mbah Darsono cerita, kalau seminggu lalu warga bekerja bhakti, untuk menebang rumpun bambu, yang sebenarnya ada di luar batas hutan Krendowahono. Saat penebangan itu berlangsung, tiba-tiba muncul seekor ayam alas jantan berwarna putih kecoklatan dari rumpun bambu tersebut, meloncat dan terbang ke angkasam lalu hilang lenyap dari pandangan mata. Belum hilang rasa terkejutnya, dari akarakar bambu muncul seekor ular hijau kehitaman sebesar paha, dan juga lenyap secara gaib.

 

“Penebang di atas rumpun bambu langsung loncat ke bawah, untung pakai sepatu boat. Ia terus lari. Anehnya, mas, setelah itu ia sakit, dan baru sembuh ketika diadakan selamatan di tempat ini. Pun juga pemilik lahan rumpun bambu itu juga sakit, bahkan di opname. Harusnya, Untuk menebang sesuatu di tempat wingit seperti Krendowahono, mbokyao diadakan selamatan, istilahnya kulo nuwun gitu,” terang Mbah Darsono.

 

Kemudian Kang Mas Puspo cerita, tentang mimpi atau kejadian yang dialaminya, yang ternyata got tersebut ada di bawah rumpun bambu tersebut, dan kata Kang Mas Puspo, payung putih dan tongkat ular itu juga ada di bawah rumpun bambu itu. “Benar Mbah Dar, di bawah rumpun bambu itu, aku mengambil payung putih dan tongkat ular tersebut,” katanya.

 

Mbah Darsono tersenyum sambil manggut-manggut kepalanya, “Mas Puspo tahu gak, di parit ini yang berkuasa adalah Si wewe Putih, Payung Suci, yang selalu diikuti oleh seekor ular hijau, yang namanya Kyai Gadung Awuk. Kejadian gaib yang dialami Mas Puspo ini bukan halusinasi, tapi sebuah ilham atau petunjuk dari Gusti. Ke depannya pasti sampeyan ‘linggih wae ra kober’ (duduk saja tidak sempat).”

 

Dulu Kang Mas Puspo tidak akan pernah mau diajak ke Hutan Krendowahono ini. Sampai-sampai saudaranya dari Bogor, KRT Puspo Hadiwijoyo, Spi, MM (sengaja penulis tulis lengkap untuk membedakan dengan nana Kang Mas Puspo/Kanjeng Raden Tumenggung Puspowijoyo, SP) membujuknya hingga 2 tahun lebih.

 

Itupun, karena ada kejadian alam, ketika saudaranya telepon mengajak ke Krendowahono, kami sekeluarga sedang di kebun rumah, tiba-tiba dua kali cahaya putih sebesar ‘tampah’ memancar di udara. Malam harinya, beliau didatangi gaib dari Krendowahono, ditunggu di sana. Dia perempuan tua bersih putih kulit dan juga rambutnya memutih semua, yang mengaku bernama Eyang Ratu Bhathari Parvati.

 

Hal ini dibenarkan oleh Mbah Darsono, “Iya, beliau sering ,menuntun saya jika habis bersih-bersih di punden Krendowahono ini. Bahkan beliaulah yang memberi saya Sabuk Timang, yang dulu sempat diperebutkan para Kangjeng Raden Tukon (istilah plesetan: KRT) ngakunya dari Keraton Solo. Akhirnya Sabuk Timang itu hilang kembali ke asalnya di dimensi gaib.”

 

Dalam ramalan Jongko Prabu Joyoboyo, Si Wewe Putih pernah disinggung pula.

 

Penulis mengikuti garwa kinasihku, sowan pada leluhur menghaturkan sungkem bhakti dan tali asih di Selo Kondho. Sebuah gundukan tanah yang ditumbuhi pohon agak besar. Di sinilah Keraton Surakarta caos sesaji hatur bhekti terimakasih karena gaib leluhur Krendowahono sudah rela menjaga ketertiban dan keamanan Keraton Surakarta dari dimensi alusan. Ini dilakukan, karena Krendowahono termasuk keblat papat pepunden yang menjaga keseimbangan alam mikro Keraton Surakarta, beserta Laut Selatan, Gunung Merapi dan Gunung Lawu.

 

“Di mataku Krendowahono, yang hanya tempat sak-megare payung (kecil sekali), oleh Keraton Surakarta Hadiningrat disetarakan dengan Samudra Kidul, Gunung Merapi dan Gunung Lawu. Tentunya ada yang istimewa kan Mas Puspo?” tanya KRT Puspo Hadiwijoyo, Spi, MM.

 

“Ya, jelas ada banget. Tempat ini sejak zaman Kabudhan sudah dianggap sebagai Kabuyutan, sehingga sering diadakan upacara Raja Wedha. Pernah di-suwak (tiadakan) pada era Demak Bintoro, tapi justru keraton Demak Bintoro mengalami reretu bumi (musibah yang berkepanjangan, seperti gempa, wabah penyakit, banjir, laut pasang, dil). Akhirnya oleh para Wali, tradisi ini diadakan lagi, hanya tata caranya termasuk doanya disesuaikan dengan ajaran baru kala itu, yaitu nuansa yang Islamis,” ujar Kang Mas Puspo.

 

Namun lagi-lagi, pada pemerintahan Kartosuro dibawah kekuasaan Paku Buwono II (1726 – 1749), upacara Raja Wedha yang berganti nama menjadi Mahesa Lawung ini ditiadakan lagi atau dihapus sama sekali. Ada kejadian aneh menimpa NgSISKSn Paku Buwono II di hutan Krendowahono ketika mbebedag sato wono (berburu hewan di hutan). Beliau kebingungan dan akhirnya hilang lacak raib entah kemana. Setelah ketemu dan kembali ke Keraton Kartosuro, musibah datang silih berganti.

 

Kekeringan, wabah penyakit, keamanan yang kacau balau, bahkan yang paling parah Keraton Kartosuro menjadi ‘karang-abang’ luluh ludes akibat peristiwa Geger Pecinan. Sampai-sampai PB II terlunta-lunta hingga Jawa Timur, yang akhirnya diselamatkan oleh Kyai Muhammad Besari (Ayahanda Kyai Kasan Besari) pendiri Pondok Pesantren Gebang Tinatar, Desa Tegal Sari, Kabupaten Ponorogo. Atas saran ulama besar nan agung ini, sesaji Mahesa Lawung kembali diselenggarakan, namun keraton yang sudah ‘koncatan wahyu’ itu harus pindah dari Kartosuro ke Surokarto Hadiningrat.

 

Juga Sinuhun mBangun Topo atau Paku Buwono VI, pada hari Kamis Lesi, 9 Suro 1751 Saka/1824 Masehi, dikisahkan beliau berburu sato wono di Hutan Krendowahono. Hingga sore hari, belum juga ada berita tentang keadaan Sinuhun Paku Buwono VI. Padahal seharian berada di dalam hutan Krendowahono yang terkenal gawat kaliwat-liwat, bahkan diistilahkan saking angkernya: jalmo moro jalmo mati (makhluk yang datang tidak kembali/mati). Sampai larut malam juga belum diketahui keberadaan beliau, hingga diberitakan hilang ditelan dedemit hutan Krendowahono. Kabar menyedihkan ini sampai juga ke telinga Kompeni. Bahkan Resident kala itu juga merasa terkejut dan ikut mencari.

 

Padahal di tengah hutan Krendowahono terdapat sebuah batu besar. Di atas batu besar itulah Sinuhun Paku Buwono VI sedang duduk bersila, berhadapan dengan Pangeran Diponegoro. Juga ada Kyai Mojo dan Raden Ajeng Sumirah. Dalam pertemuan rahasia itu Sinuhun mBangun tapa sedang memberi petunjuk pada pamannya, Pangeran Diponegoro, tentang strategi menghadapi Kompeni.

 

Selesai mengatur strategi mengenyahkan Belanda dari bumi Nusantara, kemudian Sinuhun Bangun Topo juga memberikan bantuan dana perang. Juga sipat kandel pada Pangeran Diponegoro berupa sebuah pusaka keraton Surakarta berupa keris Khanjeng Kyai Ageng Sandanglawe (pusaka andalan Pangeran Diponegoro yang selalu disengkelit dibadannya). Tak ketinggalan pula Raden Ajeng Sumirah, isteri Pangeran Diponegoro diberi pusaka berupa pelana kuda bernama Khanjeng Kyai Ageng Sabukangin, lengkap dengen cemethi pusaka Khanjeng Kyai Ageng Janur. Juga tombak pusaka Khanjeng Kyai Tundung Mungsuh diberikan juga untuk menyertai perjuangan mereka.

 

Kemudian oleh Sinuhun Paku Buwono VI, Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, dan Raden Ajeng Sumirah diajak menuju ke sebelah timur, dibawah pohon beringin putih ini Sinuhun mBangun Topo menyerahkan lagi pusaka keraton berupa 5 batang anak panah, besera gendewanya yang bernama Khanjeng Kyai Ageng Sirwindo, yang ditempatkan dalam kantung kulit yang bernama Khanjeng Kyai Ageng Karumbo.

 

Selanjutnya oleh Sinuhun mBangun Topo dijelaskan password (kata kunci) ketika melepaskan mata panah harus terlebih dahulu merapalkan mantra Santiswara, “Ingsun lepasake Kyai Sirwindo, Hanuncepo gundhule Walondo kang hambeg kumawoso” (Aku lepaskan Kyai Sirwindo, menancaplah ke kepala orang Belanda yang merasa berkuasa). Kemudian pasukan Pangeran Diponegoro diberi nama Laskar Bulkiyah (Barisan Bulkiyo). Kemudian mereka semalaman meditasi di bawah pohon beringin putih.

 

Di malam 9 Suro itulah, mereka mendapat anugerah dari Gusti Kang Akaryo Jagad, masing-masing menerima wahyu. Sinuhun mBangun Topo atau Paku Buwono VI menerima Wahyu Kedathon, yaitu Wahyu Cakraningrat (seperti yang tersurat dalam Pustaka Serat Sudamaia). Meski beliau akhirnya dibuang dan dibunuh di Ambon, tapi putranya Raden Duseno, akhirnya naik tahta dan menjadi Sinuhun Paku Buwono IX

 

Dari beliaulah lahir Raja Hamukti Wibowo, yaitu Sinuhun Paku Buwono X. Juga turunnya wahyu keprajuritan wanita, Wahyu Jayaningrat pada dua senopati wanita yang diikut sertakan pada barisan Pasukan Diponegoro. Senopati wanita ini dalam sepak terjangnya, banyak sekali membantai Kompeni dan antek-anteknya. Dialah Dewi Mariyah dan Dewi Marwiyah. Belanda pun sangat ketakutan dengan dua wanita senopati ini. Bahkan Pangeran Diponegoro juga mendapatkan wahyu, yang bernama Erucakra. Makanya beliau juga sering disebut-sebut sebagai Sultan (H) Erucakra. Kyai Mojo mendapat Wahyu Ngulomo Agung.

 

“Secara supranatural, di sebelah barat beringin putih itu merupakan pintu gerbang kerajaan gaib, yakni dalam alam kasat berupa sendang, yang dikenal dengan nama Sendang Sihna, yang disampingnya adalah Watu Gelang,“ kata Kang Mas Puspo.

 

Saat Kang Mas Puspo meditasi di Watu Gelang dekat sendang Sihna ini, beliau mendapat petunjuk yang cukup nggegirisi dalam pemerintahan di negeri ini, berupa sasmita kandha gaib, Jebeng, ngati-ati, geni murub tan keno pati (dipateni).” (artinya: Angger, hati-hati, api menyala tidak bisa mati).

 

Apakah tradisi Mahesa Lawung yang dianggap kuno perlu ditampilkan ke depan lagi? Entahlah. Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!