Panggonan Wingit: KISAH CURUG CAWENI, SUKABUMI
Caweni secara harfiah, dalam bahasa Sunda adalah janda yang masih suci karena berpisah dengan pasangan dalam keadaan belum tersentuh, belum melakukan hubungan intim dengan suaminya…
Menurut tutur yang berkembang di tengah masyarakat Sukabumi, Jawa Barat, pada zamannya, di sebuah desa yang tenteram dan damai mukim seorang putri nan cantik jelita yang akrab disapa dengan nama Putri Caweni. Rambut bak mayang terurai, dengan kulit kuning langsat serta lesung pipit dan bibir yang berbentuk delima merekah, membuat kecantikan sang putri menjadi begitu lengkap, karenanya tiap orang, terutama pemuda yang memandangnya sontak akan jatuh cinta dan ingin segera menyuntingnya.
Tetapi sayang, di balik kecantikannya, terdapat sesuatu yang aneh dan tak lazim. Betapa tidak, konon, di dalam tubuh Putri Caweni hidup seekor ular gaib yang siap memangsa siapa pun yang menikah dengan si jelita itu. Oleh sebab itu, lelaki mana pun yang menikahinya, langsung meninggal akibat bisa atau racun yang menyebar karena gigitan ular siluman tersebut konon, Putri Caweni telah menikah 99 kali.
“Duh… Dewata Agung, kenapa demikian malang nasib hamba ini,” demikian keluh kesah Putri Caweni setiap saat, “berilah kesempatan untuk hidup damai bersama suami dan anak-anak hamba,” imbuhnya dengan nada sendu.
Agaknya kodrat berkehendak lain. walau keluh kesah dan doa dilantunkannya setiap saat, tetapi, tak ada seorang lelaki pun yang sudi menikahinya. Lama-kelamaan, karena tak tahan mendengar gunjingan dan cibiran para wanita dan banyak orang di kampungnya, pada suatu hari, ia berniat untuk pergi dari desa kelahirannya. Tak ada tujuan yang pasti kecuali menuruti kehendak hati dan kakinya melangkah.
Sebelum berangkat, ia sengaja mempersiapkan diri dengan membawa binatang peliharaannya: yakni meri (itik), anjing serta tak ketinggalan sebuah kasur yang bakal dipakai sebagai alas tidurnya.
Tanpa pamit, sang putri yang gundah dan tak memliki tujuan pasti itu melangkahkan kakinya mengikuti aliran sungai. Setelah sekian lama berjalan dan rasa lelah mulai mendera tubuhnya, Putri Caweni pun berniat untuk sejenak melepaskan lelah sambil mencari tempat yang dianggap cocok. Di bawah keteduhan rimbunan pepohonan, ia pun langsung menggelar kasurnya dan beristirahat…
Setelah sekian tama berisitirahat dan rasa lelahnya pun telah hilang, ia melanjutkan perjalanannya. Entah kenapa, kasur yang digunakannya untuk berbaring ditinggalkannya begitu saja dan seiring dengan perjalanan sang waktu, kasur tersebut terendam dan akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Leuwi Kasur. Menurut masyarakat setempat, selain disungkupi nuansa magis yang demikian pekat, kedalaman leuwi tersebut juga sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Perjalanan yang cukup jauh dan menguras tenaga, membuat Putri Caweni kembali memutuskan untuk beristirahat untuk yang kedua kalinya. Istirahat yang kedua ini cukup lama, setelah badannya kembali segar, sang putrid pun kembali meneruskan perjalanan. Sekali ini, entah kenapa anjing kesayangannya tidak mau ikut serta. Sang anjing hanya berjangkok sambil menatap tubuh junjungannya yang kian menjauh.
Lama kelamaan, tubuh anjing itu membatu, dan tempat tersebut hingga kini dikenal dengan sebutan Curug Anjing karena bentuknya amat mirip dengan tubuh seekor anjing yang sedang jongkok.
Sang putri enggan untuk menole ke belakang ia ingin menghapus segala kenangan pahit yang selama ini menimpa dirinya. Dengan berteman seekor itik, ia berjalan mengikuti kata hatinya. Ketika kelelahan kembali merajai tubuhnya, sang putri beristirahat di tepian sebuah leuwi, sementara sang itik denga riang berenang kian-kemari. Ketika akan melanjutkan perjalanan, ternyata sang itik enggan mengikuti tuannya. Perlahan tetapi pasti, leuwi tersebut akhirnya dikenal dengan sebutan Leuwi Meri.
Tekad yang bulat untuk pergi menjauh dari kampung halamannya membuat Putri Caweni kembali melanjutkan perjalanannya walau tidak berteman siapa pun. Hingga akhirnya, tibalah ia di sebuah air terjun atau curug. Sekali ini, hatinya tergugah untuk mendaki curug tersebut.
Tetapi apa daya, kecuraman dan bebatuan yang licin ditambah dengan air curug yang deras, serta tenaganya yang telah terkuras, membuat usaha sang putri selalu gagal. Mulanya ia tak peduli dengan keselamatan jiwanya. Tetapi, karena terus menerus tak berhasil mencapai tujuannya, rasa putus asa pun mulai mendera hati Putri Caweni. Di tengah keputusasaan itu, mendadak, datang seorang pemuda.
“Siapa dan apa maksud Andika di tempa yang berbahaya dan sesunyi ini?” Tanya sang pemuda.
Melihat yang datang adalah pemuda tampan dan mengenakan pakaian bangsawan, Putri Caweni pun menjawab dengan santun, “Hamba hanya ingin mendaki curug ini.”
“Hem…, aku adalah Pangeran Boros Kaso, menurutku, tak perlu Andika mendaki tempat itu, bisa terkena tajamnya bebatuan dan onak duri,” tambahnya.
Wajah Putri Caweni langsung memerah. Perasaan gembira karena mendapat pujian dan gelisah karena tahu si pemuda bakal tewas jika menikahinya bercampur menjadi satu. “Hamba Putri Caweni… niat hamba pun sudah bulat. Walau hanya sekali dan sesaat, hamba harus bisa mendaki curug ini”.
“Apakah tidak sayang dengan kulit atau nyawa Andika sendiri?” Tanya sang pangeran sambil mengingatkan wanita cantik yang ada di depannya.
Tampaknya, keinginan Putri Caweni untuk mendaki curug itu tak dapat lagi ditawar-tawar. Puluhan kali Pangeran Boros Kaso melarang, dan sebanyak itu pula ia menentangnya. Tekadnya sudah bulat, puncak curug itu harus berhasil didakinya.
Akhirnya, keduanya pun terlibat dalam pembicaraan yang panjang. Tanpa sadar, benang-benang cinta terajut. Ketika Pangeran Boros Kaso menyatakan niatnya untuk menyunting Putri Caweni, sang putri yang juga jatuh cinta sejak pandangan pertama tak kuasa untuk menolaknya. Hanya saja, ia meminta syarat kepada sang pangeran, “Hamba siap menikah, asalkan pangeran mau menunggu setelah hamba berhasil naik ke puncak curug”.
Perasaan cinta membuat Pangeran Boros Kaso dengan tenang menyatakan setuju dan akan memenuhi syarat itu. Sementara Pangeran Boros Kaso pulang ke istana, Putri Caweni pun kembali mencoba mendaki curug tersebut. Ternyata takdir berkehendak lain, walau terus berusaha, tetapi, Putri Caweni tetap saja gagal.
Sambil beristirahat sang putrid mencoba merenung mencari akal. Beberapa saat kemudian, Putri Caweni pun tersenyum. Yah… ia menanti banjir besar agar bisa membawa tubuhnya sampai di puncak curug. Kini, tak ada lagi yang dilakukan oleh Putri Caweni kecuali menanti hujan dan berharap daerah tersebut terendam oleh banjir besar.
Tetapi apa daya, yang dinanti, ternyata tak jua kunjung datang. Sementara, di istana, Pangeran Boros Kaso juga terus menanti dan menanti kedatangan si jantung hati.
Putri Caweni yang dengan setia dan merasa yakin bahwa banjir besar akan datang terus menunggu dengan diam sampai-sampai debu-debu yang berterbangan menempel di kulit dan menutupi seluruh tubuhnya. Lama kelamaan, debu yang menempel kian menebal, dan seiring dengan perjalanan sang waktu, tubuh Putri Caweni pun berubah menjadi patung batu. (Dari berbagai sumber). Wallahu a’lam bissawab. ©️.
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!