Kisah Mistis: HARIMAU PUTIH DAN PENDEKAR TAMPAN
Ini cerita mistis yang pernah aku alami beberapa tahun lalu, bagaimana aku bertemu dan mengenal pendekar silat berparas tampan. Kejadian ini tidak akan menjadi rumit andai pemuda yang aku kenal ini selayaknya manusia sejati. Namun sayangnya dia berasal dari keturunan bangsa jin yang hidup beratus-ratus tahun silam. Dan yang membuat keadaan hidupku bertambah sulit, aku terikat sebuah ikrar janji ketika kami memadu asmara yang berlainan alam.
Namaku Indah Rismaya, tetapi dari kecil aku mempunyai nama kesayangan dari keluargaku yakni Nda. Aku merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara. Sebenarnya aku memiliki saudara kembar, namanya Nadya. Dia lebih tua beberapa jam dibanding aku. Sewaktu usia kami tiga bulan, Nadya diadopsi oleh Uwak, kakak sulung ibu.
Selayaknya panggilan untuk gadis Sunda, Nadya pun dipanggil Neng.
Berbeda dengan aku. Sejak kecil sifat dan kebiasaan kami sangat berbeda. Nadya tumbuh menjadi anak perempuan pada umumnya. Alim, pendiam, pemalu dan memang sangat feminim. Sedangkan aku keras kepala, pemberani dan agak tomboy. Walau pun demikian aku sosok yang ramah dan mudah bersosialisasi dengan siapa pun. Meski aku dan Nadya hidup terpisah bukan berarti kami putus tali silaturahim. Kami masih bermain bersama hingga beranjak remaja. Hingga Nadya pindah Bandung untuk mondok di pesantren sahabat karib Uwak kami. Aku sendiri tinggal bersama Ibu.
Sebelum ayah dipanggil menghadar Ilahi, mungkin keadaan ekonomi keluarga kami tidak begitu kacau. Memang sebelum meninggal, ayah telah membagikan sebagian hartanya untuk anak-anak dan istrinya. Tetapi bagian kami tidak seberapa besar sebab ayah juga telah mewakafkan beberapa hektar tanahnya untuk pembangunan madrasah di kampung. Ayah memang sangat dermawan dan kepala keluarga yang baik.
Aku lahir dan dibesarkan di kampung terpencil di sudut sebuah kabupaten bersebelahan dengan Kota Sumedang. Kampungku dikelilingi sungai Cimanuk, salah satu sungai terbesar di Jawa Barat. Kampungku memiliki keindahan alam menakjubkan. Tetapi itu dulu, dulu sekali. Sekarang yang tersisa hanya kebun bahkan semak belukar yang menghias pinggiran sungai tempat dulu kami bermain, air sungai pun sudah keruh dan semak, juga dalam karena setiap hari pasirnya ditarik dan diangkut entah oleh siapa.
Lulus SMA aku melanjutkan ke STIK Kota Cirebon. Sayang, baru semester 2 harus droup out karena kekurangan biaya. Akhirnya aku memilih bekerja dan diterima kerja di sebuah hotel di Cirebon sebagai resepsionist. Sudah dua tahun lamanya bekerja menjadi tulang punggung keluarga setelah ayah meninggal. Memang aku memiliki saudara, tapi kakak pertama laki-laki sudah mempunyai tanggung jawab untuk keluarganya.
Pertengahan tahun 1997, tepatnya dua minggu sebelum bulan Maulid, aku mengambil cuti untuk pulang ke kampung halaman. Sudah menjadi tradisi tahunan bila pada bulan Maulid keluarga besar mengadakan acara silaturahmi dan tempatnya di rumah Uwak. Bukan hanya keluarga kami saja yang menghadiri tapi seluruh warga kampung dan desa sebelah turut hadir. Sebagai anak muda, aku tidak fokus dengan keseniannya. Aku hanya ingin berkumpul dengan keluargaku. Menurut warga bahkan teman-temanku, bulan Maulud identik dengan ritual seperti membersihkan pusaka. Saat itu sering terlihat penampakan makhluk halus jadi-jadian atau jin berwujud harimau. Aku sendiri tidak terlalu percaya dan menganggap itu hanya mitos saja.
Jumat sore aku tiba di ibukota kabupaten tempat tinggaiku.Tiba di kampung, aku sempat memandangi rumah yang dulu aku tinggali. Rumah itu tampak sudah tua. Ukurannya luas dengan model asli jaman dulu. Umi menyambut kedatanganku dengan sumringah. Di dalam rumah, ternyata sudah banyak orang termasuk tetanggaku. Aku pun menyempatkan diri mengobrol dengan mereka.
Setelah beberapa hari di kampung, akupun mulai terbiasa dengan aktifitas sehari-hari, termasuk bersih-bersih rumah. Namun siang itu, aku dikejutkan teriakan seorang pemuda kampung: “Ikan mabok… Ikan mabok…!” Itu pertanda sungai Cimanuk banjir dan ada warga desa sebelah yang menabur bubuk racun agar ikan-ikan mabok sehingga mudah ditangkap, Aku tergoda untuk terjun ke sungai dan ikut menangkap ikan. Aku berlari ke belakang rumah dan mengambil saringan yang akan digunakan untuk menangkap ikan. Tanpa memerdulikan terik matahari, aku langsung menuju ke sungai. Benar saja, saat itu air sungai meluber. Tanpa ragu-ragu aku menceburkan kaki ke air sungai yang kotor. Awalnya aku cuma menyodorkan saringan di pinggiran. Namun aku kurang hati-hati sehingga terpeleset dan tercebur ke dalam sungai.
Hampir satu jam aku menyusuri pinggiran sungai sambil sesekali menyodorkan saringan, tapi tidak satupun ikan nyangkut. Bibiku, adik bungsu Umi sudah menggerutu karena hanya bisa menangkap udang kecil.
Hari mulai senja ketika bibi mengajakku pulang. Walau dengan tangan hampa aku menurut saja. Jarak antara sungai dangan rumahku tidak terlatu jauh, hanya dibatasi tanggul. Sedangkan di bawahnya adalah kebun-kebun warga, termasuk milik ayahku. Ketika melewati kebun ayah, aku mengajak bibi untuk mampir sebentar memetik sayur, Tapi bibi menolak dengan alasan sudah mau Maghrib. Akhirnya aku pergi sendiri. Aku mulai berkeliling untuk memetik daun singkong, cabe dan lainnya. Rupanya aku lupa waktu. Hari mulai gelap dan suasananya semakin sepi.
Ketika itulah tiba-tiba aku mendengar seperti ada langkah orang. Aku celingukan tetapi tak melihat apa-apa. Bulu kudukku pun berdiri. Namun aku tidak memerdulikan. Aku kembali memetik daun bayam dan memasukkannya ke dalam kantong plastik hingga penuh. Tapi samar-samar aku melihat bayangan di balik pohon tebu yang rimbun. Aku melihat untuk memastikan bayangan tersebut. Tetapi, Iagi-lagi aku tak melihat apa-apa. Aku lantas memutuskan untuk pulang. Apalagi sayuran yang kupetik sudah cukup banyak, Tanpa sengaja aku menoleh ke arah jajaran pohon pisang yang berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri. Aku terpaku saat melihat harimau putih berdiri menghadap ke arahku. Binatang itu mendesah dengan pandangan sayu. Aku tidak bisa bergerak, hanya bersitatap dengan hewan buas tersebut. Jantungku berdetak tak karuan ditambah rasa takut yang amat sangat.
Anehnya, dia diam saja, Malah kemudian harimau itu duduk sarnbil tetap mengawasiku. Ketika kedua kakiku mulal bisa digerakkan, refleks aku beranjak meninggalkan tempat itu. Aku mempercepat langkahku sampai akhirnya aku beriari sekuat tenaga, aku merasa sosok itu mengikutiku, namun aku tak berani menoleh. Dengan nafas terengah-engah aku sampai di pekarangan belakang rumah. DI situ aku baru berani menoleh. Di antara rumpun bambu di dekat tanggul perbatasan sungai, aku lihat harimau itu berdiri dengan gagah sambil memperhatikanku.
Buru-buru aku masuk ke dalam rumah. Adzan Maghrib sudah berkumandang. Setelah menaruh barang-barang di dapur, aku pun mandi dan sholat Maghrib. Sebenarnya saat makan malam bersama, aku Ingin menceritakan kejadian itu kepada Umi. Namun niat itu aku urungkan karena tidak Ingin menimbulkan banyak pertanyaan. Selesai makan, sekitar pukul 19.20 WIB aku bertandang ke rumah Arini, teman SD-ku. Dia sahabat terdekatku setelah Nadya.
Arini sekarang mengelola sebuah butik khusus baju kebaya modern. Dari kecil dia hobi mendesain pakaian tradisional khusus perempuan. Arini statusnya masih bertunangan, karena calon suaminya harus melanjutkan pendidikan militer. Jarak rumah Arini dan rumahku sekitar 100 meter sehingga aku cukup berjalan kaki.
Ketika bertemu, kami melepas rindu dengan berbincang dan bercerita pengalaman masing-masing. Aku katakan kepada Arini, aku belum punya pacar karena masih sibuk bekerja untuk membantu Umi. Beberapa laki-laki yang menyatakan cinta, aKU tolak secara halus. Arini mengemukakan ide untuk mengadakan acara reuni SD angkatan kami. Aku menyetujuinya. Tak terasa sudah pukul 23.30 WIB, aku pun pamit pulang.
AKu pulang melalui jalan yang tedi aku lewati. Suasana kampung benar-benar sudah sangat sepi. Walau masih ada sejumlah orang yang terjaga, tetapi tetap saja suasananya mencekam. Ketika sampai di depan rumah, aku merasa ada sepasang mata tengah mengawasiku. Namun perasaan itu aku tepis. Aku langsung masuk ke dalam rumah dan menunaikan shalat sya dan shalat sunnah. Selesai sholat, aku tidak langsung tidur. Aku rebahan sambil nembaca majalah mode pemberian Arini sampai mataku mengantuk. Aku bangkit ke Kamar dan bersiap tidur.
Namun baru memejamkan mata, aku mendengar desahan seekor binatang. saat aku pertajam pendengaran, Suara itu makin keras. Posisi tidurku menghadap kanan, sedangkan asal suara itu seperti terdengar dari arah berlawanan. Aku membalikkan badan untuk mencari sumber suara. Mataku langsung tertuju ke arah pintu kamar. Alangkah terkejut melihat hewan itu tengah duduk menghadap ke arahku. Ingin aku teriak mulutku seakan terkunci. Jantungku berdegup kencang. Aku tidak tahu apa yang diiginkan makhluk itu.
“Jangan takut, aku ik akan menyakitimu. Justru aku ingin njagamu.” Kata hewan itu.
Karena shock aku tak sadarkan diri. telah sadar aku hanya ingat telah melihat rang pemuda tampan berpakaian Sis tokoh silat jaman kerajaan dahulu. muda itu memakai rompi tanpa lengan, ana putih panjang serta kain yang pat di pinggang sampai setengah lutut. mbutnya panjang hingga ke bahu, smakai ikat kepada dari kain. Pemuda memperkenaikan dirinya bernama Jaka rmana. Ketika berkenalan, tangannya telungkupkan di atas dadanya. Tak lama telah itu dia memberikanku suatu kenangnangan berupa cincin yang terbuat ri rangkaian bunga rumput liar. Cincin nampak sederhana, tapi indah sesuai maku. Dia menyematkan cincin bunga di jari manis tangan kiriku. Saat itu aku erasakan suatu kebahagiaan yang belum nah aku rasakan sebelumnya. Mungkin rena aku terhipnotis dengan ketampanan omuda tersebut. Selayaknya sepasang skasih yang tengah dimabuk cinta, aku dan ka Permana mengucap janji setia hingga al memisahkan raga.
Semenjak aku bertemu dengan harimau utih beberapa hari lalu, aku menjadi sering telihat penampakannya. Dia selalu muncul pabula aku dalam keadaan bahaya atau esulitan. Semenjak itu pula aku sering ermimpi tentang Permana. Aku pun tidak ihu apa hubungannya antara harimau putih an Jaka Permana. Hari-hari menjelang taturahmi akbar keluarga dan juga rencana sunian sekolah membuat cuti liburanku nenjadi sibuk. Suatu saat aku berdiskusi engan teman-temanku metalui HP. Sebelum ami jany ketemuan malam harinya, aku nendengar bisikan yang mengingatkan agar ku jangan keluar malam itu. Bisikan itu erdengar jelas di telingaku. Namun karena Ituasi mendesak aku tidak menghiraukan peringatan tersebut. Usai sholat Isya, aku jemput teman cowok, teman seangkatan saat di SD, naik motor. Dia berjanji akan nengantarku pulang.
Aku pun berangkat untuk mengadakan yertemuan membahas soal kepanitiaan 3cara reuni itu. Kami mengadakan rapat di balai desa sebelah kampung yang jaraknya tidak terlalu jauh. Waktu berangkat, tidak ada kejadian aneh. Sampai lokasi pun rapatnya berjalan lancar. Ketika pulang motor yang kami tumpangi tiba-tiba mogok Teman-teman lain yang satu arah ikut berhenti dan mengecek kendaraan temanki Aku menunggu di pinggir jalan yang sepi mencekam, sambil berharap motornya bisa jalan lagi. Tidak ada lampu penerangan jalan Di pinggir jalan hanya sawah, kebun pisang dan cemara.
Aku memperhatikan sekeliling. Lagi-lagi, di seberang jalan, aku melihat sosok harimau putih berdiri menatap tajam ke arahku. Pandangannya mengisyaratkan dia marah karena aku tak menghiraukan peringatannya. Aku merinding ketakutan. Sementara tidak ada satupun temanku yang melihat penampakan makhluk itu. Beruntung, akhirnya motor itu bisa diperbaiki. Dia mulai menstarter lagi dan aku pun naik kembali di belakangnya. Sesaat aku menoleh ke tempat dimana makhluk tadi berdiri, ternyata dia sudah tidak ada.
Namun baru saja jalan, tiba-tiba hujan turun sangat deras. Sampai di rumah aku sudah basah kuyup. Aku segera ganti baju dan baru menyadari suasana rumah sepi dan gelap. Umi sudah bilang jika mulai malam ini menginap di rumah Uwak untuk membantu persiapan maulid-an. Harusnya aku tinggal di rumah bertiga dengan adikadikku. Buru-buru aku menghubungi adikadikku, tapi HP-nya tidak ada yang aktif. Aku menunggu di kamar sambil berharap mereka segera pulang.
Tak lama kemudian aku mendengar ketukan di pintu. Aku bergegas ke depan untuk membuka pintu. Namun setelah kubuka, ternyata tidak ada siapa-siapa. Baru saja aku melangkah hendak balik ke kamar, ketukan itu terdengar lagi. Aku tidak langsung membuka. Aku intip dulu dari balik gorden jendela. Sekali lagi tidak ada siapa-siapa. Di luar sepi, hanya suara air hujan, diselingi kilatan halilintar.
Namun kembali terdengar ketukan pintu ketika aku hendak ke dalam kamar. Aku merasa ragu untuk membuka bahkan mengintipnya. Entah mengapa perasaanku mulai tidak enak. Ketukan itu semakin keras, kali ini di sertai panggilan namaku. Suaranya persis kakak laki-lakiku. Ku beranikan mengintipnya. Kali ini aku lihat kakakku berdiri di teras rumah sambil menenteng tas ransel. Tetapi aneh, kok datang sendirian? Padahal biasanya berdua dengan istrinya. Aku tepis keheranan itu dan segera membukakan pintu.
Namun alangkah terkejut aku! Di depanku berdiri sesosok manusia tanpa kepala. Lehernya terputus dengan darah masih mengucur. Tangan kanannya menenteng kepala. Ketika aku menatap kepala itu, wajahnya mirip sekali dengan Jaka Permana yang kutemui saat aku pingsan. Wajahnya pucat kebiru-biruan, seperti terkena hantaman benda keras. Bau anyir darah sangat menyengat.
Kakiku goyah. Perlahan pandanganku gelap. Aku terjatuh dan pingsan di depan pintu. Dalam kondisi pingsan itu, aku kembali berjumpa dengan Jaka Permana. Dia menceritakan kehidupannya semasa menimba ilmu silat di perguruan ilmu aliran putih. Dia terbunuh oleh seorang murid yang murtad dan berguru ilmu aliran hitam. Permana kalah dalam pertarungan itu. Lehernya digorok dan tubuhnya dilempar ke sungai Cimanuk. Tubuhnya tersangkut pohon. Beberapa minggu kemudian kepalanya menyusul tubuhnya dengan sendirinya.
Permana mengaku sebagai salah satu murid terbaik di padepokan itu. Dia berasal dari tanah Pasundan, tepatnya daerah Sumedang. Namun dirinya merupakan keturunan jin muslim yg sudah hidup selama 200 tahun meskipun kedua orang tuanya adalah manusia sejati. Orang tuanya wafat di Cianjur pada masa kejayaan Prabu Siliwangi.
Setelah kejadian itu, aku menjadi takut tinggal sendirian di rumah. Pada malam Jumat pun aku tidur bersama adik-adikku di depan TV di ruang tengah ditemani nenek. Dia menginap di rumahku selama Umi di tempat Uwak. Nenek tidur di sofa, aku dan adik ku di bawah dengan menggunakan kasur lipat. Sekitar pukul 23.00 WIB, aku tertidur pulas. Namun sesaat kemudian aku merasa berada dalam dunia antara nyata dan tidak. Tubuhku terangkat ke atas, ringan sekali seperti ada yg membopong dan memindahkan tubuhku ke suatu tempat yang sangat dingin. Aku ingat sebelum tidur aku memakai baju piyama berlengan dan celana panjang.
Tetapi perasaan dingin seakan menusuk kulitku. Saat itu mulai terjadi keganjilan. Aku dibaringkan di tempat yg empuk, lebih empuk kasur dalam kamarku. Bau bunga melati tercium semerbak. Aku ingin membuka mata, tapi rasanya sulit seperti ada yg menahan. Aku merasakan seseorang terbaring di sebelahku. Ujung jarinya mengelus kulit lenganku dan menyentuhnya secara lembut. Aku sangat penasaran. Siapakah dia? Tangan itu terus menjamah tubuhku dengan jari-jarinya yang perkasa. Aku merasakan sensasi sentuhan jari tangan dan kelembutannya. Birahiku memuncak merasakan sentuhan yang semakin lama semakin erotis. Anganku melayang, merasakan seluruh kulit tubuhku seakan dilumat sesuatu.
Aku pasrah saja. Nafasku semakin memburu karena dikejar nafsu. Aku mengigit bibir untuk memastikan apa yang aku alami hanya mimpi. Bibirku terasa perih bercampur rasa asin. Bersamaan dengan itu selangkanganku juga terasa perih. Ingin rasanya aku menangis, tapi ada sesuatu yg menyumbat bibirku. Akhirnya usai sudah semuanya. Ketika aku membuka mata, Jaka Permana berada di atas tubuhku dengan peluh dan keringat bercucuran. Dia mendesah pelan. Anehnya, aku tidak berusaha untuk menghindar atau menolak. Malam itu entah berapa kali kami berhubungan intim. Terakhir aku dibuat kaget karena sosok yang berada di atas tubuhku ternyata seekor harimau yang sudah sering aku lihat! Seketika itu aku pun pingsan.
Ketika sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Seluruh tubuhku terasa sakit semua. Mulutku tidak mampu untuk mengucapkan sesuatu. Dokter mengingatkan agar aku tetap beristirahat. Aku melihat dengan jelas ada banyak anggota keluargaku hadir di ruangan itu. Mereka terlihat cemas. Apalagi wajah Umi dan Nadya. Sepertinya mereka menangis. Beberapa hari kemudian kesehatanku semakin pulih. Aku menanyakan apa sebenarnya yg terjadi.
Awalnya Umi tidak mau bercerita. setelah kupaksa akhirnya Nadya yang menceritakan. Tepat sehari sebelum malam Maulud itu aku jatuh pingsan dan koma selama 6 bulan. Antara percaya dan tidak, seingatku saat itu aku tertidur dengan pulas hingga bercinta dengan sosok pemuda tampan bernama Jaka Permana yang merupakan penjelmaan harimau putih. Menurut nenek dan kedua adikku, pada tengah malam itu aku terbangun dan jatuh sampai hidungku darah dan kemudian pingsan.
Kisah pertemuan antara aku dan Permana tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tidak ada acara ritual atau pamanggilan khusus apalagi pemujaan sesat. Aku menganggapnya sebagai kehendak Sang Pencipta dan merupakan takdir hidupku. Dibalik peristiwa pasti ada hikmahnya. Menurut pemeriksaan tim dokter aku menderita penyakit leukimia.
Entah berapa tahun lagi sisa umurku. Kadang penyakitku sembuh, namun mendadak bisa kambuh dan aku harus menjalani perawatan secara intensif. Selepas keluar dari rumah sakit aku sempat dirukiyah. Menurut penerawangan seorang kyai yang memiliki ilmu kebatinan, aku terikat kontak batin dan perkawinan gaib dengan sebangsa jin khorin aimarhum Jaka Permana yang menguasai wilayah sungai Cimanuk. Selama aku berhubungan dengannya, kata kyai itu, aku pernah hamil dan melahirkan anak kembar laki-laki dan perempuan. Mereka serupa dengan wujud Jaka Permana yakni harimau putih dan hidup bersamanya di alam gaib sana.
Kini usiaku telah mencapai kepala tiga. Aku masih tetap menjalani perawatan penyakit leukemia yang aku derita. Semoga kisah ini bisa dijadikan pelajaran hidup para pembaca. Wallahu a’lam bissawab. ©️

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!