Kisah Nyata: PARA SUFI WANITA DI TANAH BANJAR DAN DI JAWA BARAT

0
11

Kisah Nyata: PARA SUFI WANITA DI TANAH BANJAR DAN DI JAWA BARAT

INNA AQROMAKUM Indallahi atqokum (sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah, adalah orang-orang yang bertaqwa). Orang-orang yang bertaqwa, bukan hanya mulia di sisi Allah, tetapi mulia juga di mata manusia. Karena orang yang bertagwa, selalu memelihara hubungan vertikal kepada Allah, dan bukan horizontal kepada semua manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam ciptaan Allah SWT.

 

Biasanya, orang-orang yang bertagwa menjadi panutan masyarakat di masa hidupnya, bahkan setelah wafatnya pun amal kebaikan orang-orang yang bertagwa tetap dikenang dan diamalkan oleh orang-orang sesudahnya. Makam mereka pun.menjadi wasilah kepada Allah, dan selalu diziarahi oleh orang-orang yang mengharap berkah dengan kekeramatan para muttagin.

 

Kebanyakan makam-makam keramat adalah makam para tokoh laki-laki, seperti makam Wali Songo Tanah Jawa, Wali Songo Astana Gunung Jati Cirebon, Wali Enam Tanah Banjar Kalimatan Selatan, dan lain sebagainya. Sedangkan, makam wanita yang memiliki karomah hanya sedikit sekali di Indonesia ini.

 

Tulisan berikut ini akan mengajak para Pembaca untuk melintas sejarah para shofiyah, atau para wanita yang memiliki derajat sufi, yang ada di beberapa tempat di Tanah Banjar, Kalimantan Selatan, sekaligus pula akan menceritakan keberadaan makam serta karomah yang mereka miliki. Nah, selamat mengikuti…!

 

RATU ZALECHA

 

Hampir sama dengan riwayat Cut Nyak Dien, di Kalimantan Selatan pun terdapat Srikandi Islam Perang Banjar, yaitu Ratu Zalecha. Ratu ini tiga kali mengalami ditinggal wafat para pemimpin pejuang Banjar saat menentang Kolonial Belanda. Mereka adalah kakek, ayah dan suami Ratu Zalecha sendiri.

 

Pangeran Antasari, kakek Ratu Zalecha, amat masyhur dalam sejarah kepahlawanan Perang Banjar, Kalimantan Selatan (1859-1905), dalam menentang penjajah Belanda atas Kalimantan. Pangeran yang gagah perwira ini, merupakan . tokoh pahlawan besar yang berjuang untuk mempertahankan agama, tanah air dan bangsanya.

 

Dalam suasana perjuangan gerilya menentang penjajahan serta penindasan, Pangeran Antasari berpulang ke Rahmatulloh pada 11 Oktober 1862. Perjuangannya diteruskan oleh puteranya, yaitu Sultan Muhammad Seman, ayah Ratu Zalecha.

 

Bersama dengan sang ayah dan suaminya, Gusti Muhammad Arsyad bin Gusti Muhammad Sa’id, Ratu Zalecha ikut bertempur melawan Belanda. Ratu Zalecha pun melakukan perang gerilya, mulai dari pertempuran di Baras Kuning Barito, hingga sampai ke Kalimantan Tengah, di tengah-tengah suku Dayak. Muncul pula Srikandi Islam bernama Bulan Jihad, wanita Dayak yang memeluk agama Islam mendampingi perjuangan Ratu Zalecha.

 

Pada 1904, Gusti Muhammad Arsyad, suami Ratu Zalecha dapat ditangkap oleh Belanda. Kemudian diasingkan ke Bogor. Adapun Ratu Zalecha yang berhasil lolos dari penangkapan, meneruskan jihadnya sekalipun ayahandanya gugur dalam pertempuan pada 1905.

 

Dengan pakaian compang-camping dan badan kurus kering, didampingi oleh Bulan Jihad serta pejuang-pejuang lainnya, Ratu Zalecha terus memimpin perang gerilya dari rimba ke rimba lainnya. Hingga akhirnya, pada 1906, Ratu Zalecha dapat ditangkap oleh Belanda. Bersama ibundanya, Nyi Salamah, Ratu Zalecha dibuang ke Bogor. Setelah mengalami pembuangan selama 31 tahun, akhirnya pada 1937 Ratu Zalecha diperkenankan oleh Belanda kembali ke Banjarmasin.

 

Pada 24 September 1953, Ratu Zalecha, Cut Nyak Dein-nya Kalimantan, berpulang ke Rahmatulloh. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman di dekat Masjid Jami Sei Jingah, Banjarmasin.

 

DATU FATIMAH

 

Di Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, terdapat 2 kubah makam keramat wanita. Kubah Bertama, dipinggir jalan beraspal terdapat kubah makam Datu Fatimah. Menurut Drs. Abdul Muis yang pernah membina makammakam keramat sewaktu bertugas di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Banjar di dalam kubah tersebut terdapat makam Syarifah Fatimah dan Tuan Bidur. Keduanya adalah isteri Alimul Allamah Maulana Syekh H Muhammad Asryad Al Banjari.

 

Sebagai isteri-isteri ulama besar, tentu keduanya menjadi suri tauladan bagi para muslimah-Banjar. Keduanya memiliki ilmu agama yang dalam karena mempelajari langsung dari Alimul Allamah Maulana Syekh | Muhammad Arsyad Al Banjari.

 

Dalam cungkup makam Datu Fatimah, Des Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kalimatan Selatan tersebut, terdapat beberapa helai kelambu kuning yang menyungkupi kedua makam tersebut. Tentu saja, kelambu ini dari orang-orang yang dikabulkan hajatnya oleh Allah dengan wasilah kekeramatan mereka.

 

Masih di desa Tungkaran, kurang lebih 500 meter ke barat makam Datu Fatimah kemudian masuk ke perkebunan masyarakat kurang lebih 500 meter, terdapat 2 makam keramat wanita dalam 1 kubah. Kubah tersebut hanya beratap seng tanpa dinding. Kedua makam tersebut adalah Hj. Siti Fatimah binti H. Abdurrahman Sidig, dan Siti Aisyah binti Khalid. Keduanya masih terhitung zuriat Alimul Allamah Maulana Syekh H. Muhammad Arsyad Al Banjari. Kedunya juga wanita-wanita sholehah yang juga menjadi panutan para wanita muslimah di zamannya.

 

SYARIFAH MUJANNAH

 

Di Desa Tanjung Rema Darat, Kecamatan Martapura, terdapat pula makam wanita keramat, yakni Syarifah Mujannah binti Hasyim As-Sagab. Menurut cerita penduduk setempat, seakan makam Syarifah Mujannah bisa berpingan tempat. Pada zaman dahulu, makam ini berada di sebelah selatan jalan. Karena jalan diperlebar, makam Syarifah Mujannah berpindah dengan sendirinya ke sebelah utara jalan.

 

Setiap hari selalu ada orang yang menaruh kembang di makam Syarifah Mujannah. Biasanya mereka hanya menaruh kembang, tidak seperti di makam-makam keramat lainnya membaca surah Yasin, atau tahlilan.

 

Nisan Syarifah Mujannah juga tidak mau diganti dengan yang baru. Hal ini dapat dilihat di samping makamnya, terdapat nisan baru. Menurut cerita masyarakat, ada orang yang bernazar jika hajatnya terkabul akan mengganti batu nisan makam Syarifah Mujannah. Ternyata hajat orang tersebut dikabulkan oleh Allah lewat karomah Syarifah Mujannah.

 

Orang tersebut membayar nazarnya dengan membeli batu nisan baru. Namun nisan baru: tersebut tidak jadi di pasang, hanya ditaruh di samping makam. Karena ada isyarat, bahwa Syarifah Mujannah tidak mau kalau nisannya diganti dengan yang baru.

 

Masih di desa Tanjung Rema Darat, terdapat makam wanita keramat bernama Hj. Ainun Jari’ah. Sebenarnya Hj. Anun Jari’ah bukanlah penduduk desa Tanjung Rema Darat. Menurut H. Anang yang bekerja di RSU Ratu Zalecha Martapura, Hj. Ainun Jari’ah adalah korban perampokan dan pembunuhan.

 

Pada waktu itu, kota Martapura menjadi gempar dengan ditemukannya sesosok mayat wanita tanpa identitas. Mayat tersebut berharihari berada di kamar mayat tanpa pendingin di RSU Ratu Zalecha dengan harapan ada keluarganya datang mengambil mayatnya.

 

Namun, sampai berhari-hari tidak seorang pun yang datang mengambil mayat tersebut. Anehnya, meskipun mayat itu sudah berhari-hari di kamar mayat tanpa pendingin keadaannya tidak berubah seperti mayat-mayat kebanyakan. Mayat satu ini tidak mengeluarkan bau busuk sedikitpun, bahkan kulitnya terlihat putih kuning, laksana kulit pengantin.

 

Karena tidak ada yang mengambil, akhirnya mayat wanita tanpa identitas tersebut dimakamkan di desa Tanjung Rema Darat di tanah orang tua H. Anang. Setelah beberapa hari dimakamkan, barulah ada keluarga yang datang dari Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, yang menyatakan, kehilangan isteri bernama Hj. Ainun Jari’ah yang pergi ke Banjarmasin mau membeli kain. Karena Hj. Ainun Jari’ah berprofesi sebagai pedagang kain, namun setelah pergi tidak pernah kembali.

 

Ciri-ciri fisik dan pakaian korban sesuai dengan mayat wanita tanpa identitas itu. Karena keistimewaan keadaan mayatnya yang putih kuning dan tidak membusuk beberapa hari di rumah sakit, akhirnya masyarakat mengkeramatkan makam Hj. Ainun Jari’ah.

 

Makam keramatnya hanya beratapkan seng berdinding kayu, namun banyak kain kuning yang menandakan banyak nazar yang dikabulkan Allah dengan berwasilah di makam kemarat Hj. Ainun Jari’ah.

 

Di pemakaman umum Menteri Empat Martapura, terdapat makam almarhumah guru Munah. Semasa hidupnya beliau adalah seorang guru wanita yang memimpin perkumpulan shalawat di Kota Martapura.

 

Cungkup makamnya beratap seng berlantai. keramik putih. Tepat di pusaranya terdapat Munggu (B.Banjar), komunitas rayap kecil yang membuat sarang dari tanah.

 

Semakin lama tanah tersebut semakin menumpuk tinggi. Namun, orang tidak berani membersihkan Munggu tersebut karena kalau dibersihkan, maka, orang yang membersihkan akan mendapat bencana.

 

Di sebelah utara makam Guru Munah, terdapat makam wanita sholeha yang sewaktu meninggal mayatnya menyebarkan aroma wangi Ambar Kasturi.

 

Wanita sholeha tersebut bernama Datu Nur Intan, saudara perempuan dari Datu Oadhi H. Isa Kampung Melayu Martapura. Datu Nur Intan tidak pernah meninggalkan amalan puasa Senin-Kamis serta dzikirulloh, meski usia beliau lebih 100 tahun, tetapi, amalan tersebut tetap beliau jalankan.

 

Bahkan, apabila menjelang bulan puasa, biasanya masyarakat Banjar puasa sunnah Nisfu Sya’ban yaitu puasa sunnah 1 hari di pertengahan bulan Sya’ban, tetapi Datu Nur Intan puasa sunnah bulan Sya’ban sebulan penuh. Begitu pula setelah Idul Fitri, dia puasa sampai akhir bulan. Padahal masyarakat hanya puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal.

 

Karena kesholehannya, maka, ketika wafat kemudian disholatkan di Masjid Jami Martapura, mayatnya menyebarkan aroma. wangi Ambar Kasturi. Setelah mayat diusung, maka, Alimul Fadhil Tuan Guru Seman Mulia bertanya pada seorang bernama Basyri tentang mayat yang baru mereka sholatkan yang menyebarkan aroma Ambar Kasturi.

 

Kemudian, Basyri memberitahukan, bahwa yang mereka sholatkan tadi adalah neneknya yang bernama Nur Intan. Kemudian Alimul Fadhil Guru Seman Mulia bilang, “Insya Alloh aroma harum Ambar Kasturi yang menyebar dari mayat Datu Nur Intan, adalah aroma ahlul jannah.”

 

Subhanallah! Mungkin Datu Nur Intan adalah salah seorang wali mastur yaitu wali Allah yang tidak diperlihatkan kewaliannya pada masyarakat umum.

 

SYARIFAH BADRUN

 

Makam wanita keramat Syarifah Badrun binti Habib Yusuf Al Oadiri, terletak di jalan Mistar Cokrokusumo, Desa Sungai Tiung, kecamatan Cempaka, Kodya Administratif, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Makam yang terletak di tepi jalan ini mempunyai kubah berwarna hijau lantai keramik putih, pagar stainless kelambu putih dari bahan brokat motif bunga-bunga sebanyak enam lapis, disimpul di empat sudut makam.

 

Kain-kain putih ada yang ditaruh di atas makam bersama bunga-bunga kenanga. Ada pula yang dibungkuskan ke nisan makam. Kain kelambu putih dan pembungkus nisan putih inilah yang membedakan makam keramat wanita Syarifah Badrun dengan makam keramat lain di daerah Banjar yang biasa berwarna kuning.

 

Sebagaimana makam-makam keramat wanita yang Misteri kunjungi di Kalimantan Selatan yang tidak ada juru kuncinya, di makam keramat Syarifah Badrun pun tidak ada juru kuncinya, sehingga Misteri mencari informasi keramat Syarifah Badrun kepada 2 orang gadis beriilbab, yang rumahnya tidak jauh dari makam itu.

 

Menurut keduanya, keberadaan makam tersebut sudah hampir 10 tahun. Karena di makam tersebut baru mengadakan khaul ke-9. Demikian menurut mereka.

 

Menurut cerita, Syarifah Badrun adalah seorang wanita yang selalu memakai kain dan kebaya, dia tidak mempunyai rambut atau plontos. Namun dia tidak menutupi kekurangannya ini. Bahkan, kemanapun pergi, dia tidak pernah menutup kepalanya dengan kerudung. Kerudung yang dia punya disampirkan ke pundaknya.

 

Syarifah Badrun biasanya berbelanja ke pasar Martapura untuk membeli berbagai keperluan dapur. Namun anehnya, sepulang dari pasar, biasanya belanjaannya dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

 

Oleh sebab itu, setelah wanita ini wafat, masyarakat membuat kubah yang indah buat makamnya. Karena kedermawanan dan kesholehannya, Syarifah Badrun juga banyak diyakini sebagai wali mastur. Wallahu ‘alam bissahwab.

 

MAKAM SHOFIYAH DI JAWA BARAT

 

Di pulau Jawa, ada makam keramat D Fatimah di Gresik dan makam-makam puteri Cempo, baik yang ada di Surakarta maupun di Mojokerto. Konon, menurut cerita, mereka adalah muslimah-muslimah yang datang dari negeri Campa, Indo China, menetap di tanah Jawa di masa pemerintahan Kerajaan Majapahit, jauh sebelum berdirnya kerajaan Islam Demak. Tulisan ini menyajikan dua makam shofiyah yang cukup terkenal di Jawa Barat.

 

GUSTI FATIMAH

 

Di Jawa Barat, tepatnya di daerah Penguragan, Cirebon, terdapat makam wanita keramat yang dikenal dengan sebuatan Makam Nyi Mas Gandasari Panguragan. Nama asli beliau yang sesungguhnya adalah Gusti Fatimah, puteri seorang penguasa Panguragan.

 

Sesungguhnya dia adalah seorang shofiyah, atau wanita sufi, sebagaimana Rabiyatul Adawiyah dengan ajaran cinta hanya kepada Allah, oleh sebab itu, Rabiyatul Adawiyah, tidak mau menikah. Karena baginya, pernikahan hanya akan merusak hubungan cintanya kepada Allah.

 

Demikianlah pula dengan Gusti Fatimah. Dia tidak mau menikah, sehingga membuat hati kedua orang tuanya risau. Dengan segala bujuk rayu, akhirnya Gusti Fatimah bersedia menikah demi menghormati kedua orang tuanya, Namun dengan satu syarat yaitu, calon suaminya harus dapat mengalahkannya dalam olah kanuragan. Sebenarnya, syarat tersebut sangat berat karena Gusti Fatimah adalah seorang wanita sufi yang mempunyai karomah luar biasa. Sebab, dia juga adalah salah seorang murid dari Syarif Hidayatulloh alias Kanjeng Sunan Gunung Jati.

 

Karena itulah, tidak mungkin orangorang yang mempunyai nafsu syahwat , terhadap kecantikan Gusti Fatimah akan mampu menundukkannya. Namun demikian, sayembara untuk mencari calon suami Gusti Fatimah pun tetap digelar.

 

Sebanyak 40 orang peserta, terdiri dari para raja, pangeran, serta para bangsawan dari berbagai negara datang mengikuti sayembara tersebut. Namun, tidak seorang pun yang berhasil. Ketika sayembara akan ditutup, majulah seorang laki-laki asing dari negeri Turki. Lelaki asing dengan pakaian yang sangat sederhana, dengan rambut panjang gelung ini berhasil mengalahkan Gusti Fatimah dalam baba pertama, Babak selanjutnya, Gusti Fatimah menantang, kalau orang tersebut dapat menangkapnya, barulah Gusti Fatimah bersedia dinikahinya.

 

Gusti Fatimah berlari bagaikan terbang menembus semak belukar dan hutan, tetapi lelaki bergelung tidak tinggal diam. Dia pun mengerahkan ilmu lari cepatnya mengejar Gusti Fatimah.

 

Hingga sampai pada suatu tempat, Gusti Fatimah bertemu dengan sang guru, yaitu Kanjeng Sunan Gunung Jati. Konon menurut cerita, Gusti Fatimah berlindung di bawah terompah Kanjeng Sunan Gunung Jati. Namun, hal tersebut tetap diketahui oleh lelaki bergelung, dan dia tetap berusaha untuk menangkap Gusti Fatimah.

 

Akhirnya, lelaki bergelung itu dinikahkan oleh Kanjeng Sunang Gunung Jati dengan Gusti Fatimah. Tetapi hanya nikah batin. Lelaki bergelung ini kelak disebut sebagai Syekh Magelung Sakti, atau Syekh Lemah Tamba.

 

Masih di daerah Jawa Barat, tepatnya di daerah Sumedang, terdapat makam Cut Nyak Dien. Dia adalah guru wanita yang mengajarkan ilmu-ilmu agama di kalangan wanita Aceh, terutama mengajar membaca Al-Qur’an dan ilmu-ilmu aqidah. Suami pertama beliau adalah Teuku Cik Di Tiro, wafat dalam peperangan melawan penjajahan Belanda, Setelah itu, dia menikah lagi dengan Teuku Umar Johan Pahlawan. Teuku Umar pun gugur diterjang peluru timah dalam sebuah pertempuran melawan Belanda. Setelah Teuku Umar wafat, Cut Nya Dien tampil memimpin rakyat Aceh berperang 15 melawan penjajah Belanda, Dia seorang pejuang wanita yang gigih, pantang menyerah, meskipun kondisi tubuhnya sudah lemah, bahkan matanya telah rabun karenatua hingga kemana-mana pun harus ditandu. Namun, semangatnya masih menyala-nyala menggelorakan jiwa patriotis para pejuang Aceh, Tawaran damai oleh Belanda ditolak mentah-mentah, Salah satu semboyannya yang terkenal: “Haram menyerah dengan Kape (orang kafir Belanda).”

 

Namun Pang Laut, salah seorang pengikutnya, tidak tega melihat kondisi Cut Nya Dien yang sudah lemah itu harus terus memimpin gerilya di dalam hutan. Pang Laut memberitahukan kepada Belanda akan keberadaan Cut Nya Dien.

 

Ketika Cut Nya sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, tiba-tiba dia disergap oleh sepasukan tentara Belanda. Seketika Cut Nya menghunus rencong yang selalu menemaninya untuk membela diri. Namun apa daya seorang Cut Nya Dien yang sudah tua dengan kondisi yang lemah dan mata rabun, tentu saja tidak bisa berbuat apa-apa sehingga dengan mudah Belanda dapat menangkapnya.

 

Setelah tertangkap, Cut Nya diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, sehingga wafat dan dimakamkan di Sumedang.

 

Kisah perjuangan Cut Nya Dien sebagai seorang wanita, nyaris tidak ada yang menyamainya di dunia ini. Karena itu adalah wajar bila dia disejajarkan sebagai seorang shofiyah, yang memiliki derajat kemuliaan yang setara dengan para wali. Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!