Kisah Mistis: RATAPAN ARWAH KORUPTOR
Jalan raya dipenuhi oleh ribuan orang-orang, macet panjang hingga ratusan meter. Penumpang bis kota turun, pengendera mobil dan motor mematikan mesin kendaraan mereka…
Di tengah lalu lintas yang terhenti total mereka ikut berdiri di pinggir-pinggir jalan bersama orang-orang yang keluar dari rumah mereka, gang-gang tempat tinggal mereka, mereka memberikan penghormatan terakhir di tengah doa membahana bersahui sahutan sepanjang jalan, hingga kota berdengung, gegap gempita dalam duka.
Burhan tersadar, bahwa orang yang meninggal kali ini bukanlah orang sembarangan, dia pasti seorang tokoh masyarakat yang sangat dihormati, seorang panutan.
Burhan melangkah ragu ke tengah para pengantar jenazah, mengikuti irama kaki-kaki mereka yang bergegas seirama. Mulanya ada rasa ragu di hati Burhan karena dia tidak mengenal siapa yang hendak dimakamkan di siang hari yang sedikit bermendung ini, tapi begitu dia bergabung dengan para pengantar jenazah, dia merasakan ada kenikmatan tersendiri saat bersatu dalam kedukaan mereka, dalam gumaman doa mereka yang membahana menembus rongga-rongga langit. Burhan melayangkan pandangannya jauh ke depan, ke arah jenazah yang tidak dibawa di atas kenderaan itu, tapi di usung di atas keranda yang dilindungi beberapa buah payung hijau. Keranda jenazah bergoyang-goyang, berpindah dari ratusan tangan ke tangan lainnya yang berebut ingin mengusungnya, sehingga keranda itu tampak seperti sebuah sampan di permukaan laut yang bergelombang.
Siapa sebenarnya jenazah yang hendak dimakamkan ini? Burhan bertanya-tanya dalam hati karena dia benar-benar tidak tahu siapa orang yang berada di dalam keranda itu, padahal setiap hari dia melewati jalan ini ke kantornya. Kenapa aku tidak mengenal ada seorang besar yang tinggal di sini?
Tak ingin berlama-lama penasaran dengan pertanyaannya, Burhan mendekatkan dirinya kepada salah seorang pengantar jenazah.
“Dik… Siapa yang meninggal ini?”
Orang yang ditanya memandang Burhan dengan heran.
“Bapak ikut mengantar jenazah tapi tidak mengenal siapa yang meninggal?” dia malah balik bertanya heran bahkan geram.
“Benar, Dik. Maafkan saya, saya benar-benar tidak mengenal siapa almarhum.”
“Kasihan sekali anda…” Orang itu memperhatikan jas dan dasi mahal yang dipakai Burhan.
“Jenazah itu jenazah Pak Baharuddin…” Lalu orang itu cepat meninggalkan Burhan dengan rasa tak simpati.
Pak Baharuddin? Siapa pula orang itu?
“Dik, tunggu Dik! Saya benar-benar tidak mengenal beliau. Maukah Adik menjelaskan siapa beliau kepada saya secara singkat saja.”
Anak muda berpakaian putih-putih itu makin mempercepat langkahnya mengacuhkan Burhan.
Burhan berusaha lagi mengenal para pengantar jenazah lainnya, siapa tahu ada yang dikenalnya, tapi tetap tidak ada satu pun yang dia kenal. Burhan mencoba lagi bergegas lebih cepat, mendekati orang-orang yang berebut ingin memikul keranda.
Tiba-tiba Burhan juga ingin ikut memikul keranda itu, tapi Burhan tidak mampu mendekatinya, hingga jenazah itu tiba di pemakaman.
Di areal pemakaman ada sebuah tenda besar beratap putih terpasang untuk tempat upacara melepas jenazah ke liang lahat, di bagian gerbang banyak anak-anak muda berjaket dengan badge beraneka macam membentangkan spanduk dan membawa foto berbagai ukuran. Melihat foto-foto itu, sialnya Burhan tetap merasa tidak mengenali siapa pak Baharuddin. Mustahil aku tidak mengenal orang-orang besar di negeri ini, bukankah aku juga orang besar?
“Baharuddin Pedang kejujuran!”
“Kami akan meneruskan perjuanganmu Bung!”
“Selamat jalan, jasa-jasamu abadi untuk negeri!”
“Pahlawan keadilan yang gagah berani!”
Burhan semakin gagal mengenali siapa yang dimakamkan setelah membaca spanduk-spanduk itu. Sialan, siapa sih orang ini, makinya dalam hati.
Perlahan jenazah pak Baharuddin diturunkan ke liang lahat, dengan teriakan tauhid dan gumaman doa membahana, dengan tangis dan air mata bercucuran, kelihatan sekali mereka merasa kehilangan dalam arena yang memutih dan suci ini.
Sejak beberapa hari yang lalu, Burhan sudah tergeletak di pembaringannya, di sebuah rumah sakit mewah terkenal. Dia mengalami kondisi terparah dengan berbagai komplikasi serangan penyakit, dimulai darah tinggi, jantung, kolesterol hingga pecah pembuluh darah otak yang membuat tubuhnya terhempas suatu kali.
“Papa jangan khawatir, kalau Papa meninggal nanti, pasti akan seperti jenazah orang yang Papa lihat itu, lalu lintas berhenti, ribuan orang akan mengantarkan kepergian jenazah Papa. Arak-arakannya panjang ratusan meter. Tapi yang penting sekarang Papa harus sembuh dulu.”
“A… aku… aku juga tidak mau jenazahku nanti dibawa dengan mobil, cukup dipikul dengan keranda saja.”
“Jangan bicara itu lagi, Pa. Sudahlah… Papa harus melawan sakit Papa.”
“Orang yang jujur dan dihormati akan tampak sewaktu jenazahnya dimakamkan. Ya, Papa betul. Saya mengerti Papa.”
“Papa tidak akan sembuh anakku.”
“Jangan bicara itu Papa.”
“Sudah beberapa hari ini Papa melihat dia selalu datang, dia tidak pernah tersenyum. Papa tidak mengenalnya, tapi Papa ngeri melihat tatapan matanya yang tajam menghunjam, dia seperti akan mencabut Kehidupan Papa.”
Kalau sudah ‘Dia’ disebutkan oleh si Papa, Sulung biasanya ketakutan seperti anak halu akan keluar ruangan memanggil beberapa saudaranya yang lain untuk menenangkan si Papa.
“A… ku… aku baru saja berjalan-jalan diajak orang berwajah menakutkan itu, banyak orang berdoa di rumah kita, tapi dia bilang sia-sia…”
“Ya Papa, Si Sulung kesayangan Papa memang mengundang banyak orang untuk mendoakan Papa di rumah tadi malam,” jawab istrinya.
“Siapa mereka?’
“Anak anak yatim, ibu-ibu pengajian, orang-orang yang digusur, juga orang-orang yang menuduh Papa koruptor, dia kumpulkan semua.”
“Beri mereka sedekah…”
“Tentu saja, Pa. Mereka dijemput dan diantar pulang, di dalam kotak makanannya kami taruh amplop.”
“Bagus, bagus…”
“Dan orang orang seperti mereka akan terus diundang bergantian dari segenap penjuru kota, siang malam berdoa sampai Papa sembuh.”
Burhan pelan-pelan memejamkan matanya, dia senang mendengar semua itu, tapi ketika ‘Dia’ kembali muncul di ambang pintu, sekujur tubuhnya bergetar seperti orang kena tampar strum listrik ribuan watt.
Burhan berdiri di bawah sebuah pohon peneduh jalan tak jauh dari rumahnya, dia menunggu sebuah prosesi panjang itu, yang berdengung khidmat dalam suasana putih dan suci.
Menjelang sore, Burhan melihat ombongan itu muncul, anak sulungnya membawa foto Burhan muda sedang tersenyum, waktu saat saat dia tak takut kematian dan segalanya serba menyenangkan, lalu beberapa langkah di belakangnya, keranda jenazah itu dipikul oleh beberapa orang tetangga dan kerabatnya saja, termasuk si Bungsu anaknya si pencandu itu yang tertatih-tatih.
Di belakang keranda jenazah, mobil-mobil mewahnya berisi istri, anak-anak perempuan dan kerabat-kerabatnya, beriringan perlahan berpakaian dan berkaca mata hitam, lalu di belakang mereka mobil mewah rekan-rekan kantornya, mereka duduk teronggok seperti babi yang kekenyangan dalam balutan jas-jas mahal, wajah-wajah mereka berduka tapi itu cuma basa basi yang penuh tipu muslihat.
Kenapa mereka tidak mau berjalan kaki…?
Katanya akan ada ribuan pengantar jenazah yang arak-arakannya panjang hingga ratusan meter yang dijanjikan, lalu lintas berhenti, dan orang-orang tumpah ruah di pinggir jalan memberikan doa dan penghormatan terakhir hingga kota berdengung gegap gempita…
Burhan malah melihat keranda itu dilarikan beberapa belas orang saja yang hampir semuanya tidak dia kenal, dilarikan dengan cepat seakan jenazah adalah benda yang harus disingkirkan secepatnya dari permukaan bumi. Lalu lintas simpang siur tak ada yang mau mengalah dengan lewatnya keranda. Orang-orang di pinggir jalan sama sekali tidak terlihat menghormati jenazah yang lewat.
Dengan menangis sedih Burhan lalu bergabung dengan segelintir orang-orang yang mengusung keranda jenazah itu.
Sampai di pemakaman, di bawah tenda, jenazah dengan cepat diturunkan ke liang lahat, tidak ada gumaman doa yang membahana dan pekikan kalimat tauhid memenuhi udara dari orang-orang yang ikut mengantar jenazah. Tidak ada tangis bercucuran dari istri, anak-anaknya dan kerabat, kecuali hanya wajah-wajah yang muram saja yang sekejap akan berganti dengan suasana pesta. Setelah berdoa sekejap kemudian mereka pun meninggalkan makam bersama para pengantar yang segelintir itu.
Burhan menangis kesepian, mengigil kedinginan.
“Kemana mereka, bukankah mereka berjanji untuk mengerahkan orang sebanyak-banyaknya.”
“Saya sudah memberikan uang kepada kordinatornya, supaya Papa bisa melihat keinginannya terlaksana, ternyata…”
“Yah sudahlah Nak, kita tidak bisa memaksa mereka ikut mengantar jenazah almarhum, tidak ada yang bisa dipercaya bukan?”
Burhan mendengar percakapan istrinya dan Si Sulung.
Burhan masih sempat melihat hamparan pemakaman yang sepi itu lalu kembali ke sebuah pohon peneduh jalan tak jauh dari rumahnya, dia pun berdiri termangu-mangu di situ seperti sebelum jenazah itu lewat.
Burhan akan terus menunggu arak-arakan panjang yang dijanjikan, lalu lintas terhenti dan orang-orang berdiri di pinggir jalan memberikan penghormatan terakhir.
Burhan akan terus menunggu arak-arakan itu. Tak tahu entah sampai kapan.
Beberapa lama berselang, di jalan itu, sering terlihat sesosok pengemis kurus dan tua, dengan tubuh dipenuhi penyakit, berbaju. compang camping, berdiri menunggu, entah menunggu siapa.
Si Sulung sudah beberapa kali melihat pengemis itu dari mobil dan makin lama dilihatnya mirip Burhan papanya, ia gelisah. Orang yang punya hutang dan mengambil kekayaan tidak halal sebelum mengembalikannya, ruhnya tidak diterima bumi, kata orang pintar yang menasihati si Sulung. Tapi si Sulung tak percaya arwah papanya tercinta tidak diterima bumi, tapi jika ia melihat pengemis itu lagi dia merasa serba salah dan apa yang dikatakan orang pintar itu mungkin benar adanya. Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!