Kisah Miatis: PENUNGGU HARTA GAIB BENGKULU
SOSOK MAKHLUK GAIB ITU TINGGI BESAR, BERJUBAH PUTIH DAN BERSORBAN, MENUNGGANG GURITA SEBESAR STADION SENAYAN. MAKHLUK ITU MEMBERI PERINGATAN AGAR KAMI MENINGGALKAN LOKASI ITU SECEPATNYA…
Sebetulnya bukan tanpa persiapan kami berangkat ke Bengkulu untuk mengambil harta yang sudah dipersilahkan oleh penjaganya. Tapi kenyataan yang dihadapi jauh dan dugaan dan harapan yang sudah terbayang, menjadi orang kaya. Awalnya ketika Isham yang memang orang asli Bengkulu membawa kabar bahwa di sana ada harta karun berupa emas dan benda berharga launnya Harta karun itu berada di dalam tanah mihk seorang kawannya. Pemilik tanah itu sudah mempersilahkan siapa saja yang bisa mengambilnya, asal tudak ada korban baik dan yang menggali maupun dan yang mempunyai tanah Karena menurutnya harta tersebut sudah dikuasai makhluk gaih dan dijaganya.
Karena ajakan Isham begitu kuat dan aku penasaran barangkali saja Allah memben rejeki lewat ini, maka kuperstapkan segala sesuatunya, Pertama aku ajak Dewi yang punya kemampuan untuk mendeteksi jarak jauh. Kusuruh dia melihat apa benar yang ditunjukan Isham itu ada harta karunnya Tadinya Dewi menoiak dan tidak mau ikut dalam rombongan tap: karena bujukanku, aklurnya dia mau ikut. Siang itu aku dan Isham datang ke rimah Dewi, kebetulan dia ada di rumah.
“Kita berharap mudah-mudahan berhasil mengambil harta itu,” kata Isham mengawali pembicaraan
“Bagaimana Wi apa sudah diteropong keberadaan harta itu?” Kataku ingin tahu, karena beberapa han lalu aku sudah memberi tahu mengenai lokasi harta itu.
“Sudah dan penjaganya mempersilahkan untuk mengambilnya,” kata Dewi optimis.
“Aku Ingin langsung berbicara dengan penjaganya,” kataku pada Dewi karena kebetulan Dewi bisa dimasuki raganya oleh makhluk gaib.
“Baiklah, tapi saya coba kontak dulu dia,” kata Dewi seraya memejamkan matanya menerawang jauh ke suatu tempat di Bengkulu. Tidak lama kemudian dia membuka matanya. “Dia mau datang,” katanya lagi.
“Bersiaplah dia sudah datang,” kataku karena aku merasakan kehadiran sosok makhluk gaib Dewi memejamkan matanya, sukmanya keluar memben kesempatan makhluk gaib itu untuk memasuki raganya, tubuhnya lunglai, kepalanya tertunduk.
Sejenak kemudian tubuhnya bergetar dan kepalanya diangkat menandakan makhluk itu sudah memasuki raganya. “Siapa yang datang?”
“Jabatlah tanganku dan perkenalkan namamu,” aku menyapanya dengan suara yang bersahabat.
“Aku penjaga harta dari Bengkulu, namaku Godot,” katanya dengan suara yang berat.
“Begini Godot, aku dan teman temanku Ingin mengambil harta yang kamu jaga selama ini dengan harapan harta itu bisa digunakan untuk orang-orang yang membutuhkan,” kataku berharap.
“Ya Aku pun sudah tahu dan perempuan yu dan sudah bilang padanya untuk mengambilnya kalau memang bisa,” katanya dengan suara datar.
“Kalau sudah diijinkan kami akan berangkat alam beberapa hari ini,” kataku menjanjikan.
“Silahkan, aku hanyalah penjaga Kalau memang bisa mengambilnya, gunakanlah harta f untuk kebaikan,” katanya berpesan.
“Baiklah terima kasih atas kedatanganmu dan sampai bertemu di Bengkulu Insya Allah kami akan datang,” kataku berjanji lagi.
“Kalau begitu aku parnit, aku tunggu kedatanganmu dan rombongan,” katanya sambil mengulurkan tangannya ngajak bersalaman.
“Ya, Insya Allah,” kataku sambil memegang tangannya.
Tubuh Dewi bergetar, tidak lama kemudian kepalanya menunduk kemudian diangkat pelan-pelan sambil membuka mata.
“Apa yang dikatakannya?” Dewi bertanya, walaupun dia sebenarnya sudah tahu apa yang dikatakan penjaga itu karena dia bisa berkomunikasi langsung dengan makhluk itu.
“Dia sudah mengijinkan kita untuk mengambilnya,” kataku singkat,
Kemudian aku, Isham dan Dewi sepakat untuk berangkat ke Bengkulu dengan menggunakan mobil kepunyaan Bambang yang sebelumnya sudah diajak Isham.
Pada hari yang sudah ditentukan kami berangkat dari Tangerang selepas duhur. Aku, Bambang Isham, Dulloh, suami Dewi dan Dewi sendiri membawa anaknya yang belum genap dua tahun. Perjalanan sampai Lampung lancar-lacar saja. Begitu keluar dan Lampung kira-kara jam sembilan malam, aku yang duduk di depan dengan Bambang yang menyetir mobil tiba-tiba mencium bau karet yang terbakar dan aku merasa mobil berjalan tidak seimbang.
“Bau apa ini? Kok mobil mu terasa gak stabil?” Kataku pada Bambang.
“Aku gak mencium apa-apa,” kata Bambang sambil serius menatap ke depan. Setelah mobi berjalan kurang lebih seratus meter aku mencium bau ban yang terbakar begitu menyengat, tapi herannya yang lain tidak menciumnya.
“Coba berhenti dulu dicek bannya,” kataku agak gusar.
Bambang menghentikan mobilnya dan turun, aku pun ikut turun. Aku kaget ketika melhat ban belakang sebelah kanan mengeluarkan asap dan tercium bau karet yang terbakar. Bambang menghampin ban itu dan ternyata ban itu sudah jebol sebagian mengelupas karena terbakar kena gesekan. Ternyata ketika aku mencium bau karet yang terhakar adalah ban yang sudah gembos kena paku tapi karena Bambang tidak tahu dan tidak merasa ada yang aneh dia jalan terus.
“Bagaimana menurutmu Wi, apa ada gangguan gaib pada kendaraan lata?”
“Sejak kita menyeberang dari pelabuhan Merak tadi ada beberapa makhluk gaib yang menyambut kita dan mengikuti mobil kita,” kata Dewi sambil matanya menerawang ke atas.
“Coba kalau aku tidak mencium bau karet ban yang terbakar apa jadinya?” Kataku mengingatkan.
Kurang lebih setengah jam Bambang yang dibantu Isham telah selesai memasang ban serep dan mobil map diberangkatkan kembah Karena malam sudah semakin larut aku langsung tertidur. Ketika terbangun aku melihat keluar remang-remang terlihat hamparan lautan dengan deburan ombaknya yang bergemuruh, ternyata malam menjelang subuh Di seberang jalan aku melihat sekolahan dan dalam keremangan aku melihat tulisan di plang sekolahan itu ternyata kami sudah sampai di daerah Bintuhan.
“Ini baru setengah perjalanan,” kata Isham memecah kesunyian. Dia orang Bengkulu sehingga tahu daerah yang kami lewati, yang lain tidak ada yang mengomentan ucapan Isham karena memang kondisi masih ngantuk dan lelah. Kamu langsung mengambil air wudlu kemudian melaksanakan shalat subuh. Selesai shalat kami menuju kendaraan dan melanjutkan perjalanan kembali.
Hari menjelang sore ketika aku bangun, ternyata aku bangun paling belakang karena yang lan sudah ada yang mandi Aku pun segera mandi. Setelah semuanya mandi, kami berkumpul di ruang depan merencanakan ke lokasi yang ternyata masih kira-kira 60 KM lagi dan Bengkulu, yaitu di daerah Curup.
Pagi hannya setelah selesai sarapan kami berangkat ke Curup. Jalan kecil berkelok-kelok melewati hutan belantara. Setelah perjalanan kurang lebih 2 jam, sampailah kami di lokasi yang dituju. Sebuah perkampungan yang dikelilingi bulat. Rumah penduduk satu dengan yang lainnya saling berjauhan karena halaman yang luas ditanami pohon kopi dan pepaya.
“Mari silahkan masuk, beginilah namanya di kampung,” kata Andi teman Isham menyambut dengan keramahan orang desa yang lugu.
Kami masuk ke ruang tengah yang sudah dihampari tikar daun pandan. Ibunya langsung ke dapur dan membawakan air teh hangat.
“Silahkan diminum, namanya di kampung yang ada cuma teh saja,” kata ibu Andi sambil menyuguhkan minuman.
Setelah basa-basi ngalor ngidul Isham membuka pembicaraan pada masalah yang akan Gikenakan. “Itu saya bawa teman-teman ke sini sesuai dengan pembicaraan tempo hari mengenai keberadaan harta karun di tanah bapak,” kata Isham kepada bapak Andi.
“Sebetulnya begini, sudah banyak orang yang mengambi harta ini, tetapi tidak satu orang pun yang berhasil. Bahkan sudah menelan sepuluh orang korban. Ada yang diseret-seret ditarik kakinya, ada yang dicelik, ada juga yang dibenamkan ke dalam lobang. Mereka rata-rata umurnya setengah baya dan mengaku punya ilmu tinggi,” kata bapak Andi.
“kami menyerahkan semua urusan pada Allah dan munta kekuatan hanya kepada Allah,” kataku kepada bapak Andi.
“Tapi keluarga kami tidak mau menanggung resiko kalau sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” katanya lagi mengingatkan.
“Baiklah pak, kami jauh-jauh datang kesini tentunya segala sesuatunya telah dipersiapkan dan kami mau menanggung resiko apapun. Bapak jangan kuatir,” kataku lagi.
“Baiklah kalau begitu, kapan mau dikenakan?” Tanya bapak Andi.
“Saya mau tahu dulu lokasinya pak,” kataku ingin tahu.
“Ayo kita sama-sama keluar,” kata bapak Andi gambii langsung berdiri mengajak keluar.
Dia berjalan di depan, dukun Andi. aku Isham, Bambang dan Dewi berjalan mengikuti di belakang kami Ternyata kami dibawa kesamping rumah sebelah kanan yang ada pohon mangga yang besar. Jarak lokasi kira-kira lima puluh meter dari rumah Andi.
“Di sinilah lokasinya,” kata Andi sambil menunjuk tanah yang ada bekas galian.
Aku menyuruh Dewi menerawang ke dalam lokasi yang ditunjuk. Sejenak kemudian Dewi memejamkan matanya. Tidak lebih dan dua menit kemudian membuka matanya kembali sambil menganggukan kepalanya menandakan bahwa ada harta karun di dalam lokasi yang ditunjuk.
Karena semalam habis turun hujan, tidak sulit untuk menggali tanah itu, sedangkan Dewi memperhatikan dari jarak dua meter sambil menggendong anaknya Setengah meter pertama kami tidak menemukan benda apapun, dengan mudahnya tanah itu digali.
Tapi begitu hampir satu meter tiba-tiba cangkul yang dipegang Ishar mengenai benda keras, berbarengan dengan linggis yang dipegang Dulloh juga mengenai benda keras. Kami saing pandang, sama-sama punya harapan kalau benda keras yang kena cangkul dan linggis itu adalah harta karun. Karena menurut Dewi disitu ada sebuah peti yang ukurannya kira-kira lebar 40CM dan panjangnya 70CM.
“Ayo gas terus,” kata Isham bersemangat.
Kami pun terus menggali dengan hat hat karena benda yang keras tadi sedikit demi sedikut kelihatan bentuknya datar agak melengkung. Begitu diamati ternyata benda itu adalah sebuah batu. Awalnya kelihatan sebesar tampah, tapi begitu digali ke pingginya ternyata batu itu tambah besar. Kami saling pandang karena kecapean tapi tidak menemukan ujungnya. Dan anehnya tanahnya pun tambah keras sehingga susah untuk digali.
Aku memandang Dewi dan memberi isyarat untuk melihat keberadaan batu itu dengan pandangan batinnya. Sejenak kemudian.
“Ya betul peti itu ada tepat di bawah batu itu!” Kata Dewi bersemangat.
Kami pun berusaha untuk menemukan pinggiran batu itu. Tapi usaha kami masih sia-sia. Batu itu tidak ditemukan tepinya. Hari menjelang magrib disaat kami kelelahan menggali dan tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan Dewi. “Ayo kita pulang saha cepat!”
Ada apa Wi? Kita kan jauh-jauh datang untuk mendapatkan harta itu, dan aku sudah bilang jangan takut pada makhluk gaib apapun bentuknya,” kataku sedikit gusar.
“Jangan buang-buang waktu lagi, harus segera pulang. Nanti aku jelaskan di dalam mobil!” Kata Dewi lagi, kelihatan ketakutan sekali.
“Ya sudah kalau begitu kita pulang saja ” kata Bambang sepertinya dia juga merasa takut dengan mendengar perkataan Dewi.
Kami segera membereskan peralatan dan dipulangkan ke rumah Andi. Setelah selesai cuci tangan kami segera parutan dan naik ke mobil Bambang segera menstarter mobil tapi tidak hidup-hidup. Aku merasakan ada kekuatan gaib yang menahan mobil itu. Aku berdoa agar kekuatan gaib itu dihilangkan. Doaku terkabul mobil bisa dihidupkan, tapi baru saja berjalan sepuluh meter melewati tanjakan yang tidak seberapa kembali mobil itu macet.
“Ayo kata dorong sampai ke jalan yang datar dulu,” kataku mengajak Isham dan Dwiloh.
Setelah distarter berulang-ulang akhirnya mobil itu hidup dan bisa berjalan sepert biasa. Kami terdiam dalam mobil yang melaju kencang, tidak sampai satu jam kami sudah memasuki kota Bengkulu. Hari mulai gelap karena sudah melewati waktu magrib Begitu keluar dan kota Bengkulu tiba-tiba hujan lebat, sehingga menghalangi pandangan.
“Aduh gimana nih, gak kelihatan!” kata Bambang setengah berteriak.
“Ya sudah minggar dulu saja,” kataku menyarankan.
Bambang mengikuti saranku dan meminggirkan kendaraannya kemudian berhenti di dalam gelap, kelihatan wajah Dewi pucat dan gelisah, Bambang duduk bersandar sambil kedua tangannya dibuat ganjal kepalanya.
“Coba pak, kita jalan pelan-pelan karena kendaraan lain pun bisa jalan,” kataku pada Bambang.
Bambang mengikuti perintahku. Sungguh di luar dugaan setelah kendaraan yang kami tumpangi berjalan kurang lebih 20 meter ternyata tidak ada hujan sama sekali. Akhirnya Bambang memacu kendaraannya tanpa berhenti lagi. Semua terdiam dan tidak ada yang berkata sepatah pun Dewi yang berjanji mau mengatakan alasan ngajak pulang ketika di kendaraan kelihatan bengong matanya menerawang jauh entah ke mana.
Setelah dua hari kami ada di rumah, aku menanyakan kepada Dewi perihal apa yang menyebabkan dia takut sekali sehingga mengajak buru-buru pulang. Dengan suara pelan dan terlihat masih ada rasa takut, Dewi mengatakan bahwa penguasa harta itu sosok makhluk gaib yang tinggi besar, berjubah putih dan bersorban, menunggang unta sebesar stadion Senayan. Makhluk itu memberi peringatan bahwa kamu harus meninggalkan lokasi itu secepatnya. Kalau dalam dua jam tidak keluar akan ada korban. Terutama anaknya Dewi yang akan diambil. Wallahu a’lam bissawab. ©️.
![](https://pondok-ruqyah.com/wp-content/uploads/2024/09/IMG-20240930-WA0002_20240930210427489-300x300.jpg)
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!