Kisah Mistis: TEROR MANTAN PACAR KEKASIH
Sebelumnya aku tak percaya pada hal-hal yang berbau mistis. Yang namanya ilmu kanuragan, ilmu hitam yang konon dapat digunakan oleh pelakunya untuk mencari keuntungan, membalas dendam atau apa lagi namanya, semua itu di luar akal sehatku. Di jaman modern ini kok masih ada orang yang percaya pada hal seperti itu, batinku. Tetapi logikaku terbantahkan, bahkan jadi bumerang bagiku. Karena aku sendiri telah mengalami hal-hal yang sebelumnya sama sekali aku tidak percaya. Berikut inilah kisahku yang sengaja kututurkan melalui website ini…
Berkat reputasi dan koneksi perusahaanku berhasil memenangkan tender proyek pembangunan irigasi dengan nilai yang cukup besar. Perusahaanku telah berhasil mengalahkan perusahaan lain yang termasuk perusahaan kelas atas.
Seiring dengan keberhasilan perusahaanku memenangkan tender, dering telepon dan ucapan selamatpun terus mengalir. Diantara sekian dering telepon yang aku terima, aku sempat terkejut dengan salah satu suara di seberang sana, karena dari suara yang ku dengar di seberang sana, suaranya bernada mengancam.
“Selamat… selamat Pak Krisna. Aku tahu permainan Anda begitu halus. Tapi Anda harus ingat, suatu saat aku akan memenangkan tender seperti kau saat ini. Aku juga akan bermain lebih halus lagi. Lihat saja nanti!”
“Hei, ini siapa?” Tanyaku. Tetapi suara dari seberang yang aku dengar cuma suara telepon dibanting.
Aku tak menganggap kejadian itu suatu kejadian luar biasa. Karena itu aku tak mau memikirkan dan menanggapinya lebih jauh, karena saat itu konsentrasiku adalah membentuk team untuk segera memulai pekerjaanku, menggarap proyek yang baru saja aku menangkan. Tak bisa dibayangkan bagaimana sibuknya aku. Aku tak ingat lagi akan ancaman telepon yang kuterima beberapa waktu lalu.
Tetapi tak kusangka kalau suksesku itu kemudian menjadi malapetaka bagiku. Baru saja dua bulan aku mengerjakan proyek tersebut, tiba-tiba aku jatuh sakit, mengalami sakit aneh. Kukatakan aneh, karena penyakitku datang tiba-tiba sore itu saat pulang dari kantor. Saat itu aku merasakan perutku mual seperti ingin muntah, lalu diikuti rasa pedih yang teramat sangat di bagian ulu hatiku. Dokter yang memeriksaku sempat kebingungan, karena diagnose dari sinar ultranya ternyata terlihat ada paku berkarat di dalam perutku.
Keterangan dokter Surya membuatku berkidig dan setengah tidak percaya. Astaga, sejak kapan paku itu berada di perutku dan kapan aku makan paku? batinku.
“Untuk mengeluarkan benda itu tidak ada cara lain selain Anda harus di operasi,” kata dokter Surya.
Penjelasan dokter Surya itu semakin membuatku panik. Aku tak sanggup membayangkan bagaimana perutku akan dibedah dengan pisau tajam hanya untuk mengangkat benda laknat dalam perutku itu. Untung Insinyur Hardi yang saat itu menemaniku menolak.
“Ini sepertinya bukan penyakit biasa pak dokter. Jangan-jangan ini semacam santet. Tidak mungkin tiba-tiba ada paku di dalam perut Pak Krisna. Ini pasti perbuatan manusia yang iri dan dengki pada Pak Krisna!” ucap Insinyur Hardi.
“Maksud Pak Hardi?” Aku menoleh pada asistenku itu untuk meminta penyelasari dari ucapannya Itu.
“Tenang, Pak Krisna Saya akan membantu Anda untuk mengobatinya. Saya akan coba menibawa bapak Krisna pada Ustadz Bermawi,” kata Insinyur Hardi.
Akhirnya aku putuskan ikut saran Pak Hardi untuk mencari jalan mengeluarkan paku dengan cara pengobatan alternatif, sebab aku tidak jadi dioperasi. Asistenku itu segera nelnbawaku menemui orang pintar yang dikenainya, Ustadz Beimawi di daerah Padang Cermin, kira kira 30km dari Bandar Lampung.
“Dia seorang Ustadz, selain itu dia juga memiliki Ilmu kanuragan yang mumpuni. Sudah banyak pasien yang sembuh setelah bersyareat dan berobat padanya,” jelas Ir. Hardi saat kami dalam perjalanan.
Aku sempat ragu mendengar cerita asistenku itu. Karena selama ini aku tak pernah,percaya pada hal yang bersifat mistis. Tetapi membayangkan pisau operasi membuatku menuruti saja saran asistenku itu.
Di Padepokan Ustadz Bermawi, Ir. Hardi menceritakan perihal sakitku. Ustadz Bermawi segera membawaku ke ruangan prakteknya. Di atas dipan aku terlentang memejamkan mata. Sementara Ustadz Bermawi berulang-ulang mengusap perutku, sambil mulutnya tak henti-hentinya merapalkan ayat-ayat suci.
Beberapa saat kemudian keanehan terjadi. Ustadz Bermawi tiba-tiba terjengkang. Kulihat tangannya menggenggam sesuatu yang ternyata dua buah paku berukuran sekitar 5cm. Aku segera melompat hendak membantunya, tetapi dengan sigap ustadz Bermawi berdiri dan tersenyum padaku.
“Ini bukan paku biasa. Benda ini sengaja dikirim orang padamu, untuk mencelakakanmu!” katanya seraya memperlihatkan benda laknat padaku.
“Siapa yang malakukan itu dan mengirimnya Pak Ustadz?” tanyaku.
“Kata Hardi kau seorang pengusaha. Jadi bukan mustahil banyak orang yang tak suka dengan kesuksesanmu,” jawab pak Ustadz Bermawi.
Aku mencoba mengingat-ingat. Tetapi selama ini seingatku aku merasa tidak punya musuh, ataupun pernah berkata yang menyakitkan hati orang lain. Hubunganku dengan karyawan pun kukira baik-baik saja.
Oh iya, namaku Krisna Sanjaya. Saat ini USiaku 31tahun. Aku adalah putra kedua dari keluarga Sanjaya, seorang pengusaha pemilik perkebunan coklat dan sawit di daerah Mesuji. Sebenarnya ayahku menyuruhku membantunya mengelola perkebunannya yang cukup luas itu. Tetapi aku tidak berminat sama sekali, aku mau bekerja sendiri secara mandiri, hasil kerjaku sendiri. Karena itu ayah memberikan anak perusahaannya yang bergerak di bidang kontraktor dan jasa untuk ku kelola, karena aku belum berpengalaman maka ayah menyuruh Insinyur Hardi untuk mendampingiku.
Suara ketukan pintu seketika membuyarkan lamunanku. Hardi muncul dan langsung menanyakan keadaanku pada ustadz Bermawit.
“Alhamdulillah, dia baik-baik saja. Alhamdulillah… berkat izin Allah SWT aku berhasil mengeluarkan paku dari dalam perutnya. Sepertinya ada orang yang menyantetnya!” jawab ustadz Bermawi.
Wajah Hardi tampak sumringah mendengar penjetasan ustadz Bermawi. Rupanya dia merasa senang karena usahanya menyelamatkan diriku berhasil.
“Hem… sudah kuduga dari awai kalau Pak Krisna dikerjai orang!” desisnya.
“Apakah kau tahu, Siapa kira-kira pelakunya Har?” tanyaku.
Hardi angkat bahu sambil menggeleng.
“Maaf, saya tidak tahu!” jawab Hardi.
“Sudahlah, kita tak periu mengetahui siapa orang yang melakukannya.
Yang penting saat ini pak Krisna bisa diselamatkan,” potong Ustadz Bermawi.
Setelah ngobrol cukup lama, kami pun pamit. Saat aku memberi sejumtah uang sebagai tanda terima kasih atas pertolongannya, Ustadz Bermawi menolaknya.
“Maaf, bukan saya menolak. Saya menolongmu dengan ikhlas. Malah sebaiknya saya sangat berterimakasih karena selama ini Pak Sanjaya sudah cukup banyak membantu pesantren kami di sini,” kata ustadz Bermawi.
Dari ucapan itu barulah aku mengetahui kalau ayahku merupakan donatur pesantren yang dikelola ustadz Bermawi. Pantas Hardi membawaku ke sini, ucapku dalam hati.
Aku tersenyum. “Tetapi ini kan lain, Pak Ustadz. Anggaplah ini sebagai tanda terima kasih saya pribadi, karena berkat bantuan bapak saya bisa sembuh,” kataku sambil menyodorkan uang pada Ustadz Bermawi. Ku lihat ustadz itu tersenyum menerimanya.
Sepanjang perjalanan pulang aku terus merenung. Aku baru sadar kalau di zaman modern dengan teknologi yang serba canggih ini ternyata masih ada hal yanng bersifat gaib yang secara logika tidak rnasuk akal, tapi terbukti secara nyata.
Aku sendiri tadi tidak sernpat bertanya pada usiadz Bermawi, bagaimana caranya dia sarnpai berhasil mengetuarkan paku yang bersarang di dalam perutku. Rasanya tidak masuk akal kalau henya dengan mengusap-usap perutku saja, paku itu bisa diambilnya keluar. Sedangkan aku sendiri tidak merasakan sakit atau apapun.
Rupanya teror atas diriku masih berianjut. Malam itu aku dikejutkan suara gaduh di ruang kerjaku. Kebetulan malam itu aku belum tidur. Aku segera berlari ke ruang kerjaku. Aku terkejut sekali karena ruang kerjaku jadi berantakan. Buku dan map berserakan di lantai. Aku segera memanggil Pak Rustam, satpam yang menjaga rumahku.
Ketika Pak Rustam muncul, aku segera bertanya. “Pak, kok tidak tahu kalau ada orang masuk?”
“Maksud Bapak?” dia balik bertanya. Pertanyaan ini membuat aku jadi jengkel. Aku segera membawanya ke ruang kerjaku. Dia tampak kaget melihat suasana di | ruangan kerjaku. Cepat dia memeriksa pintu dan jendela, tetapi tidak ada yang rusak.
“Apakah di luar tadi Pak Rustam tidak melihat ada orang masuk ke rumah?” tanyaku.
Pak Rustam terdiam. Dia mencoba mengingat.
“Rasanya tidak ada, Pak. Saya duduk di pos depan, sedangkan pintu gerbang sudah saya tutup sejak sore tadi. Rasanya tidak mungkin kalau ada orang masuk dengan melompat pagar, karena si Blek pasti akan menggonggong,” jawab Pak Rustam.
Jawaban pak Rustam memang sangat masuk akal karena aku memang tak mendengar suara gonggongan Si Blek, anjing Herderku itu. Yang membuat aku lebih heran meskipun ruanganku berantakan tetapi tdak ada satu pun barang yang hilang. Berbagai dokumen dan bendabenda berharga di ruang itu kuperika masih utuh Kalau memang yang masuk pencuri, kenapa tidak ada satu barang pun yang rambilnva? Batinku.
Aku segera menelpon Hardi. Ketika dia muncul aku segera menceritakan apa yang telah terjadi. Kulihat Hardi mengernyitkan kening, sepertinya dia berpikt keras mencari jawaban atas kejadian di rumahku itu.
“Ini pasti ada hubungannya dengan penyakit bapak kemarin. Orang ini sepertinya sengaja menteror bapak untuk membalas sakit hatinya!” komentar Hardi.
“Dasar pengecut!” Makiku geram.
“Kalau begitu aku harus lapor polisi” Tetapi Hardi melarangku.
“Sebaiknya jangan, Pak. Karena itu akan membuat pekerjaan kita bertambah dan membuang-buang waktu saja, sementara kita sukar mencari buktinya,” ucap Hardi.
Lagi-lagi aku menuruti saran Hardi. Selama ini aku memang menghormatinya. Karena dia sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Untung saja saat itu aku menuruti saran Hardi. Karena sejak kejadian malam itu tidak pernah ada lagi kejadian-kejadian aneh yang bersifat menterorku. Aku
menduga orang yang menterorku itu sudah puas dengan ulahnya.
Tetapi pembaca ternyata dugaanku salah, teror atas diriku masih terus berlanjut. Malam itu ayah Nina, calon istriku menelpon. Dia menanyakan keberadaan – putrinya.
“Sudah dua hari ini dia tidak pulang. Kami menghubunginya, tetapi HP-nya tidak aktif,” suara ayah Nina kudengar sangat cemas.
“Tidak, pak. Dia tidak bersamaku. Dia juga tidak pernah menghubungi aku,” jawabku.
Baru saja aku meletakkan telpon kudengar pintu diketuk orang. Ketika aku membuka pintu ternyata polisi yang datang.
“Selamat malam, Pak Krisna. Kami mendapat informasi kalau Nina ada di rumah Anda!” kata seorang dari mereka.
“Dia tidak ada di sini,” jawabku.
“Boleh kami masuk?”
“Oh, mari silahkan!” jawabku dan membiarkan mereka masuk.
Sementara aku berbincang dengan salah seorang polisi itu, dua temannya segera masuk menggeledah rumahku. Tak lama mereka kembali dan melapor kalau Nina tidak mereka temukan. Karena tidak berhasil menemukan apa yang mereka Cari, ketiga polisi itupun parnit. Tinggallah aku sendiri berdiri mematung memandangi kepergian mereka. Ya, Tuhan apa lagi ini? batinku. Apa sebenarnya yang terjadi pada diri calon istriku? Mengapa dia menghilang apakah dia diculik orang?
Pertanyaan itu terus saja menguasai pikiranku. Yang membuat aku merasa aneh dari mana polisi memperoleh informasi yang mengatakan kalau Nina ada di rumahku? Jangan-jangan ini lagilagi perbuatan orang yang sama yang sebelumnya pernah menterorku?
Diam-diam aku mulai mencurigai Hardi. pia adalah satu-satunya orang yang paling dekat denganku dan banyak tahu tentang rahasia pribadiku. Tetapi untuk menanyakan langsung aku tidak punya keberanian. Karena Hardi adalah orang kepercayaanku. Aku takut dia akan tersinggung dengan tuduhanku itu. Lalu apa yang harus kulakukan untuk menyingkap misteri yang secara beruntun menimpaku ini?
Tiba-tiba aku ingat pada Ustadz Bermawi. Karena ustadz Bermawi dulu pernah menolongku. Lalu aku pun memutuskan untuk segera menemuinya. Mudah-mudahan saja beliau bisa membantuku menyingkap semua ini.
Siang itu diam-diam aku memacu kendaraanku ke arah Padang Cermin. Tujuanku adalah Pondok Pesanttren Al ‘ ikhlas tempat Pak Ustadz Bermawi. Pada beliau kuceritakan semua tentang peristiw yang kualami, termasuk kecurigaanku pada Insinyur Hardi, asistenku. Kulihat Ustadz Bermawi tersenyum saat aku menyebut nama Hardi.
“Aku yakin kalau bukan Hardi pelakunya. Aku sudah kenal lama dengan Hardi, dia itu orang yang sangat baik. Dan dia termasuk salah satu orang kepercayaan ayahmu,” kata Ustadz Bermawi dengan suara lembut tetapi tegas.
“Kalau begitu siapa orangnya pak Ustadz?” tanyaku.
Ustadz Bermawi terdiam. Dia memejamkan matanya cukup lama. Kemudian dia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan-lahan. Setelah itu dia membuka matanya dan memandangiku.
“Maaf, apakah calon istrimu pernah punya pacar?” tanya Ustadz Bermawi.
Aku tidak segera menjawab. Aku mencoba mengingat-ingat. Tiba tiba seraut wajah melintas di benakku. Trisna! Ya, aku ingat sekarang. Trisna bekas pacar Nina. Terakhir aku bertemu dengannya saat pengambilan formulir tender proyek irigasi tempo hari. Rupanya dia bekerja di perusahaan yang tempo hari kukalahkan. Rupanya diam-diam dia menyimpan dendam padaku.
“Betul Pak Ustadz. Nina memang pernah punya pacar. Namanya Trisna,” jawabku.
“Orang nya putih dan berkumis tipis?”
“Betul!” jawabku pasti.
Berkat bantuan Ustadz Bermawi, akhirnya aku mengetahui siapa pelaku teror terhadap diriku selama ini. Ternyata dia mantan pacarnya Nina. Demi keselamatan calon istriku, aku segera menghubungi polisi. Berkat petunjuk dari Ustadz Bermawi tak sulit bagi polisi untuk menangkap Trisna. Dalam waktu dua hari mereka berhasil menemukan Nina yang ternyata berada dalam sekapan mantan pacarnya itu.
Di kantor polisi, Trisna mengakui semua perbuatannya. Alasannya dia merasa sakit hati karena Nina berpaling padaku dan kegagalan perusahaannya memenangkan tender proyek irigasi tempo hari membuat dirinya kehilangan pekerjaan.
“Dia akan mendapat balasan setimpal atas perbuatannya, pak Krisna. Kuharap kamu tidak perlu dendam padanya, apalagi sampai membalasnya,” ucap Ustadz Bermawi padaku yang saat beliau ikut mengantar aku menjemput Nina di kantor polisi. Aku terdiam. Lagi-lagi aku dibuat terkagum pada diri Ustadz satu ini. Memang saat itu aku sedang emosi sekali pada Trisna. Hingga timbul niatku untuk menghajarnya. Namun niatku itu urung karena kata-kata Ustadz Bermawi itu telah meluluhkan emosiku.
Peristiwa itu memang terjadi 2 tahun yang lalu. Tetapi telah menjadi catatan tersendiri dalam perjalanan hidupku. Aku sengaja menceritakan nya pada pembaca, kiranya ada yang dapat diambil hikmahnya (Seperti yang di tuturkan Krisna Sanjaya pada penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!