Kisah Mistis: TUMBAL PESUGIHAN RINGIN PITU
Setelah menemukan sekarung duit, hidup Prapto aan keluarga dalam bahaya. Mereka tidak menyadari, kalau sekarung duit itu merupakan perangkap gaib dari seorang penganut pesugihan dedemit Dayangan Ringin Pitu, yang tidak ingin keluarganya jadi tumbal…
Malam sudah mulai turun, ketika Prapto melintas di jalan yang membelah sebuah areal persawahan menuju rumahnya. la mengayuh becaknya dengan tenaga yang tersisa, setelah hampir sepanjang siang dipanggang terik matahari mencari penumpang. Hari itu ia pulang ke rumah agak terlambat dan kurang bersemangat.
“Gak usah bersedih dan sewot kalau sepi penumpang,” terngiang di telinga Prapto ledekan yang dialamatkan kepada dirinya oleh seorang kawan sesama penarik becak.
“Ya, benar itu kata Dirman,” seorang sesama kawan penarik becak lainnya menimpali ucapan Dirman. “Gak usah bersedih dan sewot. Anggap saja itu sebagai cara Tuhan mengistirahatkanmu agar lebih bertenaga,” lanjutnya.
Diledek demikian, Prapto tidak marah. Ia hanya tersenyum kecut. Ledekan-ledekan sesama tukang becak demikian, baginya sudah biasa. la pun juga sering melakukan seperti mereka lakukan terhadap dirinya. Hanya saja, terbatas pada mereka yang bisa diajak guyonan dan tidak mudah marah.
Hari itu Prapto memang kurang beruntung. Tidak banyak mendapatkan penumpang. Karenanya, ia pun terpaksa pulang ke rumah dengan membawa hasil dari jerih payahnya yang sangat kurang. Kecilnya nilai penghasilan hari itu membuat Prapto sangat bingung untuk membaginya.
Bagaimana tidak bingung? Anaknya ragil lagi sakit keras. Sudah berhari-hari suhu tubuhnya naik-turun. Nafsu makannya pun hilang. Yang sangat dikeluhkan, kepalanya sering terasa sangat pening dan perutnya mual-mual. Prapto mengira, anak ragilnya terkena typhus. Beberapa tetangga menyarankan agar si ragil diobati dengan jus cacing tanah. Itupun sudah dilakukannya.
Meskipun jus cacing itu banyak dijual di apotik-apotik, namun Prapto tidak punya cukup uang untuk membelinya. Ia pun akhirnya membuat sendiri. Cacing-cacing yang akan dibuatnya jus, dicarinya dengan menggali tanah becek di belakang rumah. istrinya sama sekali tidak bisa membantu pekerjaan ini, karena melihat cacing saja sudah menggigilan. Bahkan, ketika jus cacing itu jadi, dan tinggal meminumkannya pada si ragil, Prapto sendirilah yang melakukannya. Sebab, istrinya melihat saja sudah mau muntah.
Meski sudah mengkonsumsi jus cacing, toh anaknya ragil yang baru berumur 7 tahun itu tidak kunjung sembuh juga. Prapto dibuatnya bingung, karena keinginannya untuk membawanya ke Puskesmas terkendala oleh keuangannya. Dan pagi tadi, sebelum berangkat kerja, ia berharap akan mendapatkan uang banyak, sehingga bisa segera anaknya berobat ke Puskesmas. Namun keinginan tersebut hanya tinggal keinginan, karena ternyata keuntungan belum berpihak kepadanya.
Prapto terus mengayuh becaknya. Membelah areal persawahan yang semakin gelap saja. Ingatannya pun timbul tenggelan silih berganti. Tiba-tiba saja Prapto teringat, sebelum berangkat menarik becak pagi tadi isterinya mengeluh, kalau Bu Krisna mengancam akan mengambil becaknya sebagai pelunas jika sampai tiga hari mendatang tidak bisa melunasi hutangnya.
Jika rentenir itu sampai mengambil becaknya sebagai pelunas hutang, itu artinya Prapto akan kehilangan satu-satunya mata pencaharian. Prapto benar-benar tida bisa membayangkan, jika hal itu sampai terjadi. Karena itulah, ketika berangkat kerja tadi pagi ia sangat berharap akan mendapat uang banyak. Dengan begitu, ia bisa segera membawa anaknya berobat ke Puskesmas. Bahkan, jika mungkin sisanya akan digunakan untuk mencicil utangnya kepada rentenir itu.
Namun, harapan itu tinggal harapan. Keberuntungan rupanya belum berpihak kepadanya. Prapto pun harus pulang dengan menelan kekecewaan yang dalam. Pulang ke rumah dengan membawa sedikit uang, membuatnya pusing tujuh keliling dengan seabrek kebutuhan yang mendesak itu.
Lamunan Prapto mendadak buyar. la terkejut bukan main. Tanpa sengaja, pandangan matanya tertumbuk pada sebuah bungkusan teronggok begitu saja di tepi jalan. Benda itu mulai terlihat di depannya dari jarak sekitar 10 meter. Prapto segera mempercepat laju becaknya, dan berhenti tepat di sisi onggokan benda tersebut dengan hati yang berdebar-debar.
Semula Prapto mengira benda yang teronggok di tepi jalan itu hanyalah pupuk biasa. Mungkin milik seorang petani setempat yang tertinggal. Karena itu, Prapto segera mengangkat benda itu ke becaknya, dan besuk akan dicari siapa pemiliknya. Tetapi betapa terkejutnya Prapto, karena ketika benda itu diangkatnya tidak seberat yang dibayangkan. Selain itu juga tidak terasakan padat di tangannya.
“Dhuh, apa ini isinya,” gumam hati Praptom penasaran, hingga segera saja dibukanya mulut plastik yang tertali sedemikian rupa itu.
Mulut plastik telah terbuka. Prapto segera. merogohkan tangannya ke dalamnya. Ia pun semakin yakin, plastik tidak berisi pupuk. Untuk lebih memastikannya, Prapto pun segera menjungkirkannya, hingga mulutnya berada di bawah dalam keadaan terbuka. Dan betapa terkejutnya Prapto, karena yang keluar dari plastik adalah uang kertas seratus ribuan dalam keadaan terbendel-bendel dan masih gres.
“Benarkah ini? Benarkah ini uang? Benarkah?” tanpa sadar Prapto berteriak-teriak sendiri, karena tidak percaya dengan apa yang terlihat di depan matanya.
Prapto sempat mengira kalau dirinya hanya sedang bermimpi saja. Karenanya, untuk meyakinkan bahwa yang dialaminya itu benar-benar nyata, maka ia tampar-tampar sendiri pipinya. Kemudian ia pegang sebendel uang kertas seratusan ribuan untuk dilihatnya secara seksama. Diraba-rabanya sedemikian rupa. Dan ternyata, benar-benar sebuah kenyataan. Prapto pun mendadak gemetar, karena sepanjang hidupnya belum pernah melihat uang sedemikian banyaknya.
Singkat cerita, satu plastik penuh uang temuan itu dibawanya pulang ke rumah. Sang istri bukan main senangnya. Malam itu juga, Prapto dan istrinya membawa anak ragilnya untuk berobat ke kota. Karena merasa cukup banyak uang, ketika dokter memutuskan opname buat anaknya, Prapto meminta kamar kelas VIP. Permintaan Prapto ini sempat membuat petugas di rumah sakit Itu heran dan tidak percaya.
“Mahal Iho ongkos kamarnya, Pak…!” kata seorang suster jaga yang meragukan kemampuan fanansiat Prapto.
“Ya! Saya tahu. Tetapi jangan khawatir, saya bisa membayarnya,” kata Prapto yang merasa terhina dengan memperlihatkan sejumlah uang yang dibawanya dengan tas kresek. “Ini uang saya, kalau tidak percaya saya mampu membayarnya,” lanjut Prapto tiba-tiba saja terlihat kesombongannya.
Dengan uang temuan itu, Prapto juga langsung melunasi utangnya kepada Bu Krisna. Bahkan, setelah anak ragilnya keluar dari rumah sakit, bersama istrinya ia memborong barang-barang elektronik seperti televisi, kulkas, mesin cuci dan lain sebagainya. Bukan hanya itu saja, Prapto juga membeli mebel seperti meja kursi, toilet, lemari dan lain sebagainya. Pendek kata, apa yang dia mau akan segera dibelinya, termasuk sebuah sepeda motor matic terbaru.
Banyak sekali tetangga Prapto yang heran dan bertanya-tanya atas perubahan pada diri keluarga Prapto ini. Prapto bukan tidak tahu akan hal tersebut. Karena itu, ia pun meminta kepada istrinya agar jangan sekali-sekali memberitahukan kepada mereka kalau barusan menemukan uang sebanyak satu plastik penuh. Sang istri sepakat, karena ia tidak ingin uang yang telah ditemukan suaminya itu diminta oleh pemilik sesungguhnya. Bahkan, sang istri pula yang memberikan ide kepada Prapto, kalau ada yang mempertanyakan dari mana mendapat uang sebanyak itu, jawabnya adalah barusan mendapat nomer togel!
Begitulah, dengan uang temuan itu, hidup Prapto berubah secara cepat sekali. Seolah sebuah pertunjukan sulapan saja. Dan Prapto tidak pernah menyadari, kalau di balik semuaa itu sebenarnya hidupnya sedang dalam ancaman bahaya yang mengancam jiwanya, juga jiwa anak dan istrinya.
Uang yang ditemu Prapto itu sebenarnya milik seorang pelaku pesugihan. Sang pelaku mendapatkan pesugihan setelah bersekutu dengan dedemit yang bersamayam di Dayangan Ringin Pitu. Dayangan Ringin Pitu sendiri merupakan sebuah tempat keramat, yang sangat angker dan sudah cukup terkenal di masyarakat. Prapto pun sudah mengenalnya.
Prapto sendiri pernah punya kenangan dengan Dayangan Ringin Pitu. Satu ketika, ia berniat ingin mencari pesugihan di tempat itu. Tetapi setelah tahu resikonya sangat berat, maka ia pun terpaksa mundur teratur. Resiko yang dimaksud, ia harus bisa merelakan keluarganya sebagai tumbal pesugihan setempat. Tumbal yang dimaksud bisa anaknya, bisa pendamping hidupnya, bisa pula keluarga terdekat lainnya yang masih ada hubungan darah.
“Lebih baik hidup seperti apa adanya, daripada harus kehilangan nyawa anak, istri ataupun saudara saudara saya sendiri,” kata Prapto kala itu.
Pemilik uang yang ditemukan Prapto itu sebenarnya bukan orang lam. Setidaknya, Prapto sudah mengenainya. Dia adalan Bu Krisna, seorang rentenir yang telah meminjaminya uang dengan bunga yang sangat mencekik. Ya, selain kekayaan Bu Krisna dari hasil praktik renten, juga dari persekutuannya dengan dedemit Ringin Pitu.
Meskipun bersekutu dengan dedemit Ringin Pitu, namun Bu Krisna hampir tidak pernah kehilangan anggota keluarganya. Anak-anaknya utuh. Suaminya juga baik-baik saja. Begitu juga dengan keluarga dekatnya. Semuanya aman-aman saja, dan Bu Krisna tetap bisa mendapatkan kekayaan dengan jalan pintas dari persekutuannya dengan dedemit Ringin Pitu. Tetapi untuk mengamankan mereka, hampir setiap tahun sekali tepatnya pada bulan-bulan Suro, Bu Krisna harus membuang uang sebanyak satu plastik penuh.
Nah, siapa yang menemukan uang itu, secara otomatis akan menjadi pengganti anggota keluarganya yang mestinya jadi tumbal pesugihan Ringin Pitu. Bagi dedemit Ringin Pitu, uang yang dibuang oleh mereka yang bersekutu dengannya merupakan sebuah petunjuk saja. Ya, petunjuk tentang siapa-siapa yang dijadikan sebagai tumbal pengganti keluarga yang bersekutu dengannya.
Prapto tidak pernah menyadarinya, kalau sebenarnya ia dan keluarganya sudah masuk dalam perangkap penganut pesugihan dedemit Ringin Pitu. Bu Krisna pun juga tidak tahu persis, kalau sebenarnya yang menemukan uangnya masih tetangganya sendiri. Tetapi memang, Bu Krisna pernah menaruh curiga kepada Prapto, saat secara mengejutkan tiba-tiba Prapto melunasi utangnya berikut bunganya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!