Kisah Nusantara: RUNTUHNYA KERAJAAN SRIWIJAYA

0
12

Kisah Nusantara: RUNTUHNYA KERAJAAN SRIWIJAYA

BENARKAH KERAJAAN SRIWIJAYA RUNTUH KARENA SERBUAN MAJAPAHIT? CERITA GAIB BERIKUT INI JUSTERU MENGETENGAHKAN SEBAB-SEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN MARITIM TERSEBUT DARI SISI YANG BERBEDA. SEPERTI APA KISAHNYA…?

 

SRIWIJAYA merupakan kerajaan yang hingga kini tak henti-hentinya diperdebatkan oleh para pakar sejarah. Hal tersebut bukanlah tanpa alasan kuat. Sebagai contoh berkaitan dengan letak pusat kerajaan yang disebut-sebut sebagai negara pertama di Nusantara dan sebagai pemersatu Asia Tenggara ini. Benarkah Sriwijaya terletak di Palembang, atau di tempat lain? Padahal, negara Thailand juga mengklaim bahwa pusat kerajaan Sriwijaya berada di negeri Gajah Putih.

 

Di samping itu, ada hal lainnya yang tak kalah menarik, yakni misteri runtuhnya kerajaan ini. Hingga kini, penyebab runtuhnya Sriwijaya masih merupakan sebuah misteri. Dalam buku-buku sejarah dikatakan bahwa kerajaan Sriwijaya runtuh akibat gempuran kerajaan Majapahit dengan Maha Patih Gajah Mada sebagai pemimpin pasukannya. Yang menjadi pertanyaan, “Kalau benar Sriwijaya runtuh karena serbuan Majapahit, mengapa agama Hindu yang dianut oleh kerajaan Majapahit tidak berkembang di bumi Sriwijaya?”

 

Kalau pada edisi lalu majalah ini memuat artikel tentang Keris Jaya Nasa sebagai salah satu kunci berdirinya kerajaan Sriwijaya, maka, kali ini penulis akan menuturkan kisah seputar runtuhnya kerajaan tersebut. Seperti apa kejadiannya?

 

Penulis sering menyepi di tempat-tempat yang dikeramatkan dan merupakan peninggalan dari masa-masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Dari kebiasaan inilah Penulis mendapatkan berita gaib yang cukup mengejutkan. Hal ini terjadi di saat aku sedang menyepi di Bukit Siguntang, Palembang. Berita gaib tersebut kuterima langsung dari sosok Raja Si Gentar Alam yang bersemayam di Bukit Siguntang.

 

Aku berharap, sebaiknya tulisan ini disikapi dengan bijak. Karena, aku sendiri tak ingin menganggap berita gaib dari sosok gaib Raja Si Gentar Alam ini adalah seratus persen benar. Tentu saja masih harus dikaji dan diteliti lebih jauh lagi. Akan tetapi jika ada yang menganggap berita gaib ini merupakan isapan jempol semata, maka, semua akan kukembalikan pada pribadi masing-masing. Namun, sekadar informasi, terungkapnya fakta sejarah di negeri ini tak lepas dari peran serta para pelaku supranatural. Akhir kata, selamat menyimak kisahnya…:

 

Pada masa Raja Si Gentar Alam memerintah, sang Raja mengambil sebuah keputusan yang menghebohkan seisi kerajaan. Dia memilih memeluk agama Islam dan meninggalkan agama lamanya. Karena itulah hujatan demi hujatan datang silih berganti dari kalangan petinggi kerajaan. Terutama dari adik kandung sang Raja, Sri Kalirang.

 

Namun, tidak semua petinggi kerajaan yang menentang keputusan sang raja. Panglima Tuan Junjungan serta Si kembar Panglima Bagus Karang dan Panglima Bagus Sekuning, justru mengikuti jejak sang raja. Begitu juga dengan Sang Maha Patih, Sri Paku Nalang, yang juga dapat memahami keputusan sang raja.

 

Sri Kalirang yang kala itu tengah mengincar Singgasana sang Raja memanfaatkan momentum tersebut untuk menggulingkan isyu dan merebut tahta dari Raja Si Gentar Alam. Dengan dalih, bahwa Raja Si Gentar Alam telah menghianati cita-cita pendahulu mereka (Dapunta Hyang Sri Jaya Nasa), Sri Kalirang menghasut para petinggi istana untuk sepakat mengusir sang raja dari Swarna Dwipa.

 

Pada awalnya, rencana Sri Kalirang tidak disetujui oleh Maha Patih Sri Paku Nalang dan seorang Panglima yang bernama Panglima Jairo, termasuk juga para menteri-menteri di kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, rencana Sri Kalirang berjalan mulus karena pandainya dia bersilat lidah. Salah satunya dengan berdalih, bahwa Raja Si Gentar Alam adalah seorang Raja yang mengkhianati negaranya sendiri. Walaupun Raja Si Gentar Alam adalah seorang pimpin yang menyelamatkan Sriwijaya dari gempuran kerajaan Cola dari India yang nyaris meruntuhkan kerajaannya.

 

Demi menghindari perang dengan saudara kandungnya, Raja Si Gentar Alam memilih untuk meninggalkan bumi Sriwijaya yang begitu dicintainya. Bagaimana tidak? Sang Raja telah meneteskan darah dan keringat untuk memperjuangkan kelangsungan dari kerajaan yang terkenal dengan kekuatan armada lautnya ini. Sungguh sebuah keputusan yang berat bagi sang Raja, tetapi, dia tak punya pilihan lain. Setelah kepergian Si Gentar Alam, Sri Kalirang segera memproklamirkan dirinya sebagai penguasa baru di kerajaan Sriwijaya dengan bergelar Raja Seinggrama Wijaya Tunggawarman. Akan tetapi, hati Sri Kalirang tidak puas hanya sampai di situ. Entah setan apa yang telah merasuk dalam pikirannya. Sri Kalirang berniat menghabisi kakak kandung beserta para pengikut setianya yang telah terusir dari negerinya itu. Maka Sri Kalirang pun mengirim mata-mata untuk mencari keberadaan kakak kandungnya itu. Mata-mata pun disebar ke penjuru negeri. Hingga pada akhirnya, keberadaan Si Gentar Alam, yang setelah memeluk Islam dan dikenal sebagai Sri Alamsyah diketahui sedang berada di Temasek. Setelah mendapatkan kabar tersebut, tanpa menunggu lama, Sri Kalirang mengutus Sri Paku Nalang untuk mengejar serta menghabisi Si Gentar Alam beserta pengikut setianya dengan membawa “Pasukan Bukit Barisan”, yang terdiri dari prajurit-prajurit terpilih. Maklum, Sri Kalirang atau Raja Sanggramawijayatunggawarman paham betul akan kesaktian kakaknya, beserta ketiga panglima setianya itu, apalagi ikut serta juga prajurit-prajurit ketiga panglima semasa Si Gentar Alam masih berkuasa di Sriwijaya yang juga jadi target perburuannya. Beban yang teramat berat justru dialami oleh Sri Paku Nalang bahwa dirinya harus menghabisi orang yang merupakan seorang Raja, sahabat, dan juga saudara bagi dirinya. Terlebih lagi, Si Gentar Alam juga rekan seperjuangannya ketika bersama-sama menghadapi serangan besar dari kerjaan Cola. Namun sebagai seorang abdi negara, Sri Paku Nalang harus menjalankan perintah dari rajanya.

 

Setibanya di Temasek, Sri Paku Nalang berhasil mendapatkan keberadaan Si Gentar Alam beserta para pengikut setianya. Akan tetapi, tidak terjadi peperangan di sana. Sri Paku Nalang yang sangat menghormati Si Gentar Alam lebih memilih untuk berduel dengan seseorang yang pernah menjadi raja, tempat dirinya membaktikan jiwa dan raganya itu. Dengan demikian, paling tidak Sri Paku Nalang telah menjalankan tugasnya sebagai seorang Maha Patih di kerajaan Sriwijaya.

 

Sebagai sesama ksatria, tawaran Sri Paku Nalang itu di terima oleh Si Gentar Alam.

 

Duel maut pun terjadi. Benturan-benturan ilmu kanuragan tingkat tinggi terjadi dalam pertarungan yang sengit itu. Akan tetapi, Sri Paku Nalang tetaplah bukan tandingan Si Gentar Alam. Dengan ilmu kesaktiannya yang mampu membuat bumi berguncang, Si Gentar Alam hanya mencederai Sri Paku Nalang hingga terluka parah.

 

Setelah peristiwa tersebut, Sri Paku Nalang kembali dengan beberapa orang prajurit ke kota raja Swarna Dwipa. Namun di balik itu, sebelum kembali ke Kota Raja, Sri Paku Nalang sengaja menyerahkan prajurit-prajurit dari pasukan Bukit Barisan yang berjumlah besar tersebut untuk Si Gentar Alam yang berencana merebut Semenanjung Melayu dari kerajaan Sriwijaya, guna mendirikan kerajaan baru di tempat yang cukup penting bagi keberadaan kerajaan Sriwijaya tersebut. Pada masa itu, Semenanjung ” Melayu adalah tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang dari berbagai negara dari belahan dunia, terutama Arab, India, dan Cina.

 

Singkat cerita, Si Gentar Alam berhasil merebut Semenanjung Melayu dari kekuasaan Sriwijaya. Selain itu, dia juga mendapat pasukan tambahan dari para penduduk setempat dan juga sebagian armada laut kerajaan Sriwijaya yang enggan berperang dengan mantan rajanya itu. Bagaimanapun juga, Si Gentar Alam masih dihormati oleh rakyatnya.

 

Setelah keberhasilan ini, akhirnya berdirilah sebuah negara baru yang bernama Kesultanan Malaka yang dipimpin oleh Si Gentar Alam, yang bergelar Sultan Iskandar Zulkarnaen Alamsyah, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sultan Iskandar Syah.

 

Dengan berdirinya Kesultanan Malaka di Semenanjung Melayu, maka banyak pula wilayah-wilayah lain yang memberontak pada kerajaan Sriwijaya. Sehingga kerajaan Sriwijaya banyak mengalami kemunduran.

 

Hal itu tentu saja membuat Raja Sriwijaya murka. Rasa bencinya terhadap kakak kandungnya itu semakin menjadijadi. Sayangnya, Sri Paku Nalang-lah yang menjadi korban kekejian Sri Kalirang. Sri Paku Nalang yang belumrpulih akibat mengalami kekalahan saat berduel dengan Si Gentar Alam dibunuh dengan cara diracuni, kemudian mayatnya dipenggal dengan alasan dia telah mengkhianati titah dari Raja Sriwijaya. Peristiwa keji itu terdengar sampai ke telinga Si Gentar Alam atau Sultan Iskandar Syah. Si Gentar Alam pun menjadi murka. Terlebih kepala Sri Paku Nalang yang telah dianggapnya sebagai saudara itu dikirim pada dirinya. Segera Si Gentar Alam menyusun kekuatan dan strategi untuk membuat perhitungan dengan adik kandungnya yang berkuasa di kerajaan Sriwijaya. Perang saudara pun tak dapat terelakan lagi. Si Gentar Alam yang memimpin langsung armada perangnya berhasil menembus pertahanan kerajaan yang pernah dipimpinnya itu.

 

Kapal-kapal angkut prajurit berhasil memasuki perairan sungai Musi dan mengepung Kota Raja. Pasukan bantuan dari Bukit Barisan dan kaki Gunung Dempo bagi Raja Sanggramawijayatunggawarman yang telah tiba di kota raja menjadi diam, membisu tatkala Si Gentar Alam mengacungkan sebilah keris peninggalan Maha Raja Dapunta Hyang Sri Jaya

 

Nasa. Ya, Keris Jaya Nasa!

 

Maka, tinggal Panglima Jairo beserta pasukannya yang melindungi Raja Songgramawijayatunggawarman yang masih berada di Kota Raja. Peperangan yang sempat terhenti itu juga, meninggalkan sepenggal cerita menarik antara Si Gentar Alam dan Panglima Jairo. Rupanya, sempat terjadi dialog di antara keduanya.

 

Si Gentar Alam sempat meminta Panglima Jairo untuk menyerahkan Raja Songramawijayatunggawarman. Namun, Panglima Jairo yang kala itu masih sangat menghormati Si Gentar Alam tidak bersedia menuruti perintah Si Gentar Alam. Panglima Jairo menyatakan, bahwa dirinya mengabdi pada kerajaan Sriwijaya bukan pada siapa yang . menjadi raja, bahkan tidak perduli siapa yang menjadi raja.

 

Panglima Jairo pun menyadari akan kesalahan dari Sri Kalirang yang ketika menjadi Raja Sriwijaya tidak lagi menjalankan aturan-aturan bagi seseorang yang menjadi penguasa di Sriwijaya yang dibuat oleh generasi pendahulunya. Panglima Jairo lebih memilih mati sebagai ksatria di medan pertempuran.

 

Perang pun kembali berkobar. Dengan menitikkan air mata, Si Gentar Alam memerintahkan pasukannya untuk menyerang Kota Raja.

 

Pertempuran di Kota Raja tersebut dimenangkan oleh Si Gentar Alam yang memimpin langsung pasukannya di medan pertempuran. Dan selama peperangan, terjadilah duel antara Si.Gentar Alam dengan Panglima Jairo yang tentu saja dimenangkan oleh Si Gentar Alam.

 

Panglima Jairo yang telah sekarat, meminta pada Si Gentar Alam untuk memenggal kepalanya sebagai pengganti kepala Raja Sri Kalirang yang telah memenggal kepala Sri Paku Nalang. Dengan berat hati, Si Gentar Alam memenuhi permintaan Panglima Jairo ini.

 

Sementara itu, menyadari bahwa diriniya telah mengalami kekalahan, Raja Songgrama Wijaya Tunggawarman menghujamkan keris ke tubuhnya sendiri daripada harus menanggung malu yang teramat dalam serta enggan dijadikan tawanan oleh kakak kandungnya sendiri.

 

Menyaksikan kejadian tersebut, dalam lubuk hatinya yang paling dalam Si Gentar Alam menyesali peperangan yang bagi dirinya tidak ada satu orangpun yang memenangkan peperangan ini. Tak ada tujuan mulia yang diperjuangkan dalam peperangan tersebut. Peperangan yang seharusnya tidak terjadi ini, hanya karena amarah yang membara belaka.

 

Perseteruan Si Gentar Alam dan Sri Kalirang menghentikan perjalanan emas Kerajaan Sriwijaya yang dahulu mampu melebarkan sayapnya hingga ke mancanegara. Penyesalan membuat Si Gentar Alam tak pernah kembali ke Semenanjung Melayu (Kesultanan Malaka). Dia menyerahkan lambang Melayu (Palembang) pada seseorang “Wong Agung” dari Jawa Dwipa. Siapakah sesosok tersebut? Dalam dialognya dengan Penulis tidak pernah disebutkan namanya oleh gaib Si Gentar Alam.

 

Namun pasti, orang tersebut membawa misi penyebaran agama Islam di Swarna Dwipa yang diutus oleh para Wali Songo yang mulai berpengaruh di Jawa Dwipa.

 

Demikianlah kisah yang Penulis dapatkan saat menyepi di Bukit Si Guntang, pada awal 2009 lalu. Semoga tulisan ini menambah wawasan dan bahan pembelajaran bagi kita semua… Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!