Kisah Mistis: NESTAPA PELAKU PESUGIHAN SERIBU HARI
Tiap tahun ketiga aku selalu merasa ketakutan, petualanganku akan segera berakhir. Seluruh hartaku akan habis dan mungkin nyawaku juga akan melayang…
Kemiskinan sering membuat manusia lupa pada kodratnya. Dendam pada kehidupan yang sengsara itu membuat orang nekat menempuh jalan sesat. Inilah yang dialami Rosni (sebut saja begitu), seorang gadis penduduk sebuah desa terpencil di Kabupaten Way Kanan, Lampung. Demi menjaga privacy-nya, penulis menyamarkan nama dan lokasi kejadian. Berikut paparan Rosi beberapa waktu lalu pada penulis…
Ini adalah peristiwa kedua yang harus kualami. Rumahku beserta seluruh isinya habis dilalap si jago merah. Dengan hanya membawa pakaian yang melekat di badan, aku mengungsi ke rumah seorang kerabat.
Seminggu setelah peristiwa itu Bang Isman muncul. Ia adalah kakak kandungku yang masih mau memperhatikan diriku. Betapa tidak, jauh-jauh dia datang dari kampung di Way Kanan, semata-mata hanya untuk menjengukku. Dia ingin melihat keadaanku.
“Syukurlah tidak terjadi apa-apa pada dirimu, Ros,” kata Bang Isman.
“Sebaiknya kau berhentilah berpetualang seperti ini. Kembalilah ke kampung. Hiduplah dengan wajar. Untuk apa kau hidup senang tetapi tidak langgeng…”
Aku hanya terdiam. Bukan sekali ini saja Bang Isman berkata begitu. Aku sudah menduga, dia akan mengajak aku pulang. Dia memang sangat sayang padaku. Tidak seperti saudara-saudaraku yang lain yang sudah tidak perduli lagi padaku.
“Hei, kau dengar tidak kata-kataku ini?” Suara Bang Isman membuyarkan lamunanku, Aku memang sedang melamun mengingat keadaanku saat ini.
“I… Iya Bang. Aku dengar. Tapi biarlah aku tetap tinggal di sini. Ini memang sudah menjadi resiko yang harus kualami. Sebaiknya abang saja yang pulang,” jawabku.
Kini ganti Bang Isman yang terdiam. Ditatapnya diriku. Sambil menghela napas ia berkata.
“Kau tidak boleh berkata begitu, Ros. Jalan hidup yang kau tempuh itu sangat berbahaya. Setelah harta bendamu ludes, bukan tidak mungkin nanti nyawamu yang melayang. Sebaiknya cepatlah kau bertobat…”
Bertobat..? Tidak…!
Uh… Apakah dizaman sekarang ini ada orang yang bosan mengumpulkan harta? Kurasa sebodoh apapun tidak ada orang yang tidak suka pada apa yang namanya harta. Terus terang, karena hartalah aku bisa mewujudkan segala keinginanku. Aku dapat memenuhi segala kebutuhan hidupku yang dulu sukar kuperoleh. Karena harta aku bisa menaikkan derajatku di mata orang banyak. Tidak seperti dulu. Karena hidup miskin aku terhina.
Dulu semua orang menghinaku, memandang sebelah mata padaku. Tidak cuma sampai di situ, sebagai gadis yang mendambakan pendamping hidup, aku sukar mendapatkannya. Ini bukan lantaran diriku kurang cantik, hingga tidak ada lelaki yang sudi mendekatiku. Tetapi semua ini karena aku adalah gadis miskin!
Aku memang sempat mengenal seorang pemuda bernama Usman, sebutlah namanya demikian. Usman tampaknya menaruh perhatian pada diriku. Tetapi karena dia anak Jelaki satu-satunya sebagai pewaris harta orang tuanya, dia rela melepaskan cinta. Dia lebih memilih harta dari pada menikahi diriku yang cuma seorang gadis miskin. Karena katanya, orang tuanya akan mengusirnya dan tidak akan mewariskan hartanya serupiah pun jika dirinya tetap memilih aku.
Sebenarnya jauh-jauh hari orang tuaku sudah memperingati aku tentang hubunganku dengan anak saudagar tembakau itu. Mereka takut kalau Usman hanya sekedar mempermainkan diriku. Tetapi melihat kesungguhan Usman saat itu, aku malah membelanya.
“Bang Usman itu lelaki baik, Bu. Dia tampaknya sangat serius pada Ros,” kataku ketika ibu bertanya tentang hubunganku dengan Usman. Mungkin tidak ingin membuat aku kecewa, ibu hanya terdiam mendengar jawabanku.
Rupanya apa yang ditakuti oleh ibuku itu menjadi kenyataan. Usman memang meninggalkan diriku. Menghadapi kenyataan ini aku sama sekali tidak sakit hati pada pemuda itu. Tetapi justru yang kusesali adalah mengapa aku terlahir sebagai gadis miskin. Dan karena kemiskinan itulah yang membuat aku jadi gelap mata. Sebenarnya sudah lama aku mendengar tentang adanya tempat pesugihan yang konon dapat membuat orang jadi kaya. Informasi itu kuperoleh dari seorang temanku yang kini menjadi pengusaha batik di kota T.
Sebenarnya apa yang dikatakan oleh temanku itu tidak masuk akal sehatku. Kupikir, mana mungkin orang yang sudah mati bisa memberi kekayaan. Namun keterpurukan telah membuat ketegaranku runtuh. Diam-diam, tanpa sepengetahuan keluargaku, aku mendatangi tempat itu. Tempat itu memang cukup jauh dari kampungku. Sesuai dengan namanya Keramat Kelok Tujuh, untuk mencapai tempat itu aku harus mendaki tanjakan yang berkelok tujuh.
Saat menjelang maghrib aku baru sampai di tempat yang kutuju. Kedatanganku disambut oleh gonggongan anjing. Dari sebuah gubuk yang sederhana beratap daun nipah seorang lelaki setengah baya menyambutku. Setelah bertegur sapa kuutarakan padanya maksud kedatanganku. Pak Sobar, penunggu keramat itu tersenyum ramah.
“Sudah kau siapkan maharnya?” Tanyak Pak Sobar.
“Sudah, pak!” Jawabku seraya memberikan bungkusan yang sudah kusiapkan dari rumah. Setelah menerima bungkusan itu, pak Sobar berkata.
“Kau harus bersemedi satu malam penuh di depan makam Nyi Sari. Jangan berhenti sebelum kau mendengar ada suara bisikan gaib. Tetapi jika sampai terdengar suara adzan Subuh tidak terjadi apa-apa, itu artinyniatmu tidak dikabulkan oleh Nyi Sari,” tutur pak Sobar.
“Baik, pak!” Jawabku pasti. Ketika malam tiba aku pun segera menjalankan ritual sesuai petunjuk pak Sobar. Dengan penuh konsentrasi kupejamkan mataku, lalu aku duduk bersila di depan makam Nyi Sari.
Ternyata niatku terkabul. Tengah malam aku mendengar suara bisikan lembut, suara seorang wanita. Pemilik suara itu mengaku bernama Sari. Kalimat demi kalimat yang dibisikan oleh suara gaib itu kusimak denga seksama. Anehnya, aku merasa sangat mudah sekali menghapal mantra yang dibisikan oleh suara gaib itu. Menjelang subuh aku dibangunkan pak Sobar. Rupanyaku sempat tertidur saat itu.
“Bagaimana, ada sesuatu yang terjadi padamu?” Tanya pak Sobar,
Aku mengantuk. Kulihat pak Sobar tersenyum senang.
“Syukurlah… Kiranya kau termasuk orang yang beruntung. Ternyata Nyi Sari berkenan mengabulkan niatmu. Biasanya jarang sekali perempuan mendapatkannya,” kata pak Sobar.
“Terima kasih. Ini semua berkat petunjuk dari bapak,” jawabku.
“Ingat, suatu hal yang tidak boleh kau lupakan, bahwasanya harta yang kau peroleh kelak hanya bisa kau miliki selama 1000 hari saja. Setelah itu Nyi Sari akan mengambilnya kembali dengan cara yang tidak terduga. Tetapi jika kau masih ingin memilikinya, kau boleh datang kembali ke sini untuk memperbaharui ritualmu. Oh ya, ada pantangan yang tidak boleh kau lakukan…”
“Apa itu, pak?” Potongku.
“Kau tidak boleh terikat dalam perkawinan. Kau boleh saja berhubungan dengan lelaki, tapi tidak boleh sampai menikah,” pesan pak Sobar sebelum aku meninggalkan tempat itu.
Pantangan itu kuanggap ringan. Persetan dengan pernikahan, rutukku, aku tidak butuh pernikahan! Buat apa punya suami kalau akan membuat hidup susah. Kalau sekedar kebutuhan biologis, aku kan punya harta. Lelaki mana yang tidak tergoda dengan hartaku?
Perubahan yang kualami membuat orang di sekitarku bertanya-tanya. Gunjingan demi gunjingan membuat aku gerah. Namun semua itu tak pernah kugubris. Persetan dengan semuanya, rutukku geram, jangankai omongan orang nasehat orang tuaku saja tal kuhiraukan. Pokoknya saat ini aku merasa senang dengan apa yang kumiliki.
Bayangkan, Rosni si gadis kampung yang miskin kini menjelma sebagai perempuan yang bergelimang harta. Demi ketenangan hidup kutinggalkan kampungku. Aku memilih tinggal di kota P. Di sini aku hidup tenang tanpa ada yang mengusikku. Orang di sekitarku mengenalku sebagai tante Rosni pengusaha meubel.
Ketika mereka mengetahui kalau aku masih sendiri, banyak lelaki yang mencoba mendekati diriku. Ini membuatku merasa bangga, karena merasa jadi rebutan kaum pria. Mereka tentu saja rata-rata berkantong tebal. Tetapi sejauh ini aku masih bisa mengendalikan diriku.
Sebagai perempuan normal aku memang nyaris tergoda pada ketampanan seorang telaki. Sebut saja nama lelaki perlente itu Jaka. Pesona Jaka membuat aku nyaris lupa diri. Kata-kata manisnya membuat aku sempat terbuai. Aku hampir saja menerima pinangannya. Untung saja disaat yang tepat kata-kata pak Sobar terngiang kembali di telingaku. Maka segera kutolak halus niat lelaki itu. Penolakan itu tentu saja membuat Jaka kecewa. Dia mendesak aku agar berterus terang, tetapi aku tetap mengemukakan alasanku kalau aku tidak mencintainya. Sejak saat itu ia menghilang.
Setelah peristiwa kebakaran yang kedua itu seharusnya aku menurut nasehat Bang Isman, untuk pulang ke kampung. Tetapi nafsu duniawi masih membelenggu diriku. Aku takut hidup miskin. Aku sudah merasakan bagaimana pedihnya hidup miskin. Terhina dan tersisihkan. Karena itulah, dengan bermodalkan gelang yang melingkar di tanganku, diam-diam aku kembali ke Keramat Kelok Tujuh untuk memperbarui ritualku. Sekembalinya dari sana aku menetap di kota B untuk melanjutkan petualanganku. Di Sini aku membuka rumah makan. Dengan usaha ini aku yakin tidak ada yang merasa curiga padaku. Dan berkat bantuan Nyi Sari usahaku maju pesat.
Singkat cerita, kini aku sudah memiliki sebuah restoran yang cukup besar dan mewah. Pengunjung restoranku adalah dari kalangan orang-orang berkantong tebal.
Suasana restoranku yang selalu ramai itu membuat karyawanku merasa sangat senang. Betapa tidak, mereka bekerja dengan gaji yang besar. Di samping gaji mereka juga mendapatkan uang mingguan. Setiap menjelang akhir tahun aku sengaja mencarter bus pariwisata mengajak mereka dan keluarga piknik ke luar kota. Cara ini membuat mereka bertambah senang. Tak jarang aku mendengar mereka memuji diriku.
“Bu Rosni itu seorang yang baik dan dermawan, jarang kita menemukan bos sebaik dirinya,” ucap seorang karyawanku pada temannya. Mendengar kata-kata itu siapa yang tidak merasa tersanjung.
Tetapi di dunia ini tidak ada yang abadi. Begitu pula dengan harta yang kumiliki saat ini. Apalagi harta itu kuperoleh dengan cara yang tidak diridhoi Tuhan. Itulah sebabnya saat petualanganku menginjak tahun ke tiga. rasa takut dan cemas mulai datang melanda diriku. Duh! Petualanganku akan segera berakhir. Semua harta yang kumiliki akan segera diambil kembali oleh Nyi Sari.
Apalagi jika aku melihat para karyawanku, aku semakin nelangsa. Ya Tuhan, aku merasa sangat berdosa. Dosa yang kutanggung begitu besar. Aku tidak hanya merasa berdosa pada diriku sendiri, tetapi juga berdosa pada karyawanku. Karena nafkah yang kuberikan pada mereka kuperoleh dengan cara yang sesat. Dan suatu saat nanti aku akan merampas kebahagiaan mereka.
Sengaja kisahku ini kupaparkan melalui penulis. Kiranya pembaca dapat membantu mencarikan solusinya, atau setidaknya dapat mengambil hikmah dari langkah sesat yang kutempuh ini. Wallahu a’lam bissawab. ©️

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!