Kisah Mistis: PESUGIHAN SATE GAGAK
Mencari kekayaan dengan cara-cara mistik seolah sudah menjadi bagian dari tradisi di negeri ini. Biasanya disebut pesugihan. Beragam bentuknya diantaranya adalah pesugihan sate gagak, pesugihan uang balik, pesugihan Gunung Kawi, pesugihan, dan lain-lain. Ikuti sebagian kisahnya.
“Pesugihan dilakukan karena putus asa akibat tekanan ekonomi,” kata Abi yang ditemui penulis pada 18 Agustus 2015 lalu di Semarang.
“Bagaimana bentuk pesugihan yang pernah Anda lakukan?” tanya penulis.
“Saya pernah mencoba melakukan pesugihan uang balik, pesugihan rantai babi, pesugihan sate gagak dan pesugihan lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya,” jawab Abi yang duduk ditemani sahabatnya, Bambang.
Pria yang menetap di Semarang, Jawa Tengah ini menuturkan bahwa ritual pesugihan yang pernah dijalaninya selalu mengalami sensasi mistik yang mengerikan. Bentuk sensasi mistiknya beragam. Tetapi semuanya cenderung mengerikan dan menakutkan. Itulah sebabnya, siapapun yang mencoba melakukan ritual pesugihan harus siap mental.
“Mereka yang memiliki penyakit tertentu, sebaiknya jangan coba-coba mengikuti ritual pesugihan. Bisa mati mendadak,” ujar Abi seraya tersenyum.
“Bukankah menjalani ritual pesugihan bisa dilakukan secara bersama-sama?” tanya penulis Ingin tahu.
“Tentu saja bisa. Saya pernah melakukan ritual di suatu tempat bersama lima orang teman. Sebenarnya, mereka semua pemberani. Tetapi begitu sensasi gaib bermunculan, mereka lari kocar kacir ketakutan,” jawab Abi sambil tertawa.
Pria yang menguasai beragam ilmu mistil yang berkaitan dengan mendatangkan ritual uang gaib ini mengisahkan bahwa suatu hari dirinya bersama lima orang temannya mencoba melakukan ritual pesugihan di sebuah lokasi wingit di Jawa Tengah. Lokasi yang berada di dalam hutan itu tergolong menarik karena jalur memasukinya tidak terlalu sulit dan hutannya tidak terlalu lebat sehingga cahaya bulan masih terlihat.
“Kami merasa santai berjalan bersama teman-teman. Tidak ada sesuatu apapun yang dapat membuat kami ketakutan,” kenangnya.
Hingga pada suatu titik lokasi tertentu, salah seorang temannya melihat seekor ayam hutan berbulu indah dan panjang.
Abi mengungkapkan bahwa langkah mereka sempat terhenti menyaksikan ayam hutan itu. Diantara temannya ada yang mengusulkan untuk menangkap ayam itu. Tentu saja usulan ini disetujui. Ayam hutan itu dengan mudahnya ditangkap. Lalu ayam itu dimasukkan ke dalam sarung yang dikaitkan dengan sebatang kayu agar dapat dipanggul.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang rencananya akan dijadikan tempat ritual pesugihan. Tidak ada sedikitpun perasaan takut dan khawatir. Mereka berjalan sambil berbincang dan bercanda sekadarnya.
Salah seorang yang membawa ayam dengan cara dipanggul dengan sebatang kayu Itu berjalan di bagian belakang. Ayam yang dibungkus sarung itu nyaris tidak pernah mengeluarkan Suara khas kukuruyuk.
Hingga suatu saat, salah seorang diantara mereka mendengar suara parau tetapi nadanya jelas.
“Penak yo dibopong (enak ya digendong),” demikian suara itu terdengar dalam bahasa Jawa.
Pada awalnya, Abi dan rekannya tidak menyadari siapa yang berbicara itu. Mereka terus saja berjalan tanpa prasangka sedikitpun. Tetapi kemudian terdengar lagi suara itu. Kali ini suaranya agak keras.
Tiba-tiba saja rekan Abi yang membawa ayam hutan dengan cara d panggul dengan sebatang kayu itu berteriak ketakutan. Dia melempar sarung yang berisi ayam hutan ke tanah.
“Suara tadi dari dalam sarung,” teriaknya kepada teman-temannya dengan nada gemetar ketakutan.
Abi dan rekannya memandang bungkusan sarung itu di tanah. Diperhatikannya dengan seksama isinya Tampak bergerak-gerak. Saat itu mereka masih menduga gerakan itu berasal dan ayam hutan yang berada di dalamnya.
Lalu salah seorang temannya mengambi sebilah kayu sambil mencoba membuka bungkusan sarung itu. Seketika mereka terperanjat melihat potongan kepala yang berada di dalamnya. Pada detik itu pula mereka berlarian kocar kacir kembali ke kampungnya. Mereka kabur secara terpisah dan tidak bersama-sama sebagaimana saat perginya.
“Sarung itu ternyata berisi potongan kepala yang menampakkan giginya. Matanya berkedip-kedip dan bibirnya bergerak-gerak menunjukkan kepala itu hidup,” kenang Abi seraya mengernyitkan keningnya.
Potongan kepala yang biasa disebut Endas Glundung atau Gundul Pringis itu tergolong makhluk gaib sejenis jin yang biasa terdapat di dalam hutan.
Peristiwa menakutkan itu ternyata tidak membuat niat mereka menjalani ritual pesugihan menjadi surut. Pada kesempatan yang lain, mereka pun mencoba melakukannya. Kali ini mereka sengaja mengikat tali di tubuh mereka dan dikaitkan satu dengan yang lainnya. Tujuannya, agar jika salah seorang diantara mereka mencoba lari karena ketakutan, maka temannya yang lain akan menahannya.
“Kami ingin kompak dalam menjalankan ritual. Karena itu kami sengaja mengikat tubuh kami dan dikaitkan satu dengan yang lainnya. Jika ada yang mencoba kabur, maka yang lain akan bisa menahannya,” ujar Abi seraya tartawa.
Dia menjelaskan bahwa saat itu dirinya bersama teman-temannya hendak melakukan ritual pesugihan sate gagak. Bentuk ritual ini memang tergolong mudah dan menarik. Di samping mudah menyediakan medianya, yaitu burung gagak. Juga tidak terlalu rumit tata caranya
“Kami hanya perlu berteriakteriak menawarkan sate gagak sambil menunjukkan uang 50 ribu atau 100 ribu rupiah,” kata Abi.
Menurut Abi, makhluk gaib itu tidak mengenal jual beli sebagaimana manusia. Mereka menggunakan sistem barter. Karena itu, saat menawarkan sate gagak kepada makhluk gaib harus ditunjukkan bentuk barternya.
“Dari mana makhluk gaib itu mendapatkan uang untuk dibarter dengan sate gagak?” tanya penulis.
“Tentu saja mereka mencurinya dari manusia. Entah milik siapa. Yang pasti milik manusia,” jawab Abi sarnbil tertawa.
Lebih jauh dikatakan, pada galibnya, mendapatkan uang kontan dari makhluk gaib itu sebenarnya uang hasil curian yang dilakukan makhluk gaib. Itu artinya, uang milik manusia. Bisa saja mereka mencurinya dari para pedagang di pasar atau milik masyarakat yang menyimpan uang di rumahnya sendiri. Bahkan mungkin milik orang kaya yang gemar menyimpan uang di brankas uang di rumahnya. Di sisi lain, makhluk gaib tidak dapat memproduksi uang yang berlaku di masyarakat.
Abi melanjutkan kisahnya, saat melakukan ritual bersama-temantemannya, mereka duduk dalam jarak sekira lima hingga sepuluh meter antara satu dengan lainnya dengan badan diikat tali yang saling berhubungan.
Mereka menyiapkan sekira 15 tusuk sate gagak lengkap dengan arang dan tungku pembakarnya. Selain itu, mereka juga menyiapkan beberapa kardus yang diletakkan di depan masing-masing peserta ritual. Di dalam kardus itu terdapat selembar uang berwarna biru (50 ribu) dan warna merah (100 ribu). Uang itulah yang akan ditunjukkan oleh masing-masing peserta saat memulai ritual berjualan sate gagak. Adapun maksud disediakannya kardus itu adalah agar makhluk gaib yang datang harus mengisi penuh isi kardus dengan lembaran uang 50 ribu dan 100 ribu.
Sekira pukul 12 malam, mereka pun memulai ritual berjualan sate gagak di sebuah tempat di tepi hutan. Sementara itu, Abi yang menguasai mantera khusus memanggil makhluk gaib dalam kaitannya dengan mendatangkan uang gaib dengan media sate gagak itu, mengingatkan sekali lagi kepada rekan-rekannya untuk berani dan tidak takut menghadapi gangguan jin.
Arang dinyalakan dan sate gagak pun dibakar. Dalam beberapa menit, aroma daging menyebar ke segala arah. Setelah sate matang, mereka pun mulai berteriak-teriak sambil tangan kanannya mengacungkan sate gagak dan tangan kiri mengibas-ibaskan lembaran uang lima puluh dan seratus ribu rupiah.
“Sate gagak… sate gagak…,” demikian kata mereka secara serentak. Berulangulang kalimat itu diucapkan. Sementara Abi terus melantunkan manteramantera pemanggil gaib, sambil sesekali mengacungkan sate gagak dan lembaran uang di tangannya.
Hanya dalam hitungan menit, makhtuk gaib beragam bentuk mulai bermunculan dan berseliweran di sekitar mereka. Nyaris tidak ada wujud yang sempurna. Diantaranya, penampakan tangan berlumuran darah, potongan kepala yang melayang-layang, manusia berwajah seram dengan tubuh separuh binatang dan lain-lain.
Abi dan rekan-rekannya terus saja berteriak menawarkan sate gagak. Tetapi persoalannya menjadi rumit karena makhluk gaib yang datang hanya membawa uang dalam jumlah yang sedikit.
“Ada makhluk gaib yang hanya membawa dua atau tiga lembar seratus ribu rupiah, tetapi memaksa hendak mendapatkan sate gagak,” kenang Abi sambil tersenyum.
“Ketika mereka disuruh mengisi penuh isi kardus dengan uang berwarna biru dan merah, mereka seolah tidak peduli dan terus saja hendak merampas sate gagak yang kami pegang,” lanjutnya.
Abi mengungkapkan, beberapa temannya tampak dilanda ketakutan karena tidak henti-hentinya makhluk gaib bermunculan dengan bentuk yang menyeramkan. Tetapi mereka mencoba bertahan dengan tetap memegang kuatkuat sate gagak di tangannya. Mereka faham jika ada yang mencoba lari, maka tali yang terikat di tubuhnya akan menarik rekan-rekan yang lainnya.
“Jika tidak kuat memegang sate gagak, maka makhluk gaib itu dapat merampasnya begitu saja,” kata Abi.
Lebih jauh dia mengatakan bahwa kemunculan makhluk gaib itu terkadang dari posisi belakang tubuh, dari samping atau dari atas tepat di atas kepala peserta ritual. Makhluk gaib itu memang melemparkan beberapa lembar uang ke dalam kardus sambil merampas sate gagak yang dipegang peserta. Tentu saja upaya itu ditepis peserta ritual agar sate gagak tetap utuh dan tidak berhasil dibawa kabur makhluk gaib.
Upaya yang sangat melelahkan ini tampaknya tidak membawa hasil. Tidak ada satupun kardus yang terisi penuh uang. Hanya terdapat beberapa lembar uang saja. Sehingga mereka merasa saatnya untuk menghentikan ritual.
“Kami menghentikan ritual setelah tidak ada tanda-tanda makhluk gaib yang mampu mengisi penuh kardus dengan uang,” keluh Abi kepada penulis.
“Akhirnya kami memutuskan pulang tanpa membawa hasil. Kecuali sekadar beberapa puluh lembaran uang saja di dalam kardus,” lanjutnya.
Abi menuturkan, meskipun dia memiliki sejumlah ilmu mistik terkait dengan mendatangkan uang gaib, tetapi itu tidak menjamin keberhasilan.
Di sisi lain, Abi merasa bersyukur ritual pesugihan yang dijalaninya tidak membawa hasil. Itu karena belakangan dia menyadari adanya tumbal yang harus diberikan jika ritualnya berhasil. Dengan kata lain, apapunnama dan bentuk pesugihan pasti diiringi dengan tumbal yang harus dikorbankan. Wallahu a’lam bissawab. ©️

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!