Petualangan Astral: BENUA ATLANTIS
Sebuah benua yang disebutsebut sebagai salah satu “Lost Continent” di Bumi. Namanya pertama kali dikenal saat Plato menuliskan tentang ciri-cirinya di dalam karya bukunya.
Sebagian orang percaya akan keberadaannya yang pernah hidup bersamaan di era peradaban bangsa Mu atau Lemuria eksis. Beberapa ahli telah melakukan penelitian untuk mencari di mana sebenarnya letak benua Atlantis.
Di antara ahli Geologi yang percaya eksistensi benua Atlantis adalah Prof. Arysio Santos, penulis buku yang berjudul “Atlantis: The Lost Continent Finally Found”. Dengan berani ia membuat simpulan, bahwa benua Atlantis dulunya berada di Indonesia. Meski tentu saja banyak pihak yang membantah akan pendapatnya tersebut.
Atlantis 23.225 SM
Nama Atlantis bukan lagi sesuatu yang asing bagi kita. Ia seringkali disebut dalam karya-karya fiksi, baik dalam novel ataupun film bergenre fantasi. Seringkali Atlantis digambarkan sebagai sebuah peradaban kehidupan bawah laut di mana Poseidon menjadi rajanya.
Nama “Atlantis” sendiri konon pertama kali diungkapkan oleh seorang filsuf dan juga matematikawan asal Yunani, Plato. Ia menuliskan mengenai ciri-ciri lokasi Atlantis dalam karya bukunya yang berjudul Timaeus dan Critias. Pendapat orangorang mengenai Atlantis pun beragam. Ada yang menganggapnya benar-benar ada, ada pula yang menganggapnya hanya sekadar legenda, karangan atau khayalan semata.
Saat aku menelusuri Stonehengel, aku mendapatkan informasi bahwa bangsa Atlantis pernah membuat gara-gara dengan salah satu peradaban dari galaksi Andromeda di sekitar wilayah Stonehenge berada. Sehingga mereka pun kembali ke planet asal mereka dan tak pernah lagi mau mengunjungi Bumi, karena intervensi dari bangsa Atlantis ini.
Selain itu, setelah mendapatkan kesempatan berkunjung langsung ke planet Lemburdhia?2, nama bangsa Atlantis semakin sering kudengar. Ini mungkin menjadi petunjuk bagiku untuk segera menelusuri seperti apa sebenarnya peradaban Atlantis yang begitu terkenal itu.
Awal perjalananku untuk menelusuri Atlantis mendapatkan kendala. Ini adalah kendala yang sama saat aku ingin menguak rahasia yang ada di Nazca Lines, Peru. Setelah menggunakan salah satu portal ruang-waktu bersama Sramvita dan Mynthalla, kami berkali-kali terlempar ke beberapa tempat secara acak. Sulit sekali untuk bisa menuju tempat di mana peradaban bangsa Atlantis berada.
Usai mencoba beberapa kali dan kerap kali gagal menuju tempat yang kami harapkan, kami pun memutuskan untuk kembali melakukan cara yang sama saat kami menelusuri Nazca Lines. Kami segera menuju ke Sphinx dan mendekati sebuah “armillary Sphere” yang ada di sana. Tampak seorang penjaga bersosok Anubis di belakang sphere tersebut.
“Vantrala, mau apa lagi kau ke sini?” ujar sang Anubis penjaga.
Ya, ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Setiap kali aku mengunjungi Sphinx, dia selalu ada dengan setia menjaga sphere yang ada di dalamnya.
“Kamu sudah tahu kan maksud kedatanganku ke sini?”
Sebenarnya portal yang ada di Sphinx tidak bisa diakses secara umum. Aku diberi izin akses portal tersebut karena pernah menolong Anubis yang bernama Kramonthenap mendapatkan kembali barang yang pernah dicuri seorang astral traveler.
Dengan wajah pasrah, sang Anubis penjaga akhirnya tak banyak berkata-kata setelah kami memperlihatkan benda yang dihadiahkan Kramonthenap kepada kami. Tak panjang bicara, kami pun segera melewati portal Sphinx. Dengan sekejap, kami berpindah tempat dan berada di sebuah perairan, tepatnya dekat dengan sebuah pantai.
Dari kejauhan bisa terlihat dengan jelas sebuah bangunan piramida raksasa berwarna putih di seberang daratan sana. Ukuran piramida ini sangat besar. Beberapa kali lebih besar dibanding ukuran Piramida Giza. Aku bertanya pada Krieva secara telepati mengenai kapan tepatnya kami berada di saat itu. Ia pun menyampaikan bahwa kami berada di tahun 23.225 SM.
Kami merapat ke daratan dan memasuki area taman yang indah. Arsitekturnya tak bisa kujelaskan. Unik, bahkan tak berlebihan jika kugunakan kata “aneh”, saking tak pernah kulihat desain yang menyerupai desain arsitektur yang ada di sana.
Terlihat juga sebuah gazebo di salah satu titik di taman tersebut.
Ada beberapa orang yang kulihat. Mereka pada umumnya menggunakan pakaian berbahan kain halus berwarna putih dan tampak ringan. Saking halusnya, kain pakaian mereka tak terlihat bekas lipatan. Selain itu kainnya tak terlalu tebal. Sekilas mengingatkanku pada mode berpakaian orang-orang Romawi atau Yunani kuno.
Kami berpapasan dengan seorang pria yang wajahnya dipenuhi kumis dan jenggot. Usianya mungkin sekitar awal 40 tahun.
“Maaf, kami izin bertanya. Kami ingin banyak mengetahui mengenai kehidupan di daerah sini. Kirakira ke mana kami harus pergi?” tanyaku kepada pria tersebut.
la melihat ke arahku dengan tatapan seperti melihat orang asing dengan sedikit bumbu rasa curiga.
“Memangnya kalian dari mana?” tanyanya masih dengan pandangan menyelidik.
“Kami datang dari sebuah tempat yang di masa depan disebut benua Lemuria.”
“Oh, tempat para saudara jauh kami.” Ekspresi wajahnya agak melunak setelah mendapatkan jawaban dari mana kami berasal.
“Jadi adakah tempat yang bisa kami kunjungi untuk mendapatkan beberapa informasi?”
“Bukankah perpustakaan jadi tempat yang paling tepat?” Pria itu menunjuk ke sebuah bangunan yang didominasi warna merah marun, namun warnanya lebih cerah dari marun pada umumnya.
Kami pun mendekati bangunan yang disebut oleh pria tadi sebagai perpustakaan. Saat memasukinya, aku tak melihat satu pun buku yang ada di dalamnya. Dinding bangunannya tampak licin dan halus, seperti marmer. Intinya, aku sama sekali tak mendapatkan kesan bangunan ini merupakan sebuah perpustakaan.
“Hai, maaf sebelumnya. Kalau aku boleh tahu, siapa kalian?”
Seorang gadis berambut panjang diikat berwarna merah atau marun gelap sepanjang setengah pinggang datang dari arah belakang kami.
“Maaf kami masuk tanpa izin. Itu karena pintu ruangannya terbuka. Jadi kami masuk saja. Perkenalkan kami datang dari masa depan.” Aku mencoba memberikan penjelasan sebisaku.
“Dari masa depan? Bagaimana kalian bisa datang ke sini? Mesin waktu?”
Aku menggeleng. Belum sempat aku memberikan penjelasan, dia sudah memberikan pertanyaan yang berikutnya.
“Jadi apa yang ingin kalian lakukan di sini?” “Tadi kami bertemu seseorang dan mengatakan bahwa ini adalah perpustakaan. Apa benar demikian?”
“Ya ini adalah perpustakaan kami.”
Aku masih belum paham maksud dan konsep perpustakaan di peradaban Atlantis. Hingga aku menyadari bahwa semua bangunan perpustakaan ini dilapisi dengan lapisan kristal.
“Oh ya, boleh kami tahu nama Nona siapa?” tanyaku.
“Capalluc,” jawabnya singkat. Sebuah nama yang
lagi-lagi terdengar amat sangat asing di telinga.
“Bisa Nona jelaskan bagaimana cara mendapatkan informasi atau data di perpustakaan ini?”
“Oh, kamu perlu memiliki ini!” tunjuk Capalluc ke kalung yang terdapat kristal kecil di tengahnya.
“Kalung kristal?”
“Kristal yang terpasang di sini merupakan kalung yang berisikan data DNA masing-masing orang. Jenis kristalnya pun harus disesuaikan dengan orangnya.
Jadi tidak boleh sembarangan.” Capalluc sangat bersemangat sekali memberikan penjelasan. Cara dia berbicara pun cukup cepat. Aku bisa merasakan kalau dia termasuk orang yang sangat energik.
“Apakah aku bisa memiliki kalung dengan fungsi yang sama sepertimu?” Awalnya ini hanya sebuah pertanyaan basa-basi. Tapi tak kusangka Capalluc memberikan jawaban yang tak kuduga.
“Tentu saja. Ayo, ikuti aku!”
Kami berjalan ke sebuah ruangan di mana terdapat beberapa jenis kristal yang tak kuketahui namanya.
“Kristal yang cocok untukmu adalah Amethys.” Capalluc menunjukkan sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Entahlah, aku tak terlalu mengerti namanama warna. Warnanya lebih cenderung ke gelap.
“Aku minta sehelai rambutmu!” pinta Capalluc. Aku pun memberikannya. Diletakannya kristal biru di sebelah kiri pada papan canggih yang tak kumengerti apa fungsinya. Sementara sehalai rambutku diletakkan di sebelah kanannya.
Dari proses yang kulihat, Capalluc sepertinya mengirimkan data DNA milikku yang terdapat di sehelai rambut tersebut untuk dimasukkan ke kristal biru.
“Kamu mau kristal ini dibentuk seperti apa?” Gadis itu memberikanku sebuah penawaran. Aku terdiam sejenak. Bingung.
“Hmm, bagaimana kalau heksagonal saja?” usulku tiba-tiba saja teringat pada bentuk sarang madu.
“Sebuah pilihan yang bagus!” serunya. Tak lama kemudian, kristal biru itu sudah berbentuk heksagonal sesuai permintaanku dan sudah ditempelkan dengan kalung. “Pakai ini. Setelah menggunakan ini, kamu bisa mengakses data atau informasi dari perpustakaan ini.” “Jadi fungsinya hanya untuk itu?” “Tentu saja tidak. Justru kalung ini merupakan benda yang paling penting dalam kehidupan kami. Dengan kalung ini kami bisa saling berkomunikasi satu sama lain meski berada di tempat yang saling berjauhan.”
Penjelasan Capalluc yang barusan mengingatkanku pada fungsi telepon genggam atau smartphone yang sudah menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan peradaban manusia Bumi saat ini.
“Boleh kucoba sekarang?” Aku sudah tak sabar ingin mengetahui cara kerja kalung kristal ini untuk mendapatkan data ataupun informasi.
“Silakan.”
Kami kembali ke ruangan yang tak jauh dari pintu masuk utama berada. Aku berdiri menghadap ke salah satu sisi dinding dan memusatkan konsentrasiku untuk mendapatkan informasi yang spesifik. Data yang ingin kuperoleh adalah mengenai teknologi yang paling membanggakan bagi bangsa Atlantis saat itu.
Sebuah getaran energi terasa berpindah dari dinding ke kalung kristal yang telah kulingkarkan di leher.
“Setelah ini bagaimana caranya aku bisa membaca data yang sudah tersimpan di kalung ini?”
“Karena di dalam kalung itu terdapat DNA yang sama dengan apa yang ada dalam tubuhmu, maka kamu bisa secara otomatis mengaksesnya dengan hanya niat untuk mengakses.”
Apa yang disampaikan Capalluc awalnya tidak kupahami. Hingga muncullah sebuah vision dua perangkat yang berbeda mampu terhubung satu sama lain tanpa adanya kabel. Wireless! Mungkin itu analogi yang paling tepat untuk menjelaskan apa yang Capalluc utarakan.
Selama dua perangkat diatur ke dalam frekuensi yang sama, maka satu sama lain akan saling terhubung. Dalam hal ini, kalung kristal diberikan kode DNA dari tubuhku agar bisa memiliki frekuensi yang sama dengan tubuh asliku. Aku pun akhirnya memahami cara kerja dari kalung kristal ini.
“Tadi Nona bilang kalau kalung kristal ini sangat penting bagi setiap orang di sini. Kalau sampai hilang bagaimana?”
“Itu sepertinya tak pernah terjadi. Tapi kalaupun memang hilang, akan sangat mudah menemukannya. Bisa juga untuk membuat yang baru. Lagipula kalung kristal sama sekali tidak berguna dan tidak akan berfungsi jika tidak digunakan oleh pemilik aslinya.”
“Oh ya terkait dengan cara kalian saling berkomunikasi, kalian juga membutuhkan kalung ini, bukan? Apa kalian tidak bisa melakukan telepati?”
“Itu sudah lama sekali ditinggalkan oleh peradaban kami. Kami merasa komunikasi dengan menggunakan kalung kristal jauh lebih jelas koneksinya dibandingkan dengan telepati.”
Kusimpulkan, bangsa Atlantis yang saat ini kukunjungi merupakan peradaban yang memiliki kaitan erat dengan kristal. Aku tak menyangka sebelumnya bahwa batuan kristal bisa digunakan sebagai tempat penyimpanan data serta dijadikan alat komunikasi.
Sepertinya data yang ingin kusimpan dari dinding-dinding perpustakaan telah sepenuhnya tersalin ke kalung kristalku. Data yang kucari terkait dengan teknologi termutakhir yang dimiliki peradaban bangsa Atlantis saat itu. Aku pun mencoba menenangkan dan memfokuskan pikiran, agar bisa membaca data yang ada.
Sulit rasanya mengungkapkan bagaimana rasanya. Secara otomatis wawasanku bertambah dan informasi yang tadi telah tersimpan di kalung kristal muncul begitu saja di pikiranku. Akan kuungkapkan beberapa teknologi yang telah berhasil dicapai oleh bangsa Atlantis di tahun 23.225 SM, di antaranya:
1. Anti gravitasi
Planet Bumi yang memiliki percepatan gaya gravitasi sebesar 9,8 m/s? tak menghalangi mereka untuk bisa bergerak. Karena mereka telah memiliki kendaraan-kendaraan yang berbasis anti gravitasi. Aku sendiri belum terlalu mengerti dengan cara apa mereka bisa melawan gaya gravitasi Bumi. Hanya saja prinsip kerja kendaraan anti gravitasi mereka mirip dengan apa yang kulihat di Planet Thiaoouba.
2. Pakaian selam
Mereka memiliki pakaian selam teknologi tinggi yang memungkinkan mereka bergerak di air layaknya burung terbang di udara bebas. Bangsa Atlantis yang menggunakan pakaian khusus ini sama sekali tidak akan merasakan tekanan air meski menyelam di laut terdalam. Mereka pun tak perlu khawatir tidak bisa bernapas di dalam air, karena pakaian selam tersebut sudah mampu mengatasinya.
3. Kristal energi
Kristal memegang peranan penting dalam kehidupan peradaban bangsa Atlantis. Karena kristal pun digunakan sebagai alat untuk penghimpun energi yang bisa mereka ubah menjadi listrik atau energi lainnya. Bisa disebut, teknologi yang berkaitan dengan kristal merupakan salah satu masterpiece yang mereka miliki.
Dari beberapa keunggulan teknologi yang mereka punya, aku mendapatkan sebuah fakta bahwa bangsa Atlantis belum mampu melakukan perjalanan ke luar angkasa. Entah apa sebabnya mereka belum mampu memiliki teknologi itu, padahal peradaban mereka sudah begitu maju.
Namun demikian, ada beberapa bangsa ekstraterrestrial interstellar yang sudah terbiasa menjelajahi luar angkasa memberikan penawaran berbagi pengetahuan kepada mereka. Hanya saja bangsa Atlantis tak terlalu tertarik untuk mengeksplorasi angkasa luar. Mereka lebih menyukai untuk melakukan ekspansi wilayah kekuasaan mereka di Bumi.
Sudah cukup lama aku berada di perpustakaan. Muncul rasa penasaran sebenarnya di mana letak perpustakaan yang saat ini kukunjungi. Aku meminta Krieva untuk melacak koordinatnya. Visual peta benua Amerika Utara pun muncul dalam pikiranku dengan satu titik merah sebagai penanda. Titik tersebut terletak di Samudra Pasifik, tepatnya sebelah barat negara Kosta Rika. Mungkin jika kita menyelam pada era kita sekarang ini di daerah tersebut dengan kedalaman tertentu, mungkin kita akan menemukan bangunan fisik perpustakaan Atlantis.
Piramida Atlantis
Kami bertiga berpamitan kepada Capalluc dan menyampaikan maksud untuk mengunjungi piramida putih besar yang tak jauh dari tempat kami berdiri. Konon, sang raja Atlantis ada di lantai paling tinggi di piramida tersebut.
Langkah kaki mengayun memasuki lantai pertama piramida. Sebuah suasana dengan kesan megah serta elegan mengisi seluruh ruangan. Dipenuhi warna dominan putih gading (ivory) dan keemasan. Menakjubkan!
Sebenarnya aku memiliki niat untuk mendatangi raja Atlantis. Namanya adalah B’######3 (untuk selanjutnya aku akan menyebutnya raja Atlantis). Hanya saja perasaanku sudah merasa tidak enak.
“Jangan, Vantrala!” cegah Sramvita. Ia bisa merasakan keraguanku untuk menemui orang itu.
“Bagaimana menurutmu, Mynthalla?” Aku meminta pendapat temanku yang lain.
“Aku tidak merekomendasikannya,” ujarnya singkat.
Sepertinya aku harus mengurungkan niatku. Meski tak langsung bertemu, secara tak sengaja aku terkoneksi dengannya dan mulai melakukan pembicaraan secara telepati. Tanpa basa-basi, aku langsung menanyakan mengapa ia seringkali berbuat kejahatan dengan mengatasnamakan bangsa Atlantis.
Memangnya kejahatan apa yang dilakukannya? Intinya adalah tindakan-tindakan licik, bahkan keji untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Raja Atlantis pun memberi respon, “Aku hanya menyeimbangkan kehidupan. Tak akan ada yang namanya kebaikan tanpa kehadiran kejahatan. Peranku adalah untuk itu. Dan aku sangat menikmatinya.”
Dari pernyataannya tersebut, aku sudah bisa menilai bahwa dia melakukan apa pun yang dia lakukan dalam keadaan sadar. Bahkan dia sendiri tahu dirinya akan menerima konsekuensi dari berbagai tindakan kejahatan yang ia perbuat. Hal ini telah menjadi keputusan dalam hidupnya.
Awalnya keinginanku menemuinya adalah untuk bisa menyadarkannya, sehingga apa-apa yang terjadi di masa depan bisa diantisipasi di masa ini. Namun kurasa hal itu akan sia-sia, setelah mendengar penjelasan darinya.
Selanjutnya kami berfokus pada piramida Atlantis. Karena saking besar dan ramainya orangorang di sana, kami merasa kebingungan untuk menelitinya. Kami kembali ke perpustakaan dan menemui Capalluc.
“Bisakah Nona memandu kami untuk menjelaskan mengenai piramida Atlantis?” Besar harapanku agar Capalluc mengiakan.
“Maaf, aku tidak bisa meninggalkan tugasku di sini.”
“Apa mungkin Nona punya kenalan yang bisa membantu kami?”
“Hmm, ada. Hanya saja dia masih bekerja di jamjam seperti ini. Mungkin kalian harus menunggu sampai dia selesai dari pekerjaannya.”
Kami pun setuju dan memutuskan untuk menunggu hingga matahari terbenam dan langit mulai gelap. Datang seorang pria berkumis dengan rambut bagian tengahnya yang botak. Tinggi badannya kirakira setinggi pusarku. Capalluc mengatakan bahwa orang itulah yang bersedia memandu kami di piramida Atlantis.
Aku menyapanya lebih dulu, “Terima kasih Anda telah berkenan menjadi pemandu kami.”
“Ya, tak masalah jika memang ada bayarannya.”
Bayaran? Bayaran apa yang dia maksud?
“Mohon maaf, kami bukan orang sini dan kami tak punya apa-apa untuk diberikan sebagai imbalan.”
“Hmm, begitu kah? Baiklah. Tak apa. Aku akan tetap menjadi pemandu kalian.”
“Terima kasih banyak!” seruku dengan hati yang senang.
Kami berempat kembali memasuki piramida Atlantis. Aku pun bertanya mengenai namanya. Ia pun menjawab Fartvc. Aku melafalkan namanya dengan menyebut “Fartuk”.
“Piramida ini terdiri dari 9 lantai. Dan puncak piramida ditempati oleh raja kami. Beberapa lantai di bawahnya merupakan lantai yang boleh ditempati oleh para petinggi atau tangan kanan raja. Jadi tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang.”
“Lantas apa fungsi sebenarnya dari piramida ini?” selidikku.
“Fungsi utamanya sebagai penghimpun energi terbesar bagi kehidupan bangsa kami. Meski ada beberapa penghimpun energi lainnya. Piramida ini jadi penghimpun energi utama. Energi yang terhimpun kemudian bisa diubah menjadi energi yang sesuai kebutuhan.”
Aku diperlihatkan sebuah bayangan penglihatan berupa rangkaian papan sirkuit yang menyambungkan piramida dengan bangunanbangunan lain.
“Jika memang fungsinya demikian, bukankah akan ada radiasi energi yang akan terpancar dari bangunan piramida ini?”
“Itulah mengapa bangsa kami membangun piramida ini di atas air. Radiasi energi akan disalurkan ke air. Dan air yang teraliri radiasi energi ini bisa kami manfaatkan sebagai air ion elektrik yang bisa membuat tubuh kami lebih sehat.”
Dari apa yang aku amati, piramida Atlantis memiliki permukaan sisi yang yang licin. Kurasa bahan dasar pembuatannya bukan dari batuan seperti bangunan piramida pada umumnya. Di bagian dalam, tepatnya di tengah-tengahnya terdapat sejenis lift berbentuk tabung yang bisa dinaiki dan mengakses lantai yang lebih atas.
Dari penjelasan Fartvk, suasana lantai-lantai berikutnya tak terlalu berbeda dengan lantai pertama yang kami saat ini amati. Maka dari itu, kuputuskan untuk mengakhiri penelusuranku di Atlantis. Aku menyungkurkan tubuhku dan meletakkan kening di tanah sebagai bentuk rasa syukurku akhirnya bisa menginjakkan kaki di tanah peradaban Atlantis meski secara astral.
Hal yang tak terduga terjadi. Muncul dari bawah sebuah trisula emas yang kemudian melayang-layang di udara.
“Ambillah!” ujar seorang pria dengan suara yang yang berat. Tak tampak sosok dari orang yang mengeluarkan perkataan tersebut.
Trisula emas itu berkilau sangat indah. Terdapat beberapa batuan mulia berwarna merah dan biru yang menghiasi trisula di beberapa bagiannya. Perlahan, trisula emas mendekat ke arahku. Kugenggam dan kucoba untuk kuayunkan. Ringan sekali ternyata.
“Siapa sebenarnya Anda?” Aku bertanya pada suara tanpa Sosok tersebut.
“Itu bukan sesuatu yang penting,” pungkas suara tersebut yang tak disusul lagi dengan kata-kata selanjutnya.
Kubawa trisula emas ke basecamp Salaka Minangka dan menancapkannya di salah satu sisi ruangan dalam.
“Krieva, bisakah kamu lacak, siapa sebenarnya yang memberikan trisula emas ini padaku?”
Tak lama setelah Krieva mencoba mencari-cari sesuatu dengan perangkat canggihnya ia pun berkata, “Raja Atlantis sebelumnya. Raja Bharacada.”
Aku terdiam kelu. Untuk apa beliau memberikan trisula emas itu padaku? Apakah akan ada tanggung jawab tertentu yang harus kutunaikan dengan memiliki trisula tersebut? Aku tak bisa menjawabnya sekarang. Mungkin seiring berjalannya waktu, aku akan mulai memahami maksudnya.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!