Kisah Mistis: HANTU LAUT MARUNDANG

0
7

Kisah Mistis: HANTU LAUT MARUNDANG

BAGI KAPAL-KAPAL YANG AKAN SANDAR DI PELABUHAN PONTIANAK, KEMUNGKINAN BESAR AKAN MELEWATI PULAU INI. YA, PULAU MERUNDANG. KONON, PULAU INI DIHUNI OLEH HANTU. BENARKAH? BERIKUT KESAKSIAN SALAH SEORANG ABK KAPAL KARGO YANG PERNAH MENGALAMI KEJADIAN SANGAT ANEH BERKAITAN DENGAN PULAU MARUNDANG…

 

Pelabuhan Pontianak. Sesuai rencana, kapal ini akan berlayar menuju negeri jiran, Malaysia. Kapal yang sarat muatan ini berlayar tenang meninggalkan Dermaga Teluk Air, tempat Ratu Rosli sebelumnya ditambatkan. Senja itu, cuaca cukup cerah. Sesuai dengan ramalan cuaca yang diinformasikan oleh pelabuhan. hari itu ombak laut memang akan jinak, tanpa gejolak yang berarti.

 

Pulau demi pulau dilalui Ratu Rosli dengan tanpa rintangan yang berarti. Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba mesin kapal mengalami kerusakan. Kapal berhenti, terombang-ambing di tengah laut. Karena kerusakan mesin tidak dapat diperbaiki dengan cepat, maka, tak ada pilihan lain. Ratu Rosli terpaksa buang jangkar.

 

Bila kapal mengalami kerusakan, sebagai bagian dari kru kapal, tentunya aku pun ikut panik. Terlebih kapten kapal kargo yang akrab disapa Pak Chief itu. Maklum saja, keterlambatan akan menimbulkan komplain dari pemilik barang. Mereka tak pernah mau mengerti bila kapal terlambat tiba ditujuan. Bahkan akan jadi boomerang bagi pemilik kapal, sebab kepercayaan pelanggan ternodai.

 

Ternyata mesin kapal mengalami kerusakan fatal. Kruk as patah dan tak bisa difungsikan lagi. Sementara onderdil cadangan tidak ada.

 

Karena keadaan ini, keesokan harinya, Pak Chief terpaksa kembali ke Pontianak dengan menumpang kapal nelayan yang kebetulan akan pulang.

 

Tak ada yang mesti dikerjakan selama Pak Chief berada di darat. Para ABK menghamburhamburkan waktu percuma, atau paling-paling memancing cumi-cumi.

 

Pemandangan laut yang monoton memang membuatku jenuh. Akhirnya aku beranjak masuk ke dek. Anehnya, malam itu aku gelisah. Setiap ruang sepertinya tidak membuatku nyaman. Berdiri salah, duduk apalagi.

 

Setelah cukup lama berbaring di kamar, rasa kantuk pun menyerang. Beberapa saat kemudian aku terlelap. Dan entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba seorang wanita hadir dalam mimpiku. Bibirnya yang padat berisi itu menyunggingkan senyuman yang begitu memesona.

 

Wanita cantik itu mengenakan gaun malam warna perak. Langkahnya gemulai, anggun bak peragawati di atas cat walk. Lekuk tubuhnya, amboi, indah sekali!

 

Sesekali dia menebar pandang ke seantero ruangan. Dan sesekali pula dia melirik genit kepadaku. Sesaat kemudian dia menghentikan langkahnya. Berdiri mematung dekat jendela yang memang sengaja dibiarkan terbuka. Rambut panjangnya terurai menutupi leher jenjangnya, melayang-layang liar dipermainkan angin yang berhembus semilir.

 

Sebagai seorang pelaut yang jarang bertemu perempuan, apalagi perempuan secantik dirinya, maka, aku pun langsung tersihir oleh kecantikannya. Jantungku berdeba tak beraturan. Betapa ingin aku menyapanya, namun lidahku terasa kelu.

 

Entah berapa lama pandanganku tetap menancap padanya. Bidadari itu belum juga beranjak dari jendela. Namun, seketika rasa takjubku berubah menjadi takut. Entah mengapa, perempuan itu menatapku dengan tajam, dengan sorot matanya yang penuh dengan bara kebencian. Tatapannya berubah nanar, persis singa betina lapar yang ingin menerkam mangsanya. Sangat mengerikan!

 

Seolah tak peduli pada ketakutanku, perempuan itu merentangkan kedua tangannya yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ya, dia sepertinya ingin terbang ke luar jendela. Tapi, tidak! Secepat kilat dia malah menghampiriku dan langsung mendekapku.

 

Dalam dekapannya, aku sulit bergerak. Nafasku tercekat. Anehnya, tubuh wanita cantik ini berbau seperti kemenyan. Sangat menyengat. Aku meronta, berusaha untuk melepaskan diri. Lalu aku berteriak keras. “Lepaskan aku! Tolooong…!”

 

Anehnya lagi, kenapa Very, teman sekamarku tidak lekas membantuku? Padahal posisinya tepat di sisiku. Bahkan tubuh kami nyaris bersentuhan di atas dipan untuk dua orang ABK. Kalau pun akhirnya ia bangun lebih dulu, mungkin karena mendengar gumam tak jelas, atau tersenggol tubuhku yang bergerak tak terkendali.

 

“Hei… Man bangun!” Teriaknya sambil mengguncang-guncangkan tubuhku.

 

Aku tersentak, dan kembali ke alam nyata. Spontan aku amat lega terlepas dari beban menyiksa atas mimpi yang menakutkan itu.

 

Very menyeringai melihatku masih ketakutan. Dia juga tampak tegang. “Mimpi seram ya, Man?” Tanyanya. Dia mengingatkanku agar membaca Basmiliah sebelum tidur, kemudian memberiku segelas air mineral.

 

“Mimpinya aneh, ujarku setelah menenggak air mineral sampai habis.

 

“Memangnya mimpi apaan sih, sampai kamu berteriak-teriak seperti orang sekarat?” Tanya Very.

 

“Menyenangkan tapi menakutkan Ver. Seram!” Jawabku, Lalu kuceritakan isi mimpiku.

 

“Berarti makhluk itu penghuni pulau Marundang? Mengapa baru sekarang? Padahal sudah seminggu kita lego jangkar di sini,”

 

Ujar Very setelah mendengar ceritaku sambil mengernyitkan dahinya.

 

Aku memang baru mendengar apa yang disebut Very sebagai Pulau Marundang itu, Anehnya, nama pulau Ini sepertinya berhubungan dengan wanita yang hadir dalam mimpiku.

 

Selepas mimpi itu, aku memang sulit memejamkan mata. Bahkan, sekitar pukul tiga dini hari, melalu jendela, aku menerawang ke kejauhan. Samar-samar pulau yang terletak antara Indonesia dan Malaysia itu tampak diselimuti kabut, dan terkesan angker. Tiba-tiba bayangan sosok wanita itu kembali mengusikku. Bukan kecantikan atau senyumnya, melainkan sorot matanya yang menakutkan. Hih, bulu kudukku pun berdiri.

 

“Sudahlah, lupakan saja, Man! Mimpi kan hanya bunga tidur. Jangan terlalu dipikirkan kalau kau selalu mengingatnya, nanti kesurupan lho!” Very menepuk bahuku.

 

Dua hari kemudian, kekhawatiran Very terjadi. Menjelang sore, aku merasakan perubahan yang aneh. Sosok wanita itu kembali mengusik ketenanganku. Sudah kupaksakan agar bayangannya enyah dari ingatanku, tetapi tak bisa.

 

Apa yang terjadi selanjutnya menimpa diriku? Semuanya diceritakan oleh Very, karena aku memang sama sekali tidak menyadarinya. Beginilah kisahnya…

 

Setiba dari Pontianak, Pak Chief kaget mendengar suara gaduh dari kamarku. Dia penasaran, karena selama ini belum pernah melihatku bikin ulah. Mendapati aku dirubungi para ABK, karuan Pak Chief keheranan. Saat itu, aku bukanlah diriku lagi. Rupanya, makhluk itu telah menguasaiku.

 

Pak Chief, juga teman-temanku ABK yang lain, ketakutan kala melihatku terus cekikikan, dengan mata melotot sambil menceracau tak jelas. Pak Chief berusaha menenangkanku.

 

“Siapa kau ini, laki-laki atau perempuan?” Tanyanya. Sementara itu, para ABK saling berpandangan penuh harap sambil menunggus jawaban. Mereka ketakutan saatku pelototi bergantian.

 

Bukan jawaban yang didapatkan dari mulutku yang kerasukan itu. Menurut cerita Very, aku malah menampar keras pipi kiri Pak Chief.

 

Sontak saja lelaki bertubuh gempal ini jadi berang. Lima ABK yang mendapat perintah langsung darinya segera memegangi tangan dan kakiku. Namun mereka kewalahan, sebab aku terus berontak dengan tenaga yang amat kuat luar biasa.

 

Merasa khawatir akan keselamatanku, atau takut aku menceburkan diri ke laut, atas perintah Pak Chief, kemudian aku diikat pada pilar di tengah ruangan. Ikatannya sangat kuat dengan menggunakan tali sebesar jari kelingking orang dewasa.

 

Kata Very, aku memang tak bisa berkutik lagi. Tubuhku langsung terkulai menyatu dengan pilar itu. Suasana kapal pun berubah tenang, dengan demikian para ABK, khususnya bagian mesin bisa lebih berkonsentrasi dalam memerbaiki kerusakan mesin.

 

Keputusan Pak Chief memang kejam, namun tepat. Hal itu merupakan wujud dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin. “Sebelum sadarkan diri, jangan lepaskan tali ini. Tolong awasi dia!” Katanya dengan tegas, seperti yang ditirukan Very.

 

Sejurus kemudian, Pak Chief pun pergi menuju ruangan mesin. Dua orang petugas juru mesin mengaku kewalahan, sebab baru kali ini mereka menghadapi kerusakan yang fatal. Butuh kesabaran ekstra untuk memasang kembali kruk as ke dalam mesin. Apalagi onderdilnya masih baru.

 

Akhirnya, mesin selesai diperbaiki. Anehnya disaat bersamaan, aku yang semula kerasukan kembali siuman. Pak Chief melihatku dengan gembira.

 

“Sudah sadar kau rupanya?” Candanya embari mengucek-ucek rambutku.

 

Setelah mesin berhasil dihidupkan dan jangkar ditarik ke haluan, Ratu RKosali pun siap melaju kembali meneruskan pelayarannya yang tertunda. Karena kruk asnya diganti, kapal melaju lebih kencang dari biasanya, yakni dengan kecepatan 12 mil/jam.

 

Meskipun aku telah sadar, namun ternyata Pak Chief masih merisaukan keselamatanku. Buktinya, sepanjang perjalanan aku selalu diawasinya. Rupanya, dia khawatir kalau tiba-tiba makhluk itu kembali merasuki tubuhku.

 

Syukurlah, tak ada kejadian aneh hingga kami sampai di tujuan. Usai bongkar muatan, selama 15 hari di pelabuhan Malaysia, kami kembali berlayar menuju Lampung. Aku tak sabar ingin secepatnya tiba di sana. Aku yakin, Marni pasti menantikan kedatanganku yang sudah terlambat lama. Dia wanita sederhana pedagang kopi keliling di pelabuhan. Setiap awak kapal yang bersandar di Lampung, tentu mengenalnya. Bersamanya, aku berharap hidupku lebih berwarna lagi.

 

Pada saat pelayaran menuju Lampung, suatu malam aku sendirian di kamar. Asyik, aku bebas berfantasi tanpa ada yang mengganggu. Aku membayangkan Marni, agar bisa melupakan sosok makhluk jahat itu. Tapi, ya Tuhan, beberapa jam kemudian, aku kembali mendapatkan teror!

 

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba sosok mengerikan itu sudah berdiri di hadapanku. Dia menampakkan wujudnya yang sangat menyeramkan. Persis Mak Lampir. Gaun malamnya tetap berwarna perak, namun wajahnya tak cantik lagi.

 

Aku takut setengah mati. Sekujur tubuhku lemas. Ingin berteriak, tapi bibir rasanya terkunci. Ingin lari keluar dari kamar pun tak bisa.

 

Akhirnya, dengan tubuh gemetar, aku hanya pasrah. Di saat ketakutanku tak tertahan lagi, tiba-tiba dia menghilang. Aku lantas menghambur ke luar kamar, ke ruangan Pak Chief. Aku menemukan ketenangan dan merasa aman. Setidaknya, ada hiburan sementara menunggu pagi. Pak Chief cukup bijak, dengan mengizinkan nonton DVD kesukaanku di kamarnya.

 

Kapal bersandar di Lampung pada malam hari. Aku betul-betul kasmaran. Setelah pamit pada Pak Chief, aku menemu Marni yang rumahnya tidak seberapa jauh dari pelabuhan. Gadis sederhan itu amat antusias mendengarkan kejadian aneh yang kualami.

 

Beberapa saat kami terdiam. Marni menatapku. Entah apa yang dia pikirkan. Kemudian dia memecah kesunyian.

 

“Sebaiknya, istirahat saja dulu kerja di laut, Kak. Makhluk itu berbahaya! Siapa tahu dia minta korban. Tapi saya hanya menyarankan. Tidak memaksa, lho!” Bibir gadis itu bergetar.

 

Giliran aku diam kebingungan. Mana yang harus kupilih? Masih dua pulau lagi yang akan kusinggahi. Kalau diteruskan, aku akan terusterusan diteror makhluk sialan itu. Aku tak ingin berlama-lama dalam kebimbangan.

 

Karena yakin, rasa takut itu berasal dari diriku sendiri, maka kuputuskan meneruskan pelayaran ke pulau Bangka. Keinginan mengundurkan diri kutangguhkan sampai tiba di rute terakhir. Ya, kembali ke Pontianak. Dengan begitu, paling tidak aku bangga akan diriku. Setidaknya aku bukan pelaut pengecut.

 

Selama bersandar di pulau Bangka, tak ada kejadian aneh. Mungkin makhluk itu telah lupa dan bosan mengusik ketenanganku. Atau mungkin dia sudah berselingkuh dengan ABK lain? Segala sesuatu berjalan wajar hingga selesai bongkar muatan. Setelah itu, pelayaran dilanjutkan menuju Ketapang.

 

Pagi cerah, laut masih berkabut sewaktu kapal bertolak meninggalkan pelabuhan Bangka.

 

Sebagai seorang pelaut aku tahu persis kalau sedari dulu pulau Ketapang memang terkenal nuansa mistisnya. Sering kudengar cerita teman yang melihat penampakkan di pelabuhan. Tapi, aku cenderung mengabaikannya.

 

Tiga hari berlalu, tak ada kejadian yang berarti di Ketapang. Pak Chief gembira melihatku kembali ceria dan membaur sesama ABK. Seperti biasanya, kami bersenda gurau melepas penat usai kerja bongkar muatan.

 

Namun, sungguh aneh, di tengah keceriaan itu, tiba-tiba sekelebat bayangan kembali melintas dalam benakku. Bayangan wanita bergaun perak itu. Tapi, segera kutepis dengan langsung mengingat Marni. Demikian kulakukan berulang-ulang kali, sehingga pikiran dan perasaanku mulai ngelantur. Semula aku beranggapan, mustahil makhluk itu kembali mendatangiku lagi karena jarak Marundang – Ketapang terlampau jauh. Tapi nyatanya, dia terus mengikuti dan kembali bereaksi. Kali ini kejadiannya sangat aneh.

 

Malam itu, hujan masih menyisakan gerimis. Suasana pelabuhan Ketapang tampak lengang. Biasanya, bila cuaca cerah, warga setempat selalu datang meramaikan pelabuhan. Di sanasini biasanya terlihat pasangan memadu kasih, duduk santai di dermaga sambil mengobral janji-janji manisnya.

 

Tapi, malam itu suasana sepi sekali. Bahkan, sebagian temanku pasti sudah terlelap. Aku belum mengantuk. Aneh, perasaanku serasa sangat galau. Resah. Kusibukkan diri dengan memertimbangkan keputusan terbaik setelah tiba di Pontianak nanti. Berhenti kerja di laut, tapi apa yang bisa aku lakukan? Sementara aku tak punya pengalaman kerja di darat?

 

Angin bertiup kencang dan rasa dingin semakin menggigit. Sebagai perokok kronik, di saat cuaca dingin, aku sangat membutuhkannya. Sial, rokokpun tak tersisa. Aku beringsut Ke batak Saba Begitu pintu terkuak, kulihat temanku lelah. pulas meringkuk. Rasanya tak tega membangunkan tidurnya. Siapa tahu dia mimpi indah.

 

Kemudian aku langsung meraih rokok yang tergeletak, ambil korek api lalu menyulut sebatang. Begitu melangkah ingin meninggalkan kamar tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku. Spontan bulu kudukku meremang.

 

Ya, Tuhan! Makhluk itu muncul dari kehampaan. Dia tiba-tiba saja sudah berdiri dengan berkacak pinggang menghadang di bibir pintu. Tubuhnya yang langsing itu masih mengenakan gaun malam berwarna perak. Bibirnya tersenyum sinis dengan sorot mata melotot tajam.

 

Tanpa kuasa menolak, aku mengikuti langkah wanita itu ketika dia menuntun lenganku pergi meninggalkan kapal. Hanya itu terakhir yang kuingat di ambang batas kesadaranku.

 

Rupanya, tak seorang ABK pun tahu bahwa aku kembali dirasuki dan pergi bersama sosok perempuan misteri itu ke alamnya. Ya, suatu tempat yang sulit diketahui di mana letak persisnya. Sebuah tempat yang sangat asing bagiku, dan bagi siapa pun juga. Mungkin bukan di alam nyata. Yang pasti, panorama alamnya begitu indah dilatari sederetan pohon rindang.

 

Anehnya, selama dalam pengembaraan itu, yang kurasakan bukannya malam hari, tetapi suatu sore saat matahari akan tenggelam. Cuaca redup menyejukkan. Seluas mata memandang, yang kulihat hanyalah hamparan pemandangan menakjubkan.

 

Setelah cukup lama berjalan, akupun merasa lelah. Aku mengajaknya duduk di tepi sebuah telaga. Wanita itu berdiri membelakangiku. Sementara aku tak berkedip memandangi ikan-ikan beraneka warna yang terus berenang berseliweran di dalam telaga yang sangat bening.

 

“Dengan senang hati aku akan tidur di kamarmu. Jika nasib lagi mujur, siapa tahu makhluk itu hadir dalam mimpiku nanti. Kemudian memberi angka jitu. Lalu aku kaya mendadak jadi jutawan,” ujar Idham, temanku dengan gayanya yang jenaka.

 

Setelah bertukar kamar dengan Idham, kukira wanita gaib itu tak lagi mengusikku. Namun kenyataannya dia terus mengikuti kemana pun aku pindah, bahkan ke mana pun kapal berlayar. Aku tak bisa mendeteksi keberadaannya aku karena tak punya kemampuan supranatural.

 

Di kamar yang baru, aku beranjak tidur dengan perasaan sedikit lega. Biarlah temanku yang didatangi makhluk gaib itu. Tapi, apa yang terjadi? Tiba-tiba dia muncul lagi dalam mimpiku. Kulihat dia tampak beringas, seperti ingin menelanku hidup-hidup. Jelas terdengar saat wanita itu bicara begini, “Namaku Tukiyem. Aku minta disediakan kambing putih!”

 

Bahkan, dia mengancam akan terus meneror ABK Ratu Rosali sebelum keinginannya dikabulkan. Aku hanya melongo terdiam. Hanya bisa mendengar, ingin bicara, tapi tak terucapkan.

 

Mimpi malam itu makin membulatkan tekadku untuk mengundurkan diri. Aku tak harus takut tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan di darat. Bukankah tersedia banyak pilihan dalam hidup? Jika mau berusaha, selalu ada jalan, demikian pikirku.

 

Bila tak ada peluang di daratan, apa salahnya kembali bekerja di laut. Tapi tak harus di kapal kargo Ratu Rosali yang berhantu ini.

 

Setelah selesai bongkar muatan di pelabuhan Pontianak, malamnya aku menemui Pak Chief di kamarnya. Dengan tegas kusampaikan keputusanku. Mendengar itu, dia menyipitkan mata. Mungkin sulit memahami alasan pengunduran diriku yang begitu mendadak. Tapi, dia merasa tidak berhak untuk menghalangi niatku.

 

Sebelum pergi meninggalkan kapal, aku harus menceritakan mimpiku semalam. Salah besar jika kupendam sendiri. Demi keselamatz seisi kapal, apa salahnya memenuhi permintaa makhluk itu.

 

Sepertinya Pak Chief tak mempercayai kata-kataku. Dia mengangap makhluk gaib jenis apapun hanyalah tahyul belaka. Tak mengapa. Yang penting aku lega, sebab mimpi yang membebani pikiranku itu telah kuceritakan padanya.

 

Sebulan kemudian, Ratu Rosali kembali berlayar ke Malaysia. Sebelum kapal bertolak, aku menemui Very dan menanyakan tentang kambing putih permintaan makhluk itu. Tapi jawabannya, “Pak Chief mengabaikan itu!”

 

Aku membatin, ABK siapa lagi nantinya yang akan diteror wanita itu?

 

Sementara belum mendapat pekerjaan, aku menghabiskan hati-hariku di pelabuhan. Kadang ikut melaut dengan perahu nelayan. Berangkat pagi mencari ikan, sore harinya kembali ke daratan.

 

Waktu terus berlalu, Senin pagi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh kedatangan kapal nelayan yang membawa Pak Chief bersama 10 ABK Ratu Rosali. Kapal nelayan itu menyelamatkan mereka saat terapung di tengah laut, tak jauh dari pulau Marundang.

 

Menurut Very, yang kutemui dalam keadaan shock, saat melintasi lautan pulau Marundang, kapal kembali mengalami kerusakan. Baling-baling kemudi patah tanpa sebab. Ketika itulah tiba-tiba angin bertiup kencang dari dua arah, barat dan barat laut, membangkitkan ombak setinggi 5 meter.

 

Ratu Rosali terombang-ambing tanpa daya. Akhirnya, suatu tamparan ombak yang begitu dahsyat menenggelamkannya. Tamatlah riwayat kapal kargo itu…

 

Mendengar cerita Very, seketika sosok makhluk itu berkelebat dalam benakku.

 

Adakah hubungan kecelakaan itu dengan sikap sombong Pak Chief yang tak mau memberikan kambing putih pada sosok perempuan gaib yang mengaku bernama Tukiyem itu?

 

Wallahu’alam. Hanya Allah SWT yang mengetahui rahasia hikmah di balik setiap musibah…


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!