Kisah Mistis: PARA SUAMI PENJUAL ISTRI

0
5

Kisah Mistis: PARA SUAMI PENJUAL ISTRI

Danau Tempe, Sanur, ternyata menyimpan sisi kehidupan yang sangat menarik. Kawasan yang terkenal sebagai ajang transaksi seks komersial dari berbagai usia ini menjadi salah satu tempat para suami menjual isterinya. Mengapa para suami itu tega melacurkan isteri-isterinya…?

 

Sejahat-jahatnya manusia, hampir mustahil ada yang sampai melakukan hal yang tak terpuji seperti kisah para suami yang menjual isterinya ini. Tapi kenyataan ini sungguh-sungguh terjadi. Masalahnya, mengapa para suami bisa berbuat sebejat ini? Tentu saja tersimpan misteri yang tak bisa dipecahkan dengan akal sehat. Namun mencari kambing hitam yang paling gampang adalah pasti karena faktor ekonomi. Seperti yang dilakoni Bunari dan beberapa suami bejat yang lain. Bayangkan, setiap senja menjelang, Bunari selalu mengantarkan isterinya yang akrab disapa Pur, 32 tahun, untuk mencari mangsa. Pur yang sudah berdanda menor itu diantar Bunari

 

berangkat ke “tempat kerja” -nya di kawasan Danau Tempe. Sanur. Memang, kawasan ini terkenal dengan ratusan PSK dari berbagai tingkatan usia. Ada yang ABG, ada yang STW. Bahkan, ada juga yang hamil. Tak kalah unik, di antara PSK itu atau ada janda, ada juga yang masih bersuami.

 

Keseharian Bunari adalah tukang kayu di kawasan Jalan Suwung Kangin, Denpasar Selatan. Tapi bila senja menjelang, dengan rasa percaya diri dan tanpa cemburu dia mengantar isterinya berbisnis “apem segar” di kawasan esek-esek terbesar di Bali itu.

 

Di Danau Tempe, sejak matahari tenggelam sampai menjelang Subuh tak kurang dari 10 pasang suami isteri seperti Bunari melakukan praktek tanpa malu-malu. Banyak tetangga, tamu kompleks dan tukang parkir yang prihatin melihat mereka.

 

“Kok teganya isteri sendiri diperjual-belikan seperti menjual makanan saja,” ungkap Dewa Sunaga, 27 tahun, tukang parkir di tempat itu.

 

Menurut Dewa, pasangan suami isteri yang tega menjual isterinya itu sudah menggejala sejak 10 tahun yang lalu. “Setahu saya, mereka punya surat kawin yang sah. Saya pernah dikasih tunjuk oleh salah seorang dari pasangan itu,” tambah Dewa.

 

Di kalangan orang Bali, perbuatan suami yang tega menjual isterinya diyakini akan terkena kutukan leluhur. Kepercayaan ini dimungkinkan kebenarannya karena orang. Bali kawin dengan menggunakan sistem trisaksi, yakni disaksikan keluarga, buta saksi, dan juga dewa saksi. Kalau terjadi penjualan isteri seperti itu disebut laknat dan pasti dikucilkan oleh banjar.

 

Anehnya, bagi kebanyakan lelaki hidung belang pengunjung di Danau Tempe, mereka malahan merasa aman berkencan dengan pelacur yang ada suaminya.

 

“Soalnya kalau memacari yang tanpa suami bisa kita yang dijerat sampai ludes segalanya dan cerai oleh isteri kalau ketahuan,” ungkap Ngurah Eka Pratama, 30 tahun, pengunjung setia Danau Tempe.

 

Sementara, beberapa pasangan yang menjalani hidup dari menjual kehormatan ini menganggap difinya terkena suatu musibah. Hal ini sesungguhnya terpaksa mereka lakukan karena hasil kerja keras sebagai kuli atau menjadi buruh tukang cuci tidak mencukupi.

 

“Apabila anak saya semuanya sekolah di Jember, hasil jadi buruh sangat minim, maka terpaksa saya mencari tambahan dengan kerja disini,” tutur Pur, pekerja seks asal Kalisat, Jember, yang bersuamikan Bunari.

 

Kisah serupa juga dialami oleh Endang, 28 tahun. Ibu rumah tangga kelahiran Situbondo, Jatim, ini awalnya hidup rukun dengan suaminya Yono, di kampung yang letaknya di lereng pegunungan. Suaminya yang beda usia 10 tahun sempat menjadi juragan tembakau, bahkan sampai menjadi pengepul dan mengirim hasil rajangan tembakaunya ke pabrik di Kediri.

 

Tapi karena persaingan tidak sehat, bisnis suaminya bangkrut. Malahan menyisakan utang yang tak sedikit. “Saya terpaksa kerja kotor begini untuk menyicil utang akibat bisnis tembakau itu,” papar Endang, sedih. Dia mengaku mendapat restu suaminya untuk bekerja sebagai PSK.

 

Lain lagi kisah Mimin yang masih berstatus sebagai isteri sah dari Mataji. Dikatakan olehnya, sebelum Mangku Pastika, Kapolda Bali, rnelarang tajen Mataji, suaminya, adalah Bandar Capjiki di setiap tajen yang diadakan di dalam areal Kodya Denpasar.

 

“Begitu tajen dilarang, Capyiki ikut kena imbasnya. Mataji malahan diuber intel, padahal tanggungan kami banyak. Akhirnya terpaksa saya membantunya dengan bekerja di sini menawarkan kehangatan tubuh saya,” tutur Mimin, 27 tahun, dengan nada sendu menutupi kesedihannya.

 

Sedangkan Suli, 50 tahun, sempat menjadi tukang cukur rumput di hotel berbintang di kawasan Renon. Tapi karena Bom Bali Il, hotelnya mengalami krisis pengunjung, diapun di PHK.

 

“Terpaksa saya dan ibunya anak-anak, melakoni pekerjaan hina ini. Tapi bagaimana lagi, saya masih menanggung mertua, ponakan dan ipar. Biarpun kata orang bejat, ketimbang mencuri sepertinya jalan ini lebih baik,” tutur Suli seperti mencari pembenaran akan tindakannya.

 

Sri, 40 tahun, isteri sah Suli yang memberinya 4 anak yang semuanya sudah berkeluarga itu, sebelum terjun di Danau Tempe be um pernah menjalani profesi sebagai PSK.

 

“Makanya banyak tamu saya bilang kalaupun saya sudah STW tapi barananya bisa diadu dengan yang muda,” tutur Sri sambil menyeruput teh manis yang dibelikan oleh pelanggannya.

 

Sum 31 tahun, sempat menjadi germo di Gilimanuk sebelum terjun menjadi perempuan penjaja cinta di pengkolan Kuta. Suaminya yang bernama Gendon, 43 tahun, sempat menjadi calo motor.

 

“Saat Bom Bali I, bisnis lesu, komplek saya di Gilimanuk digusur tramtib. Ketimbang kelaparan akhirnya saya menjajakan diri di sini,” ujar ibu 3 anak yang sudah beranjak dewasa ini.

 

Sum mengaku seperti berkhianat juga pada suami yang mengawininya secara sah itu. Namun karena kebutuhan demi menghidupi anak-anaknya dia terpaksa melakoni kehidupan ini dengan tabah dan sabar, sambil setiap saat berharap agar prahara hidup ini segera berakhir.

 

“Awalnya suami saya keberatan. Tapi tantangan hidup yang semakin hebat memaksanya untuk menyerah kalah,” cetusnya.

 

Sementara itu, ada juga pasangan suami isteri asal Probolinggo, Jatim, yang secara sadar menjual isterinya demi gaya hidupnya yang lebih baik. Di kampungnya yang banyak pohon mangga itu, Rasminan, 38 tahun, terkenal hidup arogan. Ibaratnya, saat tetangganya masih menggunakan sandal jepit, dia sudah memakai sepatu Ciko yang harganya di atas 100.000 ribu rupiah. Padahal saat pertama ke Bali, Rasminan hanyalah pengumpul kaleng dan kardus di kawasan Nusa Dua.

 

“Karena gaya hidup suami saya memang terlalu tinggi. Padahal hasil jadi pemulung kecil, terpaksalah saya dikorbankan dengan menjual diri di sini,” tutur Warni saat ditemui di kompleks Aseman Nusa Dua.

 

Bukannya prihatin, Rasiman malahan semakin petantang-petenteng dengan uang yang diperoleh Warni dari menawarkan kehangatan tubuhnya. Kini, Warnipun tak bisa menentukan kapan dia bisa keluar dari lembah nista tersebut.

 

Pasangan suami isteri Rom dan Ujang, punya kisah berbeda. Rom terjun ke dunia maksiat secara tidak sengaja. Awalnya Ujang, 32 tahun, yang tukang sepatu di kawasan Gang Pasiran, Kuta, termasuk sukses dibandingkan teman-temannya. Tapi karena pelanggan yang memesan sepatu kebanyakan perempuan nakal, lama kelamaan isterinya, Rom, 27 tahun, yang memberikan 2 anak itu, ikut-ikutan tergoda.

 

“Ternyata hasil menjual diri itu lebih besar, ketimbang membuat sepatu. Tak perlu terbungkuk-bungkuk, uangnya gede lagi,” ungkap Rom saat ditemui di kawasan Kuta suatu malam. Ketika itu, Ujang sang suami tampak ketiduran diemperan toko yang malam itu sudah tutup. Dia dengan setia menemani isterinya mencari mangsa. Bila Rom sudah ketemu mangsa dan “bersiap tempur”, Ujang pun balik kanan, pulang ke tempat kosnya di kawasan gang Pasiran Kuta.

 

“Tapi, kalau misalnya tamunya hanya booking satu jam, suami saya kadang ikut ke hotel, biar saya pulang tak naik taksi. Kan bisa ngirit,” tutur Rom, terus terang.

 

Sang suami, Ujang mengaku tidak rikuh sedikitpun melihat isterinya bergandengan tangan masuk kamar hotel bersama tamunya. Bahkan dia menyebutkan bahwa tetangga, mertua dan iparnya sudah tahu kalau di Bali suami isteri ini menjalani hidup yang tidak benar. Tapi bagi Rom mulut usil lingkungan dianggap angin lalu saja.

 

“Biarlah mereka menghujat semuanya karena mencari uang itu sangat susah sekarang ini. Ibaratnya harus berkeringat darah dan berbungkuk tulang,” tutur Rom dengan nada tinggi.

 

Dia dan Ujang pun mengaku merasa berdosa berkhianat pada mahligai perkawinan yang seharusnya dijaga kesakralannya. Tapi keduanya mengaku pasrah dan dengan sadar meyakini bahwa nantinya akan ada dosa yang mesti mereka tanggung berdua akibat segala perbuatan yang tidak berperikemanusiaan tersebut. Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!