Kisah Mistis: MUSTIKA INTAN MERAH PEMBERIAN SULTAN SURIANSYAH
Yasin, seorang Spiritualis yang tinggal sekitar 500 meter dari makam Sultan Suriansyah, punya pengalaman unik. Dia diberi sebuah mustika yang disebat sebagai Mustika Intan Merah…
Setiap tanggal 24 September, Wali Kota Banjarmasin dan para pejabat penting daerah setempat lainnya, bisa dipastikan akan berziarah ke makam Sultan Suriansyah. Kegiatan yang sudah menjadi semacam agenda resmi pada intinya dimaksudkan untuk memperingati apa yang disebut sebagai h
Kari Kamanangan Sang Sultan Haris tersebut sekalian, juga dijadikan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin.
Dalam kegiatan sosial ini, para pejabat dan warga Banjarmasin pada umumnya akan berdoa bagi arwah Raja Banjar pertama yang beragama Islam ini. Seperti dimaklumi, sosok Sultan Suriansyah ini sampai sekarang sangat dihormati di Banjarmasin.
Yasin, seorang Spiritualis yang tinggal sekitar 500 meter dari makam Sultan Suriansyah yang terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjar Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengaku sering tirakat di makam sultan pertama Banjar. Dari hasil olah bathin inilah terjadi hubungan yang erat antara aura Yasin dengan aura makam Sultan Suriansyah, yang terletak persis di tepi sungai Kuin tersebut.
Karena jalinan harmoni bathin tersebut, dikisahkan, pada suatu ketika dimalam Senin (dia lupa tanggalnya), saat dirinya sedang tafakur di kamar meditasi, Yasin melihat cahaya merah keluar dari makam Pangeran (Sultan) Sunangyah. Cahaya aneh itu terus melesat ke angkasa, lalu menghilang entah kemana.
Anehnya, tak lama kemudian setelah terjadinya fenomena ini, Yasin mendapat petunjuk berupa suara gaib, yang kira-kira begini, “Yasin, cahaya merah itu berasal dari intan merah yang terpendam di sekita makam Sultan Suriansyah. Barang itu telah menjadi jodohmu. Ambillah!”
Untuk mengambil benda tersebut dari alam gaib, tentu bukanlah pekerjaan mudah dan bisa dilakukan dengan begitu saja. Langkah pertama yang harus dilakukan Yasin adalah mempersiapakan uborampe yang meliputi: darah ayam cemani, bunga telon (bunga 3 macam), minyak Al Jin, dan Madat Turki. Setelah semua siap, ritual penarikan pun dilakukan pada malam Jum’at.
Ba’da sholat Isya, Yasin berangkat dengan berjalan kaki tanpa menggunakan alas 2 kaki sejauh 500 meter. Ini dilakukan memang sesuai dengan petunjuk gaib yang diterimanya. Sesampainya di makam Sultan Suriansyah, dia meletakkan piring putih, yang kemudian ayam jago cemani disembelihnya agar darah hewan ini tertampung di piring putih tersebut. Setelah itu darah dituangi minyak Al Jin. Selanjutnya Yasin membakar Madat Turki. Sedangkan bunga talon ditaburkan di sekitar piring putih polos tersebut.
Setelah semua sesajen telah dipersiapkan, menjelang tengah malam, Yasin mulai tafakur dengan membaca doa penyambutan yang cukup lama, yakni sekitar satu jam lebih. Nuansa spiritual mulai terasa menguat. Menjelang tengah malam terjadi perubahan energi hawa mistis di tempat ini. Rupanya, perubahan ini menandai munculnya sosok gaib berwujud laki-laki tinggi besar dengan memakai baju kebesaran seorang raja. Sosok ini diam tanpa bersuara.
Setelah Yasin melakukan sembah bakti, gaib itu pun melemparkan sesuatu ke dalam piring yang berisi darah ayam cemani bercampur minyak Al-Jin. Apa yang terjadi eladjut sungguh aneh. Seketika itu darah ayam cemani yang telah bercampur minyak Al-Jin mendadak mengering, bahkan tanpa sisa sedikitpun.
Sadar kalau ritualnya telah diterima, Yasin kembali menghaturkan sembah sebagai tanda terima kasih. Seketika itu sosok gaib tadi menghilang.
Dengan dada berdebar-debar, Yasin mengambil benda yang ada dipiring putih polos tadi. Ketika diamati, ternyata benar… benda tersebut berupa cincin dengan batu merah yang bertengger di atasnya.
“Inilah yang saya yakini sebagai Intan Merah!” tandas Yasin, menuturkan ceritanya yang mendebarkan tersebut.
Dia juga menambahkan, karena mendapatkannya dengan cara gaib, maka intan tersebut dapat dikategorikan sebagai Mustika Intan Merah.
“Setelah mendapatkan Intan Merah itu, saya menyimpannya di dalam kantung hitam yang memang telah memang sudah saya persiapkan sebelumnya,” Yasin kembali berkisah.
Sesampainya di rumah, keesokan harinya, Intan merah ini dia bersihkan, dan memang berwarna merah muda, sepintas mirip Merah Delima. Menurut bahasa bathin Yasin, Intan Merah ini memiliki daya perbawa gaib untuk pengasihan, dimuliakan orang, memajukan usaha, penangkal black magic, tolak balak, dan lain sebagainya.
“Uniknya lagi, apabila sedang dipakai, kemudian warnanya akan berubah pucat, maka ini merupakan suatu firasat atau pertanda akan ada bahaya yang akan datang,” lanjut Yasin.
Lantas, siapakan sosok gaib dengan pakaian kebesaran seorang raja yang memberikan Intan Merah tersebut kepada Yasin? Adakah dia gaib dari Sultan Suriansyah yang begitu dihormati di Kota Banjarmasin?
Untuk mengenal sosok Sultan Suriansyah, perlu kiranya pembaca mengetahui perjalanan dan perjuangan hidup insan mulia ini. Di kalangan kebatinan, dan bagi penulis sendiri, lebih suka menyebut tokoh ini sebagai Wong Agung Ing Kutho Banjar Sultan Suriansyah.
Dikisahkan, di tanah Bomeo, dahulu telah berdiri kerajaan yang bemama Daha, yang didirikan oleh Putri Kalungsu dan putranya, Raden Sri Kabrangan alias Sekar Sungsang, yang bergelar keagungan Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Keluarga bangsawan ini penganut agama Hindu Syiwa, hal ini dapat dilihat dengan didirikannya candi dan lingga terbesar di Kalimantan Selatan, yang dikenal dengan nama Candi Laras.
Penggantinya benama Maharaja Sukarama. Sayangnya, pada pada masa pemerintahan Raja Sukarama inilah negeri Daha selalu dilanda pergolakan politik. Raja ini mengamanatkan, kalau penggantinya kelak adalah cucunya yang bemama Pangeran Samudra.
Karena intrik politik, wasiat raja ini tak diindahkan, justru yang naik tahta adalah Pangeran Mangkubumi. Sayang tak lama, dia terbunuh oleh kerabatnya sendiri, Pangeran Tumenggung, yang kemudian menobatkan diri sebagai penguasa Kerajaan Daha.
Pewaris sah tahta Daha, yakni Pangeran Samudra, dapat meloloskan diri dan menyamar di tempat sepi di sekitar Muara Sungai Barito. Dari Muara Bahan, Bandar Utama Nagara Daha, jika mengikuti aliran sungai hingga ke muara Sungai Barito, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar (berderet-deret), melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung tersebut adalah: Balaean, Sarapat, Muhur, Tamban, Kuin, Balitung dan Banjar. Di antara kampung itu, Banjar yang paling bagus letaknya karena di bentuk oleh lima aliran sungai yang muaranya bertemu di sungai Kuin. Makanya sungai Kuin ini kalau secara spiritual kekuatan magisnya sangat tinggi. Dan sangat bagus bila digunakan untuk tapa kungkum. Seiring waktu berjalan, kampung Banjar berkembang menjadi bandar kota perdagangan yang ramai dan banyak di kunjungi kapal-kapal dari brbagai negeri. Bandar ini dibawah kekuasaan seorang patih yang bernama Patih Masih.
Patih ini mengetahui kalau Pangeran Samudra adalah pewaris tahta yang sah kerajaan Daha, dan sang Pangeran ada di wilayahnya. Karena itulah dia kemudia mengajak patih lainnya, yakni para patih yang berkuasa di Balit, Muhur, Balitung dan Kuin untuk berunding. Mereka sepakat untuk mengangkat Pangeran Samudra yang masih berada di tempat persembunyiannya untuk dinobatkan menjadi raja, sesuai wasiat Maharaja Sukarama.
Dengan dinobatkannya Pangeran Samudra dan Bandar Masih sebagai pusat kerajaan sekaligus bandar perdagangan, maka semakin terdesaklah kedudukan Pangeran Tumenggung.
Tampaknya, Pangeran Samudra juga mencontoh perkampungan nelayan Glagah Wangi, sebuah bandar kecil yang akhirnya menjelma menjadi kerajaan besar. Itulah kerajaan Demak Bintoro, sebuah negara yang muncul setelah meredupnya cahaya Majapahit.
Pangeran Tumenggung yang merasa kedudukannya mulai terancam, menyiapkan pasukan besar-besaran. Diturunkanlah armada ini di sungai Barito, sehingga terjadi perang yang sangat dahsyat.
Karena kekuatan armada perang kerajaan Daha yang sangat besar dan sulit ditandingi, Patih Masih menyarankan agar Pangeran Samudra meminta bantuan ke Jawa, tepatnya kepada Kerajaan Demak. Maka, kemudian diutuslah Patih Balit sebagai duta. Ternyata Demak Bintoro mengyetujui memberikan bantuan, dengan satu permintaan agar Pangeran Samudra mau memeluk Islam. Pangeran Samudra bersedia menerima syarat ini.
Berangkatlah armada Demak dengan pasukan besar menuju Borneo. Setelah bergabung dengan pasukan pangeran Samudra dan sekutunya, maka kerajaan Daha digempur. Kontak senjata pertama terjadi Sangiang Gantung. Balatentara Pangeran Tumenggung berhasil dipukul mundur di muara sungai Amandit dan Alai. Panji-panji pangeran Samudra, Tatunggul Wulung Wanara Putih, semakin berkibar di tempat-tempat taklukannya.
Melihat korban berjatuhan, hati Arya Terenggana, Patih Nagara Daha sedih, maka dia mengusulkan untuk menghindari korban dari kedua belah pihak lebih banyak dengan mengadakan perang tanding antara Pangera Samudra dan Pangeran Tumenggung. Dan usul ini diterima oleh kedua belah pihak.
Demikianlah perang tanding itu digelar, dengan satu ketentuan, bahwa siapa yang kalah harus mengakui kedaulatan pihak yang menang.
Di Sungai Parit Besar, keduanya saling berhadapan. Dengan gagahnya Pangeran Tumenggung yang sakti mandraguna ini siap binasakan keponakannya sendiri. Sebaliknya, Pangeran Samudra justru mempesilakan pamannya untuk membunuh dirinya. Dia rela mati di tangan orang tua yang masih dihormatinya itu. Melihat luluhnya hati senopati perang dan raja perkasa ini, Pangeran Tumenggung melempar peralatan perangnya dan memeluk sang kemenakan dengan erat. Ini sekaligus menjadi pertanda bahwa Pangeran Tumenggung rela menyerahkan kekuasaannya pada Pangeran Samudra.
Setelah pertikaian berakhir, Pangeran Samudra tetap bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan, sebab dengan muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan, maka ekonomi negara akan maju dengan cepat. Rakyat nagara Daha diboyong ke Banjar Masih. Pangeran Tumenggung sendiri diberi kedudukan di kedudukan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk, Negara Daha pun dikosongkan.
Pangeran Samudra setelah masuk Islam dan menjadai raja bergelar Sultan Suriansyah. Dari kemenangan pada tanggal ini 24 September dijadikan hari jadi kota Banjar Masih, atau yang akhimnya menjadi Banjarmasin.
Ada cerita tersendiri kenapa Banjar Masih kemudian berganti menjadi Banjar Masin. Ini terjadi karena setiap musim kemarau yang panjang air di daerah setenipat menjadi asi. Lama kelamaan nama Banjar Masih menjadi Banjar Masin, sampai sekarang ini.
Tampaknya Sultan Suriansyah sangat dicintai rakyat Banjarmasin. Ini terbukti makamnya hingga sekarang masih terawat dengan baik dan tak pernah sepi dikunjungi para peziarah, terutama yang berasal dari Banjarmasin dan sekitarnya.
Sementara itu, sekaitan dengan pengalaman Yasin yang telah mendapatkan Intan Merah di makam Sultan Susansyah, hingga kini dia masih menyimpan yang disebut sebagai kenangannya dari alam gaib tersebut. Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!