RITUAL PESUGIHAN HIBAH
Sebut saja namanya Joko, 55 tahun. Lelaki asal Semarang, Jawa Tengah, ia seorang pengusaha yang sial karena tertipu teman bisnis. Uangnya gelapkan teman bisnis, mencapai angka 3 millyar rupiah. Dan karena masalah itu, Joko yang yang dikaruniai 3 orang anak itu jatuh bangkrut. Hampir seluruh aset yang ia miliki disita bank karena tunggakan. Akhirnya Joko hanya memiliki sebidang tanah dan rumah yang kini ia tempati bersama istri dan anak-anaknya.
3 tahun Joko mencari jejak Heru, orang yang menipunya itu. Tapi hingga habis puluhan juta, lelaki itu tak juga ia temukan. Seluruh tempat yang pernah dihuni Heru disambangi Joko, tapi penipu ini memang professional, Ia hilang bak ditelan bumi. Tak ada jejak yang ditinggalkan Heru sebagai petunjuk untuk Joko menelusurinya.
Dalam keterpurukan, Joko berusaha menghilangkan bayang-bayang Heru yang telah membuatnya miskin. Joko berusaha kembali membangkitkan usaha yang pernah membesarkan namanya. Joko mulai merintis bisnis jual beli mobil meski tanpa modal.
Tapi ternyata untuk kembali merintis dari nol bukan hal mudah. Tanpa modal, usaha yang dijalani Joko sia-sia.
Sudah berpuluh orang teman lama Joko ditemuinya, tapi mereka selalu beralasan ini itu buat menghindar. Ternyata hidup tanpa uang memang sulit. Teman akan datang tanpa gendang jika kita punya uang. Tapi mencari teman dalam keadaan miskin seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Dalam kegalauan hati, Joko terus merenungi nasib buruk yang menimpa dirinya. Mengapa ia begitu percaya terhadap Heru asistennya. Seribu sesal ia tumpahkan pada dirinya sendiri. Entah setan apa yang menutup mata hati Joko hingga la bisa menyerahkan pimpinan perusahaan ke tangan Heru. Dengan kewenangannya yang besar itulah Heru mencairkan banyak aset dan memindahkan ke rekening pribadinya.
Suatu hari, Joko bertemu dengan Edi di Stasiun Solo Balapan. Edi adalah seorang pemuda yang hobby bertualang, saat itu Edi tengah melancong di Kota Solo. Dari cerita Edi-lan Joko mengetahui keberadaan Ki Ageng Kebho Endaru, seorang spiritualis yang bisa membantu kesulitan ekonominya.
Pertemuan Joko dengan Edi yang singkat itu memberi setitik harapan dalam kegalauan hati Joko, Sudah empat tahun lebih ia terpuruk, Istri dan anak-anaknya hidup dalam kondisi yang serba kekurangan. Seluruh harta benda berharganya sudah habis terjual. Tak jarang untuk sekedar makan pun Joko harus minta bantuan saudara-saudaranya.
Cerita yang dipaparkan Edi tentang KI Ageng yang bisa membantu kesulitan ekonomunya itu membawa secercah harapan meski Joko belum meyakininya. Untuk itulah ia mencoba menghubungi Ki Ageng datang langsung ke alamatnya di Bekasi. Kebetulan ketika Joko datang orang yang dimaksud itu ada di rumahnya. Hari itu Joko menceritakan seluruh pengalaman pahit yang dialaminya pada Ki Ageng. la mencurahkan seluruh kegalauan hatinya termasuk menghadapi masa depan anak-anaknya yang kini menginyak remaja.
“Begitulah Ki, saya benar-benar terpuruk. Tak tahu lagi.saya harus minta bantuan pada siapa. Jika pun ritual pesugihan ini harus ada tumbalnya akan saya jalani,” jelas Joko pada Ki Ageng.
“Heeemmmmh…. Saya akan mencoba membantu kesulitan sampeyan. Saya akan lihat apakah sampeyan punya hak atas pesugihan hibah ini atau tidak. Karena tidak semua orang bisa berhasil menjalankan ritual ini. Kecuali jika sampeyan mau menjalankan pesugihan dengan tumbal nyawa. kemungkinan berhasilnya besar.” jelas Ki Ageng.
“Iya Ki, saya ingin yang terbaik buat diri saya dan keluarga saya. Saya sudah capek memikirkan hidup ini. Saya ingin membahagiakan istri dan anak-anak saya walaupun harus menanggung resiko besar,” tutur Joko.
Setelah cukup lama berkonsultasi dengan Ki Ageng. akhirnya Joko pulang dengan hati lega. Joko diminta mempersiapkan segala keperluan untuk ritual. Berbagai ubo rampe harus dipersiapkan oleh Joko untuk mengundang kekuatan gaib yang bisa mendatangkan rejeki buat Joko. Sementara Ki Ageng akan melakukan ritual sendiri untuk melihat apakah Joka punya hak atas pesugihan hibah ini.
Seminggu kemudian Joko kembali ke rumah Ki Ageng dengan mermmbawa segala ubo rampe untuk ritual. Joko tiba di rumah Ki Ageng sekitar jam 5 subuh karena ia berangkat dari Semarang dengan menggunakan kereta malam. Itu sesuai permintaan Ki Ageng karena Joko akan melakukan ritual pada malam harinya. Jadi ia punya waktu satu hari untuk istirahat sebelum ritual dijalankan.
“Sukurlah sampeyan bisa datang tepat waktu. Jadi bisa istirahat dulu sebelum ritual itu kita jalankan,” sambut Ki Ageng sambil menyalami Joko.
“ya Ki, saya sudah tidak sabar ingin menjalankan ritual itu,” jawab Joko.
“Sabar ya, saya juga melihat sampeyan punya hak atas dana hibah itu. Tapi saya tidak bisa melihat berapa nilai yang bisa sampeyan terima dari ritual ini. Sebaiknya sekarang sarnpeyan istirahat saja dulu, nanti malam kita akan melakukan hal yang besar dan beresiko,” jelas Ki Ageng kemudian.
Ki Ageng lalu menjelaskan bagaimana prosesi ritual yang akan mereka jalankan. Menurutnya rituai itu bisa digelar dimana pun tempatnya. Tapi karena Joko memasrahkan segalanya pada Ki Ageng maka dipilihlah sebuah rumah kosong di Bilangan Rawamangun, Jakarta Timur. Ki Ageng meminta agar Joko berkonsentrasi penuh saat ritual itu digelar. Sebab jika Joko melakukan kesalahan bukan tidak mungkin ia akan menjadi korban makhluk gaib yang menguasai dana hibah tersebut.
Malam itu tepat pukul 11, ritual pun mulai digelar. Ki Ageng bersama dua orang asistennya mulai mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk upacara ritual pemanggilan gaib penguasa dana hibah itu. Beberapa macam ubo rampe dipersipakan di ruangan terbuka di tengah rumah kosong itu. Pagar gaib pun dipasang Ki Ageng di empat penjuru ruangan itu untuk menjaga kemungkinan makhluk jahat yang menerobos masuk lingkaran ritual.
Beberapa saat kemudian bara api mulai menyala mengepulkan asap putihnya ke seluruh ruangan itu. Bau khas kemenyan menusuk hidung. Yah, Ki Ageng telah menaburkan sedikit kemenyan ke atas bara untuk mengundang penguasa gaib dana hibah itu.
Empat orang pelaku ritual itu duduk rapi menghadap ubo rampe sebagai persembahan pada penguasa gaib dana hibah. Ki Ageng yang duduk paling depan sesekali terdengar mendehem. Mulutnya komat kamit membacakan mantera yang tak dimengerti Joko. Tapi samar-samar Joko mendengar Ki Ageng memanggil-manggil nama jin, setan marakayangan dan demit membuat bulu kuduk Joko makin merinding.
Sudah lebih 10 menit mereka duduk tepekur menghadap ubo rampe dan perapian yang terus mengepulkan asap kemenyan. Mulut Ki Ageng masih terus komat-kamit dengan manteranya. Kali ini mulut Ki Ageng terdengar agak keras membacakan manteranya. Seluruh ruangan rumah kosong itu Mulai terasa aneh bagi Joko. Nalurinya mengatakan ada makhluk lain di ruangan itu selain mereka berempat. Joko yakin akan kehadiran makhluk-makhluk Itu. Meski ia bukan orang pintar, tapi nalurinya bisa merasakan itu.
Sesaat kemudian, tiba-tiba Ki Ageng bangun dari duduknya dan berteriak keras mengejutkan. Tiba-tiba pula angin bertiup kencang sesaat setelah Ki Ageng berdiri, meliuk-liuk, berputar di ruangan itu. Suara-suara aneh pun terdengar menyertai angin yang entah dari mana datangnya.
“Tenang, semua tetap duduk di tempat masing-masing. Jangan ada yang bereaksi apapun,” sergah Ki Ageng demi melihat Joko ketakutan dan mulai panik.
“Mahluk itu telah datang,” sambungnya lagi.
Benar saja, makhluk itu memang datang. Meski tak nampak tapi suara-suara aneh yang terdengar Joko menandakan ada makhluk lain selain mereka berempat di tempat itu.
Tiba-tiba saja, “Blaaarrrr…”. Kardus yang ditutup kain putih di depan sesajian itu meledak.
Joko dan dua orang pembantu Ki Ageng terperanjat, kaget bukan kepalang. Mereka sampai berteriak histeris saking kagetnya. Bersamaan dengan suara ledakan itu, berhamburan uang kertas dari langit-langit ruangan itu. Seperti hujan duit, uang keras pecahan seratus ribu dan lima puluh ribuan melayang-layang jatuh ke lantai di sekitar tempat mereka ritual. Entah dari mana datangnya uang itu, tapi mata Joko jelas melihat uang itu melayang-layang lalu jatuh di sekitar sesajian.
“Kita berhasil…, kita berhasil. Itu rejeki sampeyan mas Joko,” bisik Ki Ageng dengan mata berbinar-binar.
Beberapa saat kemudian, hujan duit itu berhenti. Lalu terdengar suara berat tanpa wujud.
“Gunakan uang itu untuk kebaikan. Aku dan kaki tanganku akan mengawasimu. Jika kau salah menggunakannya aku akan membuat perhitungan,” begitu suara berat yang menggema di ruangan kosong itu.
“Itu peringatan dari mahluk gaib penguasa uang ini untuk sampeyan,” jelas Ki Agung pada Joko.
Tak berapa lama setelah itu Ki Ageng memerintahkan Joko dan asistennya untuk mengumpulkan uang itu dan memasukkannya ke dalam kardus. Dalam hitungan Joko uang itu jumlahnya tak kurang dari dua millyar rupiah.
Joko berhasil kembali mendapatkan modal untuk membuka usahanya. Dengan uang itu Joko merintis kembali usaha yang pernah ia jalankan. Kini Joko telah hidup normal seperti sebelum terjadi penipuan oleh Heru. Dan ia tak melupakan jasa Edi, seorang pengelana yang memperkenalkannya pada Ki Ageng.
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!