Kisah Mistis: RITUAL SEKS UNTUK PESUGIHAN DAGANG
“Layani aku setiap 35 hari, maka semua yang kau minta pasti akan terpenuhi. Kita kerjasama saja, saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Pasti semua keinginan hidup kita di dunia akan terpenuhi dengan mudah…”
Saat ini, aku hanya mampu diam. Tubuhku kaku. Mulutku tak bisa bersuara. Gerakanku lamban. Langkahku thimik-thimik, sejengkal demi sejengkal. Sulit bagiku berkomunikasi secara normal. Hanya bahasa isyarat yang bisa kusampaikan. Tanganku pun sulit untuk menulis huruf demi huruf. Banyak keinginanku yang tak teruraikan oleh bahasa isyarat. Anak-anakku lebih sering tak bisa menerjemahkan bahasa isyarat yang ku sampaikan.
Sehingga emosi yang harusnya ku kendalikan, justru membuncah, meluap dan ingin meledak karena terlalu seringnya salah persepsi menangkap bahasa isyarat yang ku sampaikan. Stroke iskemik karena penyumbatan darah, telah membuatku seolah menjadi sosok yang sepertinya tak berguna. Aku seolah menjadi beban bagi istri dan anak-anakku.
Setahun sudah aku mengidap dan terserang penyakit stroke. Selain karena aku mudah emosi, akupun suka makanan berlemak seperti sate kambing, sate brutu ayam, tongseng, rica-rica enthog dan rawon setan. Porsi makanku pun sangat banyak. Ditambah lagi dengan malas berolahraga dan hobbi minum kopi 3 kali sehari, kian menambah sakit hipertensiku cepat meningkat menjadi stroke.
“Ayah, jangan terlalu sering makan yang berlemak dan mengandung banyak kolesterol, jangan sampai terkena stroke atau asam urat,” saran Rahmah anak gadisku yang sulung.
“Hidup ini hanya sekali, dulu untuk makan saja sulit, sekarang bisa makan enak sekehendak hati, mengapa tak dituruti?” jawabku ngeyel.
“Ya, sudah kalau ayah tidak mau dinasehati,” jawab Rahmah sambil berlalu dari hadapanku.
Aku memang terkenal sebagai seorang ayah yang tidak suka dinasehati oleh siapapun, apalagi jika yang kuperbuat itu tak melanggar agama atau merugikan siapapun juga. Tetapi jika aku dinasehati pas aku berbuat kesalahan, pasti aku mau minta maaf walaupun harus menghiba.
Walau aku keras kepala, aku selalu bertanggungjawab dengan apa yang aku lakukan. Aku memang keras kepala, ndablek dan ngeyelan, tapi aku konsekwen konsisten dan berdedikasi. Karena itulah, kuakui, akhirnya tanpa sepengetahuan siapapun juga, aku mencari penglarisan dagang agar usahaku bisa besar dan berkembang seperti sekarang. Hidupku dulu, sangat nelangsa…
Sejak aku SD, aku bekerja menjadi babu atau asisten rumah tangga. Menjadi kacung bola tenis. Bahkan saat SMP dulu, aku pernah menjadi gigolo dalam usia yang sangat belia. Dari menjadi gigolo inilah aku menjadi tahu, tentang penglarisan dagang yang sangat banyak jenisnya.
Saat itu, aku tengah mengasong koran di perempatan tugu Jogja, tiba-tiba aku didatangi sebuah mobil kapsul terbaru. Sang pengendaranya adalah seorang wanita tengah baya.
“Dik, mari ikut saya, koran yang masih ada nanti saya beli semuanya!”
Mendengar tawarannya, aku pun segera masuk ke dalam mobilnya. Terasa sangat dingin AC yang dihidupkan.
“Mau kan adik, saya ajak putar-putar, kita rekreasi?”
Aku seperti kerbau dicocok hidungnya, mengangguk saja dan langsung mengiyakan. Mobil yang disopiri oleh wanita itu segera merambat menuju ke Kaliurang. Tiba di sebuah lokasi yang tak jauh dari area parkiran Telaga Putri, wanita itu membuka sebuah regol besar bangunan Villa.
Dia segera masuk ke area Villa yang sangat asri. Kulihat kolam berisi ikan koi yang mahal di pelataran villa. Turun dari mobil, aku langsung dituntun ke sebuah bangunan serupa pendopo. Remang-remang kulihat ada sebuah laba-laba yang besar yang ada di langit-langit kamar dengan jalinan benang-benang yang membentuk jala sebagai perangkap bagi mangsanya.
Kamar yang tadi remang-remang menjadi gelap gulita. Tiba-tiba ada layar TV yang langsung menyala dengan sebuah film pornonya. Wanita tengah baya tadi langsung merangkulku, mendekapku dan memperkosaku! Aku tak bisa menolak. Aku tak kuasa berontak. Aku seperti terhipnotis, bahkan terhanyut dalam suasana yang romantis dan berhawa dingin.
Wanita tengah baya itu, pintar membuatku terbang ke awang-awang. Terbang ke langit penuh bintang yang indahnya tak berkesudahan. Dan akhirnya, keperjakaan dan spermaku untuk pertama kalinya direnggut olehnya. Untung saja, aku adalah lelaki, sehingga kehilangan keperjakaan, tak bisa kentara karena tak bisa dibuktikan dengan apapun juga.
“Sudah sayangku, ritualku sudah usai, jangan kau kuatir, apapun yang kau pinta akan kupenuhi,” seru wanita itu setelah mampu mendayung perahu bersamaku berulangkali.
Esok harinya, aku langsung diajak ke mall di Malioboro.
“Beli saja apa yang kau minta!”
Delapan hari (35 hari) kemudian, aku diajak lagi oleh wanita tengah baya itu ke Gunung Kawi. Tengah malam, kami sudah sampai di Gunung Kawi. Letaknya di perbukitan yang agak tinggi. Di kiri kanan jalan, banyak Klentheng dan penjual bunga bertebaran. Sebelum masuk pendapa utama, banyak orang ritual menunggui guguran bunga Wijaya Kusuma. Mereka bertafakur di bawah pohon Wijayakusuma. Menurut kepercayaan, barangsiapa yang kejatuhan bunga Wijayakusuma, maka ia kan mendapatkan keberuntungan.
Bunga tersebut bisa digunakan untuk jimat keberuntungan. Wanita itu, langsung menuntunku masuk ke pendopo utama yang luas dan bersih. Di ujungnya yang agak meninggi, ada seorang juru kunci yang menunggui dua gundukan pusara.
Wanita itu segera menghadap ke juru kunci. Usai itu, giliranku.
“Ini kuberikan dua buah bungkusan, yang satu kamu simpan di atas pintu utama rumahmu, yang satu yang berupa bunga layon/bunga layu kau bawa sebagai jimat, piandel, cekelan, penglarisan atau kau kugunaka menurut kehendakmu.”
Usai dari berziarah ke 2 pusara yang ada di gunung Kawi, lagi-lagi wanita etnis keturunan ini mengajakku indehoi lagi di dalam penginapan yang ada di sekitaran Gunung Kawi. Kami habiskan malam dengan memintal kesenangan berulang-ulang. Esoknya, sinar matahari telah menyembul dari sela-sela ventilasi penginapan.
Aku pun terbangun. Kulihat wanita etnis keturunan tersebut tengah duduk bersila sambil menyalakan dupa. Mulutnya berkomat-kamit merapalkan doa dan keinginan. Sekian lama dalam keheningan dan kekhusukkan doa, akhirnya wanita itu menyudahi ritualnya.
“Sekarang kita bertolak ke Surabaya, kuajak kamu melihat keramaian Surabaya dan Tunjungan Plaza, ayo kita segera bergegas!”
Beberapa jam kemudian, kami sudah tiba di Surabaya. Di depan Tunjungan plaza, di dekat pintu masuk, wanita itu memberikan ATMnya.
“Gunakanlah untuk bersenang-senang!” Seperti hewan yang baru dilepaskan dari kandang. Aku kegirangan, apalagi aku memegang ATM yang banyak jumlahnya. Apa saja yang kusuka langsung kubeli, termasuk juga para gadis-gadis cantik dan molek. Semua kunikmati tanpa melihat itu adalah dosa. Aku girang, aku senang. Aku berubah perangai 360 derajat. Aku lupa jati diriku bahwa sebenarnya aku adalah pemuda kere, yang tak punya uang dan hidup dalam kepapaan. Hatiku terdalam sebenarnya sudah memperingatkan, sayang. kekuatan hatiku kalah dengan sebuah energi lain yang seolah menguasaiku. Aku seolah menjadi laki-laki yang gila seks dan senang dengan hura-hura. Sorenya wanita itu, datang menjemputku.
“Kamu puas anak muda?” tanya wanita itu sambil tersenyum dan mengelus pipiku.
“Tentu dong mbak eh tante, saya belum pernah merasakan hidup yang seperti ini, enak, nyaman dan semua terpenuhi.”
“Mudah itu, layani aku setiap 35 hari, maka semua yang kau minta pasti akan terpenuhi. Kita kerjasama saja, saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Pasti semua keinginan hidup kita di dunia akan terpenuhi dengan mudah.”
Setiba kembalinya di Yogyakarta, aku langsung diajak ke tokonya wanita etnis keturunan ini. Tokonya memang sangat besar, laris dan terkenal. Aku diajak berkeliling toko sambil sesekali wanita itu menyapa beberapa karyawannya.
Pada sebuah unit produksi, tiba-tiba aku melihat seorang wanita tengah baya, teman almarhumah si mbokku melambaikan tangannya kearahku.
“Ke sini le!” katanya pelahan. Saat wanita etnis keturunan itu tidak tahu, wanita teman simbokku langsung memberi tahu.
“Le, hati-hati dengan wanita etnis keturunan itu, dia baik, tapi kebaikannya itu karena ada tendensinya, biasanya banyak laki-laki muda dijadikan tumbal atau penglarisan dagang, darahmu akan dihisap Secara perlahan sampai akhirnya kamu kurus lalu ditinggalkan.”
Aku hanya mengangguk. Kunalar memang ada benarnya. Apakah ini penglarisan dagang yang tanpa menggunakan tumbal? “Ah biarlah, yang penting, sekarang aku bisa hidup enak.”
Hubunganku dengan wanita etnis itu pun tetap berlangsung. Dia mengajari banyak cara-cara berdagang. Setiap berdagang, pasti butuh media untuk penglarisan, itulah keyakinan yang ia tanamkan di dalam benakku. la ceritakan tentang kembang layon yang ia dapatkan dari juru kunci di Gunung Kawi, itulah media yang ia gunakan untuk penglarisannya.
Setiap Kamis malam pada 35 hari sekali, ia celupkan kembang layon itu di water torn (penampungan air) di tokonya, esoknya air itu disiramkan di muka tokonya, makanya tokonya akan laris. Akan lebih mustajab jika air di penampungan tersebut bisa bercampur air hyan yang jatuh dari langit pada Kamis malam. Dijamin order dan omzetnya akan berlipat-lipat.
Selain itu, dia juga berpesan, sehabis ziarah ke Gunung Kawi, sebaiknya segera membangun tempat ibadah yang terletak di lokasi yang strategis yang banyak dilewati orang, sehingga tempat ibadah itu bisa didayagunakan oleh siapa saja dan dalam jumlah yang banyak. Semakin banyak orang yang beribadah di tempat ibadah yang kita bangun, maka semakin banyak pula rejeki yang akan kita terima.
Wanita itu, memang melaksanakan semua hal di atas. Meski kala itu, dia belum sesukses sekarang, dia langsung menginvestasikan sebagian kekayaannya untuk membangun tempat ibadah di tengah kota Yogya, yang dekat dengan Universitas. Dari bangunan yang kecil, akhirnya menjadi bangunan yang megah.
Setelah membangun tempat ibadah itu, rejekinya mengalir dengan sangat deras. Tak dinyana, tempat ibadah yang dia bangun bahkan menjadi tempat jujugan para sales untuk beristirahat saat siang, tempat diskusi para mahasiswa, tempat mengkaji kitab dan tempat bertukar kawruh dan kebaikan. Tak dia nyana, infaq dari para pengguna tempat ibadah itu sangat banyak.
Meski banyak, tapi, dia tidak mau menggunakan uang infaq itu untuk kepentingan pribadinya. Dia rangkul masyarakat sekitar, agar mau mengurusnya secara profesional. Akhirnya, tempat ibadah itu sekarang menjadi bagus, indah, besar dan terkenal karena pengelolaannya yang baik. Karena bergaul dengan pedagang, akhirnya akupun mulai berusaha juga menjadi pedagang. Ternyata menjadi pedagang itu tak semudah yang dibayangkan.
Menjadi pedagang, sangat rumit, pelik dan butuh ketelatenan. Modal uang saja tak cukup, modal uang juga wajib didukung olel mental dan sumber daya yang mumpuni.
Jatuh bangun dalam awal usana adalan nal yang wajar Tak heran, banyak orang yang bangkrut diawal usahanya. Jika jiwanya baik mungkin dia akan mencoba lagi dan berusaha tidak mengulangi kesalahan yang lalu, tetapi jika mentalnya jelek, maka banyak orang yang menggunakan akal tidak sehatnya yaitu mencari pesugihan.
Seperti halnya aku, dengan seijin wanita etnis keturunan itu, aku pun hidup berumahtangga dengan wanita desa yang sangat sederhana yang menjadi asisten wanita itu, ia pilihkan seorang wanita yang memang sudah tahu siapa aku. Semuanya disupport oleh wanita etnis itu. 10 tahun berdagang, tapi usahaku tak pernah mengalami kemajuan, justru malah hutang bank yang kian menumpuk. Untunglah wanita etnis itu tetap memberiku segepok modal (walau masih harus menjadi budak seksnya setiap 35 hari sekali). Istri dan anak-anakku mendesakku agar pulang ke desa, hidup menjadi petani, tapi aku menolaknya.
Akhirnya, aku berziarah seorang diri ke Gunung Kawi seperti beberapa tahun yang lalu. Tak menunggu tahunan, aku berganti jualan yaitu berjualan soto dan bakso. Warungku langsung booming. Dalam setahun sudah bisa membuka beberapa cabang.
Anak istrikupun senang, mereka membantuku mengelola, pun juga wanita etnis itu, juga selalu membantuku mencarikan lokas-lokasi yang bisa disewa untuk dijadikan cabang-cabang baru.
“Kamu, pasti ritual di Gunung Kawi?” Tanya wanita etnis ini langsung menebak.
Aku mengangguk.
“Ingat, segera bangun tempat ibadah, agar semuanya tak terkuak!”
Aku mengangguk lagi. Seolah mengiyakan. Padahal tak ada sedikitpun niatku untuk membangun tempat peribadatan. Cobaan sebenarnya, bukanlah saat manusia tidak punya uang, justru cobaan sebenarnya adalah saat manusia banyak uang.
Ini kualami, dengan uang yang banyak, aku menjerumuskan diri dalam dunia yang belum pernah kujamah selama ini. Beli mobil. Beli motor. Beli tanah. Beli sapi sampai membeli wanita-wanita yang cantik jelita, adalah menjadi dunia baruku. Aku hidup dalam kesenangan dunia yang luar biasa. Aku kian senang, semua warung soto dan baksoku bertambah laris. Uang keuntungan yang seharusnya sebagian ku infaqkan dan kubagikan untuk orang-orang yang membutuhkan, malah kugunakan untuk hal-hal yang maksiat dan dosa. Nasehat-nasehat, sudah tak lagi kuhiraukan.
“Sampai akhirnya wanita etnis itu pada bercumbuan yang terakhir kalinya berpesan “Insaf dan sadar, tarik semua aset-asetmu, jual kalau perlu dan segeralah kau bangun tempat ibadah, sebelum penguasa gaib Gunung Kawi mendatangi dan memaksamu menjadi tumbal!”
“Tak sulit menjual aset-asetmu, membangun tempat ibadah hanyalah sedikit sekali nilainya jika dibandingkan dengan semua kekayaan yang kau terima selama ini, jangan pelit, jangan eman, laksanakan segera atau kau akan mengalami kesakitan yang luar biasa!”
Mendapat nasehat itu, aku bukan sadar atau menurut, aku kian gila, terutama kegilaan pada wanita-wanita yang cantik jelita. Hari-hariku kian habis bersama para wanita-wanita yang bisa kusewa. Sampai akhirnya. Tepat Kamis malam, pada hari yang ke 35, yang biasanya kuhabiskan malam bersama wanita etnis keturunan itu, aku memacu mobilku ke Villa biasanya di Kaliurang. Tak kutemukan ia di sana.
Entah mengapa, ada anasir lain yang menghinggapi tubuhku. Aku kedinginan. Aku menggigil. Dadaku merasakan sangat sesak. Ada rasa ingin batuk, setiap ada rangsangan mau batuk, tapi batuknya tak bisa keluar. Hingga otot perut sampai otot anus tertarik, terasa sakit. Punggungku membungkuk, tapi batuk tetap tak mau bisa keluar. Kusentak. Kuhentak dengan keras.
Akhirnya dengan satu hentakan keluarlah sesuatu dari dalam dadaku.
Sebuah benda berwarna merah dan putih bercampur darah segar. Kuraba dan kuamati pelahan. Ternyata sepasang bunga mawar (rose) sepasang berwarna merah dan putih. Aku batuk lagi. Kali ini batuknya kian bertambah kencang. Aku terus terbatuk- batuk tak tertahankan. Sakit sekali dadaku. Panas menjalari paru-paruku. Pandanganku gelap. Mataku samar melihat ada seberkas bayangan laba-laba di depan mobilku. Kulihat dari spion, seolah banyak laba-laba mengejarku. Segera kuinjakkan gas mobilku kian dalam, akhirnya kurasakan mobilku terbang. Berjungkir balik dan jatuh terbalik di sebuah ladang kosong di pinggir jalan Kaliurang yang saat itu sangat sepi.
Esoknya, kulihat tubuhku terkapar kaku di ruang IMC/ICCU atau ruang perawatan khusus sebuah rumah sakit terkenal di Yogyakarta. Aku divonis sakit jantung koroner sebagai akibat sakit stroke iskemik yang kuderita. Aku hanya sendirian di dalam ruangan perawatan. Tak ada yang bisa menemaniku.
Aku tak mampu menggerakkan alat-alat inderaku. Kaki dan tanganku kaku, tak bisa kugerakkan. Bicarapun aku tak mampu Hanya kedipan mata dan air mata yang bisa kujadikan alat komunikasi. Jutaan rupiah biaya yang harus dikeluarkan di ruangan khusus ini. Aku benar-benar sedih, putus asa. Jelas ini adalah hukuman. Karma bagiku yang bergelimang dosa. Benar kata orang bijak, gunakan sehatmu sebelum datang sakitmu. Gunakan umurmu sebelum kematian menjemputmu. Andai saat sehat dan punya segalanya, saat itu kugunakan untuk membangun tempat ibadah dan kebaikan, mungkin nasibku tidak akan seperti ini.
Penyesalan selalu ada di bagian akhir, tidak ada penyesalan di depan kehidupan, itulah yang ku alami sekarang. Aku menyesal tidak mau berinfak dan bersedekah serta membelanjakan hartaku di jalan kebenaran, akhirnya Tuhan meminta hartaku yang menjadi hak orang lain terbuang sia-sia untuk biaya perawatan di rumah sakit. Tuhan Maha pengampun. Tak ada kata terlambat untuk bertaubat. Biarlah aku sekarang terkapar dalam kesendirian. Inilah akibat. Aku menanam keburukan maka akupun menuai keburukan. Biarlah aku menjadi mayat hidup, yang hanya bisa berbaring dan tak bisa mandiri.
Alhamdulillah, aku sudah boleh pulang. Hari-hariku banyak kuhabiskan di sebuah tempat ibadah mungil yang kubangun dipinggir sungai dan sawah. Aku pun meminta keluargaku membangunkan sebuah rumah di pinggir sawah. Tak kulihat lagi wanita etnis keturunan itu setelah tubuhku terbujur kaku. Hanya istri dan anak-anakku yang selalu setia merawatku, memandikan, mengganti pampers, menyuapi dan menghiburku.
Tak lupa, anak-anakku masing-masing mendirikan tempat ibadah di Pantura dan JJLS (jalan-jalan lingkar selatan di sepanjang pantai selatan pulau Jawa). Warung soto dan baksoku, ternyata masih laris. Tak ada yang berubah. Yang berubah hanyalah aku. Sekarang aku hanyalah parasit bagi anak-anakku. Aku menjadi orang yang maqomnya berada di bawah bayi. Semua harus dibantu oleh anak-anak dan istriku. Aku ikhlas Tuhan… ampuni aku Tuhan dan berilah kesabaran bagi siapa saja yang merawatku. Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!