Panggonan Wingit:
ISTANA GAIB WADUK JATILUHUR
KONON, DI WADUK JATILUHUR ADA BEBERAPA KERAJAAN JIN YANG CUKUP BESAR. DI ANTARANYA KERAJAAN YANG DIHUNI OLEH KOMUNITAS JIN YANG ISINYA PEREMPUAN SEMUA. DI SAMPING ITU, JUGA ADA KERAJAAN GAIB YANG DIISI OLEH JIN LELAKI SEMUA. BENARKAH KEBERADAAN KERAJAAN GAIB ITU BERHASIL DIREKAM OLEH KAMERA…?
SEBAGAI seorang jurnalis, naluri untuk melakukan investigasi suatu masalah selalu saja menggebu-gebu. Itulah yang aku rasakan beberapa tahun silam, ketika masik aktif sebagai seorang wartawan. Dari sejumlah materi unik yang telah aku liput, ada beberapa materi yang tidak sempat aku ungkap dengan alasan tertentu. Terutama materi yang bersifat mistis. Maklum saja, koran tempat aku bekerja waktu itu adalah koran nasional, yang memang menabukan hal-hal mistis.
Baru dalam kesempatan inilah, kucoba mengungkapkannya. Tulisan Ini sengaja kupersembahkan buat majalah kesayangan kita, karena dari sejak majalah Misteri terbit pertama kali, aku memang sudah jadi pembaca setianya. Pada suatu tugas peliputan di daerah Pantura, ceritanya, aku berkenalan dengan seorang spiritualis muda yang sebut saja
bernama Herman. Dia mengatakan, bahwa di Waduk Jatiluhur ada beberapa kerajaan jin yang cukup besar, di antaranya dihuni oleh komunitas jin yang isinya perempuan semua.
Di samping juga ada kerajaan gaib yang hanya diisi oleh jin berjenis kelamin lelaki.
“Entah bagaimana kedua koloni kerajaan itu tidak bisa bersatu, padahal satu sama lain pasti saling membutuhkan. Bahkan yang lebih anehnya lagi, kedua kerajaan itu tidak pernah akur hingga keduanya sering berperang,” kata Herman.
Dia juga menambahkan, letak kedua kerajaan gaib itu berbeda lokasi. Bila koloni jin wanita ada di dasar Danau Jatiluhur, sementara yang laki-laki ada di atas permukaan air,” tambahnya.
Ketika aku tanyakan dari mana dia tahu keberadaan kedua kerajaan gaib itu, dengan enteng Herman menjawab, “Tabir kasyaf itu terbuka, ketika saya berkontemplasi di pinggir danau yang ketika itu sedang kering.”
Kebetulan sekali, ketika aku mendengar cerita yang sebelumnya kuanggap naif dan mengada-ada ini, musim kemarau tengah berlangsung. Karena kemarau yang sedemikian lama, maka, keadaan waduk Jatulihur ketika itu agak mengering hingga kelihatan dasarnya yang penuh dengan bebatuan.
“Istana mereka megah, berlapiskan emas dan batu-batuan yang sangat indah. Halamannya terdiri dari batu mulia,” tambah Herman ketika itu.“Wah, kalau bisa dipotret dan bisa disiarkan di koran tentu geger ya,” katanya pula setengah bercanda.
Aku langsung menanggapinya, Kenapa tidak? Toh dalam tayangan TV swasta seperti Dunia Lain dan Uka-uka, wujud mahluk mahluk dari dunia lain itu sering terekam oleh kamera Herman membenarkan ucapanku.
“Bagaimana kalau kita coba memotret kerajaan mahluk halus itu?” Tantangnya.
Aku spontan menjawab, “Kalau kamu punya kemampuan, kenapa tidak dicoba. Saya akan coba menggunakan film dengan ASA yang tinggi.”
Akhirnya, disepakati untuk melakukan uji coba pemotretan manual. Saat itu, kamera digital memang belum menjamur seperti sekarang ini, sehingga aku hanya membawa film-film ber-ASA tinggi. Selain praktis, juga tidak ribet harus membawa blitz jika harus mengambil gambar dalam berbagai kondisi cuaca buruk di lapangan.
Singkat cerita, pada hari yang telah ditentukan, aku kembali bertemu Herman. Persisnya pada sore hari seperti yang telah disepakati. Pemotretan pun rencananya harus dilakukan pada tengah malam.
Hadir pada pertemuan itu empat orang asisten Herman. Mereka inilah yang akan. mempersiapkan ubo rampe dan sejenisnya.
Setelah jam menunjukkan waktu tengah malam, kami berangkat menuju Jatiluhur. Samar-samar di kejauhan terdengar desir air | terjun dan gemuruh suara mesin pembangkit listrik.
Selama dalam perjalanan menyusuri pinggir danau Jatiluhur tidak banyak yang dibicarakan. Sampai akhirnya, pada lokasi yang sudah ditentukan, segera digelar sebuah ritual kecil. Kami semua berdoa dengan khusyuk, memohon petunjuk kepada Allah SWT agar diberi keselamatan dan dilindungi dari segala hal yang buruk.
Udara malam yang dingin di musim kemarau, terasa menggigit persendian, kendati aku menggunakan jaket tebal. Angin yang semula semilir, tiba tiba berubah agak kencang menerpa pepohonan yang tumbuh di sekitar danau. Selang beberapa saat kemudian, turun hujan rintik-rintik disertai gelombang air danau yang tiba-tiba membuncah. Bersamaan dengan itu, muncul sebuah kabut di tengah danau.
“Mereka datang, siapkan kamera dan arahkan ke kabut itu!” Herman spontan memerintahkanku.
Secara reflek aku arahkan kamera yang sudah distel otamatis dengan rana rendah ke kabut yang dikegelapan tampak mengambang di permukaan danau. Beberapa detik kemudian, angin dan hujan rintik-rintik pun berhenti.
“Sudah, ayo… kita pulang!” Ajak Herman. Dan rombongan pun bergegas meninggalkan tempat ritual.
Dalam perjalanan menuju rumah Herman, kami semua terlibat dalam pembicaraan peristrwa yang berusan terjadi. Setelah tidak ada yang dibicarakan lagi, menjelang adzan Subuh aku pun kembali ke penginapan.
Di penginapan, setelah selesai sholat aku merebahkan diri dan tertidur kelelahan. Menjelang siang aku terbangun, dan langsung pergi ke gerai foto untuk mencetak hasil jepretan semalam. Beberapa menit kemudian, petugas menyerahkan hasil foto, sambil mengatakan bahwa semua jepretanku tidak ada gambarnya.
“Filmnya mungkin terbakar. Barangkali salah sewaktu memasang,” kata penjaga gerai, pendek.
“Ah, masa sih? Rasa-rasanya selama ini aku tidak pernah gagal mengambil gambar!” Tukasku. Pengalamanku sudah lebih dari 20 tahun jadi jurnalis, dan tak pernah gagal dalam memotret.
Dengan harap-harap cemas, aku periksa sendiri lembar demi lembar hasil jepretan kamera yang diberikan tukang cuci cetak itu.
“Masya Allah!” Aku terpekik. Memang benar, cetakan foto itu bleng tidak ada gambarnya seperti terbakar.
Di tempat Herman aku bicarakan masalah tersebut. Dia mengomentari hasil jepretanku, “Mungkin karena jin itu dari unsur api sehingga filmmu jadi terbakar. Tapi yang lebih pasti, kameramu mungkin harus dirituali dulu untuk melindungi dari unsur-unsur negatif.”
Herman mengajak akan melanjutkan pemotretan pada malam berikutnya. Yang penting, kameramu ditinggal dulu di sini untuk dirituali barang semalam,” katanya memutuskan.
Pada hari yang telah ditentukan kami kembali berkumpul, dan malamnya, rombongan pun pergi ke Jatiluhur. Kali ini, untuk ritual, kami mengambil lokasi yang berbeda.
Akibat kemarau panjang, di tempat ini aku melihat banyak sekali bebatuan besar yang bergelimpangan di pinggir danau. Kami menggelar ritual tak jauh dari tempat ini.
“Untuk mengambil gambar kembali, kali ini kita akan mendapat perlawanan. Nyi Kentring, ratu dari penguasa alam gaib Jatiluhur marah, karena merasa dipermainkan setelah ritual beberapa malam lalu. Mereka tidak terima, dan tidak mengerti kendati aku sudah jelaskan. Tapi tidak masalah. Aku siap dengan segala risiko, untuk membuktikan bahwa kerajaan mahluk halus itu bisa diambil gambarnya.” Papar Herman.
Pas pukul 01.00, ritual pun dimulai. Semua rombongan bersiaga dan berdoa menghadap ke tengah danau, sementara aku bersiap-siap dengan kamera yang telah dirituali.
Berbeda dengan ritual sebelumnya, kali ini aku menggunakan film ASA 1000 yang kubeli dari Braga, Bandung.
Saat itu, tiba-tiba angin yang bertiup sepoi-sepoi berubah kencang. Hujan rintik-rintik juga turun kembali, disertai kilat yang menyambarnyambar di angkasa. Demikian kencangnya tiupan angin sehingga pepohonan pinus di sekeliling danau nampak meliuk-liuk.
Aneh, beberapa detik kemudian, segumpal kabut tebal putih kehitaman tampak mengembang di tengah danau. Tiba-tiba terdengar teriakan keras dari Herman sambil meloncat ke depan, dan langsung memainkan jurus-jurus silat. Selain Herman, para asistennya juga terlihat sibuk meggerakkan olah tubuhnya, seperti menangkis serangan serangan dari banyak mahluk gaib.
Melihat situasi itu, hanya aku sendiri yang siaga dengan kamera. Dadaku bergetar menahan deburan jantungku yang tidak keruan. Sementara tiupan angin terasa bertambah kencang.
Tiba tiba Herman berteriak lantang kepadaku, “Tundukkan badanmu! Ada yang menyerang dari belakangmu…!”
Herman merentangkan tangannya ke depan. Sebuah serangan kilat dia lontarkan dengan sekuat tenaga di atas punggungku, sambil berteriak, “Cepat arahkan kameramu ke tangah danau seperti kemarin!”
Dengan gugup kuarahkan kamera yang sudah siaga dalam posisi otomatis ke arah kabut yang masih mengambang. Klik… klik… klik… klik! Terdengar suara kamera otomatisku memberondong obyek. Beberapa saat kemudian perkelahian pun mereda. Bersamaan dengan itu, seperti dikomando, angin serta hujan pun turut berhenti. Tampaknya hujan dan badai itu, hanya fatamorgana belaka. Buktinya setelah reda, bulan tetap bersinar cemerlang dengan bintang-gemintang di sekelilingnya.
Setelah sejenak melepas lelah, kami pun meninggalkan lokasi. Ada sesuatu keanehan yang tampak selama perjalan menunju ke rumah Herman. Tanda-tanda guyuran hujan tidak tampak sama sekali. Tanah di sekelilingku kering, dan genting-genting rumah penduduk juga tidak ada yang basah. Tapi anehnya, baju kami semua basah kuyup. Hujan yang mengguyur tadi, memang suatu kejadian aneh.
Keesokan harinya, seperti biasa aku serahkan negatif film kepada petugas gerai foto. Hampir satu jam menunggu dengan harap-harap cemas, akhirnya, hasil cetakan film itu kuterima juga. Dengan tak sabar aku periksa satu demi satu.
Untuk kedua kalinya aku terkejut. Yang tampak dalam cetakan film itu sebuah gambaran aneh, bukan istana indah yang sebelumnya kubayangkan. Yang terekam hanya semacam tumpukkan benda seperti cerek-cerek emas, atau semacam perangkat gamelan. Semuanya berada dalam satu hamparan, yang di pinggirnya ada riakan air.
Wallahuallam bissawab! Hanya Allah SWT-lah yang tahu apa arti gambar itu. Aku serahkan semua ini kepada khalayak pembaca. Gambar apakah gerangan? Pastinya, yang aku bidik malam itu hanyalah sebuah kabut di tengah danau, tapi yang muncul adalah gambar atau benda-benda yang aku belum pernah kenal sebelumnya. ©️
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!