Kisah Mistis: MERTUAKU ADALAH SILUMAN SERIGALA
Mungkin aku termasuk salah satu orang yang beruntung menjadi menantu Pak Suradi Betapa tidak! selain Pak Suradi ini kaya raya, juga terhormat, karena mertuaku ini termasuk orang kaya raya di desanya. Selain memiliki lahan luas yang ditumbuhi berbagai macam tanaman buah-buahan dan padi. Tentu saja hasilnya melimpah ruah jika panen tiba. Apalagi istriku, Kinanti merupakan anak semata wayang hasil penikahan Pak Suradi dengan Bu Warsini. Memang di zaman kini, kekayaan menjadi ukuran status sosial juga keterhormatan seseorang. Sehingga boleh aku mengharap warisan kekayaannya bakal jatuh ke tangan kami.
Perkawinanku dengan Kinanti boleh dibilang terjadi serba kebetulan. Sebelum aku menikahinya, waktu itu aku kos di rumahnya, karena aku yang berasal dari Klaten baru saja ditempatkan sebagai guru SMA Negeri yang lokasinya tidak jauh dari desa tempat keluarga Pak Suradi tinggal. Secara kebetulan juga Kinanti sekolah di tempat aku mengajar, sehingga aku dan Kinanti selalu berboncengan sepeda motor, ketika berangkat dan pulang sekolah. Sehingga benar kata orang, ‘witing tresno, jalaran soko kulino.’ (cinta, terjadi karena terbiasa).
Nah, baru beberapa bulan Kinanti lulus sekolah, kami pun menikah. Pernikahanku dengan Kinanti terjadi bukan karena paksaan, namun memang kami sama-sama mencintai. Hanya sayangnya, kendati aku dan Kinanti sudah setahun menikah, tetapi belum diberi momongan, Dengan begitu, membuat nuansa perkawinan ini serasa masih seperti pengantin baru yang sarat dengan kemesraan dan keharmonisan. Ya, kami berdua selama ini masih tinggal serumah dengan orang tua Kinanti. Semua ini terad karena memang orang tua Kinanti yang menghendaki. Dengan alasan mereka belum mau pisah dengan anak semata wayangnya.
Satu sisi memang membuat aku dan Kinanti tidak mandiri, namun pada sisi yang lain juga mernguntungkan, karena kami tidak perlu beli rumah dan mengisi perabotannya Di rumah ‘mertua indah’ itu semuanya sudah serba lengkap dan mewah. Apalagi mertuaku sangat gemati (sayang) dan tidak pernah usil maupun ikut campur urusan ruman tangga kami. Meski Kami tinggal di sebuah pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk keramaian seperti diperkotaan, tetapi kami menimatinya. Bayangkan saja, ketika malam sudah menjelang, suasana sunyi senyap, tentu akan menyelimuti hati pengantin baru seperti aku dengan Kinanti.
Pada saat itu hampir semua pintu rumah tetangga, sudah terkunci rapat-rapat, bak tanpa ada kehidupan. Begitu juga di rumah yang kami tempati, kesempatan ini tidak kami sia-siakan untuk bercinta, memadu kasih guna menunaikan ibadah di tempat tidur. Seperti malam Anggoro Kasih (Selasa Kliwon) itu, aku dan Kinanti berguling-guling di pembaringan, saling membagi kenikmatan bercinta sepuas-puasnya. Seolah dunia ini hanya milik berdua, namun pergulatan kemesraan itu bagiku terasa sangat cepat. Sebab sejenak berikutnya, di tengah malam itu Kinanti tampak sudah tertidur pulas dalam satu selimut tebal di sampingku.
Memang, tadi ketika aku dan Kinanti bersetubuh, Kinanti terasa sangat bernafsu, birahinya meletup-letup, mungkin libidonya naik setinggi-tingginya, maka maklum kalau kini dia begitu terlihat kelelahan, wajahnya tampak lelah dengan mata terpejam rapat-rapat. Sebaliknya dengan diriku, mata ini belum sedikitpun mampu dipejamkan, pikiranku terngiang bayangan yang tidak menentu, rasa was-was yang teramat dalam, sehingga mampu mengganggu olah pikirku. Di relung hatiku yang paling dalam muncul berbagai pertanyaan yang sebenarnya belakangan ini menghantui pikiranku.
Mengapa sampai sekarang Kinanti belum juga hamil? Padahal hampir setiap malam kami bercengkara dan berintim ria. Lalu, siapa diantara aku dan Kinanti yang mandul ? Apakah mungkin karena Kinanti masih terlalu muda, sehingga dia tidak sempat terpikirkan di otaknya untuk segera hamil dan punya momongan? Sebaliknya, aku justru kepengin Kinanti cepat hamil, sehingga aku bisa menunjukan kepada khalayak bahwa aku laki-laki sejati. Nah, mungkin saja akibat dari niat dan hasrat kami yang tidak menyatu inilah, membuat sulit menggumpalnya janin di rahim Kinanti, benarkah?
Diantara kegalauan dan kekacauan nalarku itu, tiba-tiba saja dari arah Timur Laut, terdengar sayup-sayup auman Serigala dengan suara khasnya yang melengking serta mendayu-dayu. Namun Suara seperti itu sudah sering aku dengar di tengah malam seperti ini, jadi membuat terbiasa yang tanpa mampu menimbulkan rasa takut. Hanya yang mencemaskan, justru pada saat itu air seniku terasa terus mendesak, sehingga membuatku kebelet pipis. Sebenarnya, aku malas melangkah, ke kamar mandi, sebab letak kamar mandi di rumah ini berada di luar, tepatnya di belakang rumah induk. Maklum rumah di pedesaan.
Mau tidak mau, meski agak terpaksa, aku segera mencoba menyibakan selimut pelan-pelan, dengan langkah berjingkat-jingkat, membuka pintu kamar dengan hati-hati dan segera menutupnya. Dengan harapan supaya Kinanti tidak terusik dan terjaga dari tidur nyenyaknya. Masih dengan langkah pelan, meski sedikit berlari-lari kecil, aku menuju pintu bagian belakang, membuka selotnya dan segera menuju kamar mandi.
Buang hajat kecil pun tertuangkan dengan lancar dan membikin puas. Tetapi ketika aku berniat keluar dari kamar mandi, tiba-tiba saja terdengar olehku suara bisik-bisik, meski apa yang dibicarakan tak begitu jelas. Meski begitu, aku yakin kalau yang sedang berbincang-bincang di luar kamar mandi itu mertuaku, Pak Suradi dan bu Warsini. Untuk itulah keinginanku keluar dari kamar mandi tertahan dan aku urungkan.
Dari sela-sela lubang kunci pintu kamar mandi itu, aku mencoba mengintip apa yang sedang mertuaku lakukan di tengah malam yang semakin tua ini.
Tratap..! Aku terhenyak sejenak, mataku terantuk dengan pandangan yang mengagetkan. Di tengah pekatnya malam itu, terlihat dari mata dan kepalaku sendiri, ibu mertuaku sedang bercakap-cakap dan mengelus elus punggung seekor Serigala yang bertubuh besar.
Berbulu hitam tebal yang ekornya dikibas-kibaskan. Ketika itu sempat terlintas di kepalaku, kalau malam ini malam Anggoro Kasih (malam Selasa Kliwon).
“Hati-hati di jalan ya Pak,” pesan Bu Warsini sambil tangan kanannya mengelus-elus kepala Serigala hitam itu. Serigala itu, tampak mengendus-enduskan moncongnya di kedua kaki Bu Warsini, Sejenak berikutnya, Serigala hitam itu tubuhnya berbalik, melangkah pelan-pelan meninggalkan Bu Warsini. Dari balik lubang kunci pintu kamar mandi tersebut, tampak Bu Warsini juga segera melangkah masuk rumah lewat pintu belakang yang tadi kulewati.
Saat itu juga pikiranku dihantui rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Benarkah serigala tadi jelmaan Pak Suradi, mertuaku? Lalu apa yang dilakukan Serigala hitam tadi meninggalkan Bu Warsini? Dari hasrat yang mengusik benakku tersebut, membuatku mengurungkan niat untuk kembali masuk kamar untuk berbaring di samping isteriku. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menguntit langkah Serigala tersebut, setelah aku keluar kamar mandi. Dengan langkah menjaga jarak dari belakang aku ikuti ke mana Serigala jelmaan ayah mertuaku itu. Sambil sesekali berlindung di balik pepohan besar.
Hal itu aku lakukan dengan tujuan agar jangan sampai ketahuan, ketika serigala itu menengok ke belakang. Jauh rasanya kaki ini melangkah, menyusuri jalan bukit diantara pepohonan liar, rimbun dan terjal. Tiba-tiba saja dari kejauhan, Serigala tadi turun menuju Kedung Mbaung yang bagi warga setempat dikenal sangat angker itu.
Bahkan seolah tak pernah terjamah manusia, kecuali orang yang bernyali besar, berilmu kanuragan tinggi serta memiliki tujuan tertentu saja yang berani menapakkan kakinya di kedung itu. Dengan lincah, Serigala itu mencebur di kedung dengan cara berenang ke tengah, menuju bukit kecil di tengah kedung.
Aku kembali terhenyak, ternyata dari segala penjuru dan berbagai arah, terlihat belasan Serigala yang menjalankan laku yang sama dengan siluman Serigala jelamaan Pak Suradi itu. Beberapa saat selanjutnya, semua Serigala hitam itu sudah berkumpul membentuk lingkaran, dengan posisi duduk. Tak lama kemudian, tiba-tiba muncullah pemandangan yang cukup membuatku kembali keheranan. Di antara belasan Serigala hitam itu terlihat asap putih tebal mengepul, menjulang ke atas yang lama kelamaan membentuk Serigala yang tubuhnya sangat besar, paling besar di antara belasan Serigala yang lain.
Serigala yang muncul terakhir ini mengenakan mahkota di kepalanya. Bersamaan dengan itu, terdengar suara koor menggelegar yang bermuara dari mulut puluhan siluman Serigala punggawa ini.
“Rahayu… rahayu.. rahayu…” kata-kata ini terus diucapkan berulang-ulang. Baru berhenti ketika Raja Serigala itu benar-benar nampak duduk di atas batu gilang yang di hadapannya ada lempengan batu besar. Kesunyian sejenak sangat terasa dibarengi tiupan angin yang berhembus sepoi-sepoi disuasana malam. Kali ini bulu kudukku mulai bergidik, ketakutan.
“Hai, para punggawa setiaku, di istanaku ini siapa yang mendapatkan giliran mempersembahkan darah perawan untukku?” Tanya Raja Serigala dengan suara parau dan menggelegar. ”
“Rahayu… rahayu… rahayu…” hanya itu jawaban puluhan punggawa serigala itu bersamaan, sambil saling menengok dan menatap bengis.
Tanpa menunggu waktu panjang, tiba-tiba dari sudut sebelah selatan, tampak berdiri seekor Serigala dengan membopong tubuh seorang wanita tak berdaya, tubuh wanita itu lunglai dengan kondisi telanjang bulat. Tubuh wanita yang dari kejauhan tampak seperti kehilangan tenaga.
Sambil laku ndodok (melangkah dengan posisi jongkok), Serigala yang membawa persembahan wanita ini maju ke arah Sang Raja Serigala. Lalu, tubuh wanita itu direbahkan di atas batu gilang tepat dihadapan Sang Raja. Serigala pembawa persembahan itupun segera berbalik, mundur dengan posisi langkah jongkok ke belakang. Aku kembali terhenyak, ketika melihat Raja Serigala dengan kuku-kuku tajam di jari tangannya mencengkeram kuat-kuat tubuh wanita persembahan itu untuk dibopongnya. Karuan saja jika tubuh wanita persembahan yang berkulit kuning langsat berlumuran darah segar.
“Terima kasih… punggawa setiaku, tapi jangan lupa pada malam Anggoro Kasih mendatang, bertemu lagi di arena ritual persembahan ini,” katanya.
Bahkan Raja Siluman Serigala ini mewanti-wanti, agar jangan lupa para punggawanya mempersembahkan sesaji persembahan wanita lajang kepadanya, kalau ingin terus, mendapatkan limpahan harta benda dan kekayaan yang melimpal ruah. Lalu, Sang Raja tertawa terbahak-bahak dibarengi suara lengkingan tinggi dari jerit kesakitan yang muncul dari mulut wanita persembahan tadi. Sayup-sayup terlihat Raja Serigala itu kembali berwujud kepulan asap putih yang tak lama menghilang di telan kegelapan malam yang semakin tua.
Belasan punggawa siluman Serigala itupun kembali berbalik, siap untuk meninggalkan bukit di tengah Kedung Mbaung diakhiri dengan auman panjang suara khas bangsa serigala. Anehnya, puluhan punggawa Serigala tadi, kini telah berubah wujud kembali ke asalnya, menjadi manusia, begitu juga Serigala hitam yang sejak tadi aku kuntit dan perhatikan gerak-geriknya. Benar! Dari perawakannya, memang tak salah lagi dugaanku. Dia ayah mertuaku, Pak Suradi! Keyakinanku sudah begitu bulat, kalau mertuaku ini penganut pesugihan siluman Serigala penghuni Kedung Mbaung.
Pantas saja jika mertuaku kaya raya, meski tanpa pekerjaan yang jelas, kalau toh dia memiliki mesin selepan padi berjumlah belasan, dengan lahan persawahan berhektar-hektar, puluhan truck pengangkut karung beras ke daerah-daerah dan puluhan karyawan, itu hanyalah sebagai kedok dari pengabdiannya dengan Raja Serigala Siluman penghuni Kedung Mbaung. Untuk itulah, aku pun segera mengambil langkah seribu meninggalkan Kedung Mbaung, agar tidak keduluan Pak Suradi sampai di rumah. Ketika aku sudah di depan rumah, langit sudah mulai semburat memerah, pertanda pagi akan segera menjelang.
Dengan langkah pelan dan kembali berjingkat-jingkat, aku masuk rumah lewat pintu belakang, menuju kamar dan kembali berbaring berselimut tebal, bersanding dengan istriku, Kinanti! Lama aku pandangi wajah Kinanti bersama dengan kecamuk pikiran, hati dan jantungku yang terus berdetak kencang.
Pantas saja, menurut informasi yang aku dapat dari para tetangga desa, sudah beberapa kali karyawan perempuan lajang yang ikut keluarga Suradi ada yang mati mendadak, tanpa sebab pasti. Baru, setelah Kinanti bangun, mandi dan sarapan di meja makan bersama, aku angkat bicara membujuk dan memaksa Kinanti meninggalkan rumah mertuaku untuk hidup mandiri, kendati masih harus kontrak. ©️KyaiPamungkas.
KOMENTAR KYAI PAMUNGKAS
Pak Guru di Lampung, saya sangat mendukung keputusan Anda untuk keluar dari rumah itu. Apapun alasannya, keluar dari rumah itu adalah yang terbaik untuk masa depan Anda dan istri.
Jangah berpikir bagaimana perasaan orang tua/mertua, sebab mereka sendiri melanggar pikirannya. Kalau mereka mau berpikir lebih arif, mungkin mereka tidak akan melakukan persekutuan gaib itu. Mereka juga berpikir memiliki anak perempuan yang Anda nikahi. Bagaimana jika anak perempuannya dijadikan tumbal oleh orang lain?
Berikutnya, yang bisa Anda lakukan adalah mengatakan sejujurnya pada mertua bahwa Anda mengetahui apa yang ia lakukan, Ceritakan hal itu pelan-pelan agar tidak mengundang ernosi dan rasa malu mertua Anda. Sebab sebagai orang tua, dia pasti punya rasa dan kehormatan yang ingin ia pertahankan. la tak ingin mendapat malu, manakala anak menantunya mengetahui apa yang ia lakukari. Jadi usahakan membuat ia sadar tanpa harus membuat ia malu, marah atau malah nekat terus menjalankan perjanjian gaibnya.
Memang bukan hal mudah untuk meninggalkan perjanjian gaib dengan Siluman atau makhluk gaib apapun. Pasti harus ada korban yang jatuh dari pihak mertua Anda, tapi itu akan lebih baik ketimbang terus dijalankan, menambah dosa dan pada akhirnya perjanjian itu pun akan berakhir. Lambat laun Pak Suradi akan kehilangan kemampaun untuk memenuhi keinginan si Raja Serigala, Jika Pak Suradi tidak mampu lagi memberikan tumbal, maka ia yang akan dijadikan tumbal. Dan saya yakin saat itu pasti akan tiba.
Maka dari itu, sekarang atau nanti, toh saatnya pasti akan tiba. Jadi sebelum dosanya semakin banyak dan sebelum makin banyak wanita lajang yang jadi korban, Sebaiknya Anda bisa menghentikan petualangan mertua, tapi satu hal yang harus Anda ingat dan terima kenyataannya, bahwa sekeras apapun Anda berusaha menghentikan petualangan mertua, itu akan tergantung pada mertua Anda sendiri. Jika ia mau menghentikan petualangannya, maka itu akan terjadi. Konsekwensinya, mertua Anda akan jadi tumbal terakhir. Tapi jika ia tidak mau menghentikan petualangannya, maka akan korban Iain yang ditumbalkan oleh mertua Anda.
Ini adalah perjanjian pesugihan antara mertua Anda dengan Raja Serigala itu. Kontrak mereka adalah nyawa. Selama mertua Anda bisa memberikan tumbal seperti yang diminta Raja Serigala, maka mertua Anda akan selamat dari kematian dan terus semakin kaya.
Tapi jika ia menghentikan pemberian tumbal, maka ia akan jadi tumbal dan hartanya akan hilang, sirna dengan sendirinya. Bisanya melalui kecelakaan, musibah atau apapun, mungkin kebakaran, bencana dan sebagainya. Semoga Anda bisa menyadarkan mertua Anda, Kami turut mendoakan. Amin.
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!