Panggonan Wingit: MISTERI TANAH BUKIT UNGASAN, BALI

0
3

Panggonan Wingit: MISTERI TANAH BUKIT UNGASAN, BALI

Selain misteri kesuburannya, setiap tanah yang pindah tangan juga tak kalah misteriusnya. Selalu ada keanehan yang terjadi. Benarkah tanah di Ungasan tak boleh berpindah hak kepemilikannya…?

 

Anekdot penduduk di bukit Ungasan, 39 Km. selatan Denpasar, yang menyebutkan bahwa penduduknya hanya bisa hidup dari menggali batu padas sekarang ini sudah tidak berlaku lagi. Mengapa? Sejak tahun 2000 yang lalu bukit padas, terutama yang di tebing laut laku laris manis. Dan tak tanggung-tanggung harganya bisa mencapai Rp 75 juta/are. Padahal penduduk di sana banyak yang memiliki tanah sampai 2 hektar di tebing jurang yang mencapai 100 meter di atas permukaan laut.

 

“Kalau dulu, tahun 80-an, memang begitu, Pak. Sebelum investor melirik ini, penduduknya sepanjang hari hanya kutat di ladang menanam jagung, kedele, atau menggali batu cadas buat pondasi rumah,” ungkap Made Kendra, penduduk Ungasan Bali. Dia sendiri juga memiliki sehektar tanah, mencoba peruntungan dengan menjual tanan galian di belakang rumahnya. Saat ini kedalamannya sudah mencapai 30 meter. Setelah diberi pagar berupa beton galian itu bisa dia manfaatkan untuk penampungan air hujan.

 

Karena penduduk setempat selama ini memang tergantung pada curah hujan untuk kebutuhan mandi dan menyiram tanaman. Sedangkan untuk memasak dan minum mereka membeli setangki truk air seharga Rp 60.000.

 

Di situlah letak misteri Bukit Ungasan. Saat musim kemarau mereka belingsatan mendapatkan segentong air, tapi begitu hujan turun hanya dalam hitungan minggu, tanaman seperti gamal, jagung dan kacang tanah bisa tumbuh dengan subur.

 

Tanah di Ungasan memang merah, mirip lumpur kering. Orang di sana menyebutnya sebagai Tanah Barak. Dalam kepercayaan orang Bali, tanah jenis ini sangat subur, melebihi tanah pegunungan yang warnanya hitam kecoklatan.

 

“Kesaktian Tanah Barak itu sekarang semakin menjadi-jadi, karena penduduk sudah tidak membajak dan menanaminya dengan kacang dan jagung, tapi investor membangun villa dan hotel di atasnya. Hasilnya tentu melimpah,” ungkap Kendra yang sesepuh kampung di Ungasan.

 

Terbukti, sejak tahun 2000 kemajuan Ungasan melesat meninggalkan kampung lain yang dulunya le3 bih makmur. Setiap hari, truk tronton mengangkut batu padas atau Tm gamping yang dibeli Rp. 250.000/truk hilir mudik. Sedangkan Mercy dan BMW semakin menjadi kendaraan wajib penduduk terutama yang baru saja menjual tanah.

 

Selain misteri kesuburannya, setiap tanah yang pindah tangan juga tak kalah misteriusnya. Ada tanah di sekitar Pantai Bukit Payung Ungasan, yang sampai 3 kali diberi panjar masing-masing Rp 100 juta, tapi pembelinya tak muncul, tanahnya tetap menjadi milik penduduk setempat.

 

“Ceritanya begini, karena si bule atau investor sangat tertarik melihat lokasi yang bertebing dan berpasir putih, tanahpun diberi panjar sebagai tanda jadi,” ungkap Kendra yang juga merangkap sebagai makelar tanah di kampungnya.

 

Yang terjadi kemudian adalah, surat bermasalah, atau turisnya sakit, hingga sampai batas pembayaran dia tak muncul, maka uang panjar jadi milik penduduk yang punya tanah. Begitulah terjadi berulangulang kali.

 

Ada juga yang memberi panjar, turisnya terkena penalti tak boleh masuk lagi ke Bali karena kasus imigrasi. Yang seperti ini tak hanya terjadi di Ungasan tapi di banyak tempat.

 

“Tanah Bali itu memang angker, jadi untuk memindahtangankannya memang perlu persiapan yang matang, misalnya membuat sayut durmagala, ngulapin dan segala macam upacara lainnya.” Ini tutur Mangku Kamar, 45 tahun, seorang paranormal di Kedonganan Bali.

 

Tanpa ritual semacam itu sepenggal tanah pun tak bakalan bisa berpindah tangan, apalagi tanah di Ungasan yang begitu dekat dengan Pura Uluwatu tempat Dang Hyang Resi markandya di Abad ke 11 menghilang tanpa bekas, karena mokswa.

 

“Jadi bagi sebagian besar penduduk di sini, menjual tanah bisa saja menjadi semacam coba-coba belaka. Siapa tahu begitu mendapatkan panjar dari si investor, dan dia segera hengkang,” tambah Kendra lebih lanjut.

 

Namun hanya sedikit saja yang tanahnya bisa balik seperti itu, sebagian terbesar berpindah tangan dengan sempurna. Investor membangun villa, dan penduduk setempat mendadak jadi orang kaya baru di kampungnya. Dulunya menggali batu sepanjang hari dengan hasil Rp. 20 ribu/hari, sekarang punya tabungan milyaran rupiah di bank.

 

“Tapi misteri tanah Ungasan tak hanya berhenti sampai si pemilik jadi miliuner, ada banyak kisah lanjutan setelah tanah pindah tangan,” ungkap Made Kodir, 47 tahun, pemborong di Ungasan.

 

Saat memagar tanah yang telah pindah tangan itu biasanya peristiwa di mulai. Misalnya seperti dialami Kodir saat memagar tanah di sekitar pantai Masuka Ungasan. Ketika galian pertama dilakukan untuk membuat pondasi pagar pembatas keanehan sudah terjadi.

 

“Waktu tukang gali saya memotong akar kayu panggal buaya, yang pohonnya sebesar lengan, dia tiba-tiba berteriak ketakutan seperti dikejar anjing gila. Begitu terus sampai seminggu, dia tak mau makan, temannya jadi repot semua,” kisah Kodir.

 

Akhirnya Udin, nama buruh asal Lombok itu dipulangkan. Sampai di kampungnya dia sembuh.

 

“Tapi begitu kembali lagi ke Ungasan, dia kumat lagi seperti orang kena sakit thypus, ditambah ketakutan melihat sinar matahari. Dia pun kembali pulang kampung. Dan begitu terus terjadi sampai 5 x sampai saya hampir bangkrut mengurus buruh satu ini,” papar Kodir bersemangat.

 

Ternyata saat ditanya ke orang pintar, itu karena pohon panggal buaya itu ada penghuninya yang di masa lampau adalah tumbal dari tanah yang sedang digarap pagar pembatasnya. Setelah diberikan tumbal berupa ayam bulu 3 warna, merah putih dan hitam, si buruh itu sembuh sendiri tanpa perlu diobati.

 

Sampai sekarang setelah hotel itu dibangun dan beroperasi gangguan semacam itu sering terjadi. Dan ini tak hanya dijumpai di hotel kawasan Ungasan saja, tapi merata di seluruh hotel yang ada di bukit menghadap ke selatan. Walaupun tak sampai harus menyediakan kamar buat Nyi Roro Kidul seperti hotel di Parang Tritis, Jawa Tengah, atau Beach Samudera di Sukabumi, Jawa Barat, namun menurut penduduk setempat tanah bukit Ungasan yang menghadap ke Selatan itu memang angker sekali. Setiap tahun ada saja tumbal yang jatuh dari tebing atau meninggal mendadak akibat tertimpa galian batu padas. Seperti pernah dialami Supali, penggali padas.di Ungasan 3 tahun lampau.

 

Saat sedang asyik menebaskan palu dan hammernya ke batu padas, wajahnya terkena cipratan air panas dari batu yang sedang digarapnya.

 

“Waktu kena, saya tak curiga pada batuan aneh itu. Tapi keesokan harinya wajah saya melepuh. Kemudian mengelupas seperti ular bersalin kulit,” tutur Supali, 49 tahun, penggali padas asal Lumajang, Jawa Timur. “Supali pun tetap bekerja dengan menahan panas sekujur wajahnya. Tapi peristiwa berganti kulit itu tetap berlangsung seminggu sekali. Terakhir saat kumat untuk ketiga kalinya bulan Maret 2005 silam, dia sudah tak tahan lagi, dia sengaja melakukan tapa brata di tempat dia terpercik air hangat itu. Ternyata sakit anehnya sembuh! Wallahu a’lam bissawab. .


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!