Petualangan Astral: SPHINX

0
12

Petualangan Astral: SPHINX

Mesir menjadi tempat yang begitu menarik perhatian bagi banyak orang dari seluruh penjuru dunia. Masih banyak misteri yang terkandung di dalamnya hingga saat ini. Negeri ini tidak hanya mengundang para arkeolog untuk meneliti peninggalan bersejarah yang ada di sana. Namun para spiritualis pun berbondong-bondong datang ke sana, karena merasakan ada hal istimewa yang tak mereka temukan di tempat lainnya.

 

Salah satu spiritualis yang merasakan hal tersebut adalah Naomi, temanku yang berasal dari Singapura. Ia sudah banyak mengunjungi tempat peninggalan bersejarah kuno di beberapa negara. Akan tetapi ia merasakan bahwasanya piramida agung Giza adalah tempat yang paling menggetarkan jiwanya.

 

Rahasia mengenai piramida Giza telah kuungkap dan kuceritakan di catatan sebelumnya. Kini, kedatanganku kembali ke negeri Fir’aun ini adalah untuk meneliti lebih lanjut tentang keberadaan Sphinx.

 

Dari informasi yang kudapat dulu dari Cleopatra XIV, Sphinx dibangun jauh sebelum piramida-piramida Giza didirikan. Sebuah informasi yang bertolak belakang dengan apa yang selama ini kuketahui dari ilmu pengetahuan umum.

 

Hal pertama yang kulakukan untuk memulai penelusuranku kali ini adalah mendatangi Sphinx secara real-time. Bersama Sramvita dan Guntrasaka, aku menemui sosok Anubis yang menjaga armillary sphere di sana. Sudah beberapa kali kusebutkan sosok Anubis ini di beberapa catatanku sebelumnya.

 

“Hmm, lagi-lagi kalian,” sindir si Anubis. Aku hanya bisa membalas sindirannya itu dengan senyuman.

 

“Oke, langsung saja. Begini, kedatangan kali ini berkaitan dengan Sphinx. Aku ingin tahu lebih jauh tentangnya. Kuharap kamu bisa memberikan beberapa informasi yang sedang kami butuhkan. Namun sebelum itu, aku ingin tahu namamu. Sudah beberapa kali kita bertemu, tapi aku belum tahu namamu.”

 

“Ratharkaman,” jawabnya singkat.

 

“Hmm, kukira awalnya kamu tidak akan mengatakan namamu. Ternyata aku keliru. Baiklah Ratharkaman, sebenarnya Sphinx itu apa? Siapa pembuatnya dan apa fungsi utamanya?” Aku mulai mengajukan beberapa pertanyaan.

 

“Aku tidak punya wewenang untuk menjawab hal itu,” ungkap Ratharkaman.

 

“Kenapa?”

 

“Karena memang aku tidak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.”

 

“Lantas, bagaimana kami bisa mengetahui jawaban dari apa yang kutanyakan tadi?”

 

“Bukankah kalian bisa menjelajahi ruang dan waktu? Mengapa kalian tidak pergi melihat sendiri di masa lalu bagaimana proses pembuatan Sphinx ini?”

 

“Sebetulnya itu pun sudah kami rencanakan di awal. Hanya saja kami membutuhkan petunjuk awal untuk memulai penelusuran kami. Tapi sepertinya itu sudah terjawab sekarang. Oh ya, aku ingin menanyakan tentang Kramonthenap padamu.”

 

Kramonthenap adalah sosok Anubis lain yang dulu sempat mendatangiku dan kutolong untuk mencari armillary sphere yang dicuri oleh seorang astraller. Singkat cerita aku berhasil mendapatkannya kembali, kemudian menyerahkannya pada Kramonthenap.

 

“Memangnya kenapa dengannya?” tanya Ratharkaman.

 

“Apa dia dulu memiliki tugas sepertimu? Maksudku menjaga armillary sphere seperti ini.”

 

“Ya, dia memiliki tugas yang sama denganku.”

 

Aku mencoba untuk memindai secara sekilas Sphinx dan aku merasakan ada 5 armillary sphere yang ada di sana. Ada beberapa ruangan di Sphinx dan di lima ruang berbeda masing-masing terdapat armillary sphere. Benda itu memiliki fungsi penyimpanan data.

 

“Sudah lama sekali aku tak bertemu dengan dia. Apa kamu tahu di mana dia sekarang?”

 

“Bukan urusanku,” sahut Anubis yang memang punya sikap kurang ramah itu.

 

Aku berdiskusi dengan Sramvita dan Guntrasaka. Karena sepertinya hanya buang-buang waktu jika kami hanya mengharapkan informasi dari Ratharkaman. Maka dari itu, kami pun memutuskan untuk segera melakukan perjalanan ke masa lalu, untuk mengetahui rahasia Sphinx yang masih belum aku ketahui.

 

Dengan mengakses salah satu portal yang ada di Rhamalla Inner core Kendan, kami berada di Sphinx. Hanya saja kami berada di waktu di saat Sphinx sudah selesai dibangun. Kulihat area sekitar dan belum ada satu pun piramida. “Kukira, kita berada di waktu yang kurang tepat.

 

Kita harus mundur lagi ke masa Sphinx sedang dibangun,” ujarku pada Sramvita dan Guntrasaka.

 

Kami pun bergerak mundur lagi ke masa yang lebih lampau. Tapi lagi-lagi, kami masih berada di masa Sphinx sudah selesai dibangun.

 

“Kukira, ada sesuatu yang menyebabkan kita sulit mengakses masa tersebut. Sramvita, bukankah kamu pernah mendapatkan sesuatu dari Anubis yang pernah Vantrala tolong?” tanya Guntrasaka. Apa yang Guntrasaka maksud adalah gelang dan kalung pemberian Kramonthenap. Saat menyingkap misteri piramida Giza, benda-benda tersebut membuat kami mudah mendapatkan izin untuk masuk ke dalam piramida di masa lalu dan melihat proyek penggabungan DNA dari dua entitas yang sangat berbeda.

 

“Sramvita, coba gunakan lagi gelang dan kalung itu,” pintaku. Selanjutnya, aku meminta Sramvita untuk memandu perjalanan. Berharap dengan dua benda yang diberikan oleh Kramonthenap, bisa memudahkan lagi perjalanan kami mengungkap misteri yang belum sempat terungkap.

 

Tak lama kemudian, akhirnya kami tiba di masa yang kami harapkan, yaitu di saat Sphinx masih dibuat. Jika piramida dibuat dengan cara menyusun batu-batu yang beratnya berton-ton, pembuatan Sphinx ternyata dilakukan dengan cara dipahat. Awalnya Sphinx merupakan sebuah batu yang sangat besar dan secara bertahap dikerjakan dalam waktu kurun tertentu.

 

Dari apa yang kulihat, Sphinx belum selesai secara utuh. Hanya baru bagian kaki dan tubuh bagian bawahnya yang selesai dibentuk. Sementara bagian kepala masih belum selesai. Orang-orang yang memahat pun kulihat manusia biasa. Tapi aku tak terlalu jelas melihat sosok mereka, karena langit telah mulai gelap, Mereka yang masih bekerja, mengandalkan cahaya dari obor-obor api yang dinyalakan.

 

Dari arah kiri atas muncul sebuah benda terbang berbentuk cakram yang kemudian mendarat. Kehadiran kami ternyata diketahui oleh pihak mereka. Hanya dalam hitungan detik, sekelompok Anubis mengepung kami bertiga. Di antara mereka ada sosok kucing humanoid yang berdiri tegak. Entitas tersebut seperti campuran kucing ras Sphinx yang tanpa bulu dengan ras Rex Cornish yang telinganya lebih panjang dibanding kucing ras lainnya.

 

Terasa sekali bahwa mereka berniat memberikan ancaman beserta impresi untuk meringkus kami bertiga.

 

“Kami minta maaf jika kedatangan kami mengganggu kalian. Kami hanya ingin tahu saja apa sebenarnya Sphinx yang ada di sana,” paparku mencoba menjelaskan niat kami yang sesungguhnya. Namun mereka tak terpengaruh dengan kata-kataku tadi. Mereka masih siap untuk memburu kami.

 

Tanpa kuminta, Sramvita memperlihatkan gelang dan kalung yang digunakannya. Ternyata hal tersebut membuat sosok kucing humanoid itu terkejut dan menyuruh pasukan Anubis untuk pergi.

 

“Oh, maafkan saya karena telah lancang mencurigai Anda semua.”

 

Keningku mengerut, merasa heran dengan perubahan sikapnya yang begitu tiba-tiba.

 

Aku memandang ke arah Sramvita sambil berbisik, “Sepertinya Kramonthenap bukan orang biasa. Setiap kali kita memperlihatkan kedua benda ini, kita bisa bebas dari ancaman entitas-entitas yang ada di sekitar area ini.”

 

Ada kemungkinan gelang dan kalung yang diberikan Kramonthenap bukan benda biasa. Ia memiliki nilai yang begitu berharga. Kurasa siapa pun yang memiliki kedua benda tersebut dianggap menjadi bagian dari mereka. Sepertinya aku harus mencari tahu segera asal-usul benda tersebut.

 

“Boleh kami tahu nama Anda?” tanyaku pada sosok kucing humanoid tersebut. Sepertinya sosok tersebut memiliki kedudukan yang penting di sini.

 

“Perkenalkan nama saya Gwalvadik.””

 

Untuk sekian kalinya aku mendapatkan nama yang sulit sekali untuk diingat. Ia terlihat menggunakan beberapa aksesoris yang bermotifkan khas dari Mesir kuno.

 

“Apa yang bisa saya bantu?” sambungnya.

 

“Kami hanya ingin mengetahui seluk-beluk terkait dengan Sphinx ini,” ujarku agar langsung pada intinya.

 

Gwalvadik menyalami tanganku. Ia menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya tersebut untuk menyesuaikan informasi yang akan diberikannya dengan wawasan yang saat ini telah kuketahui. Dengan begitu, aku akan lebih mudah memahami apa yang disampaikannya. Ia pun mempersilakanku untuk mulai mengajukan pertanyaan.

 

“Jadi sebetulnya, Sphinx ini bentuk makhluk apa?”

 

“Apa yang kalian sebut Sphinx ini sebenarnya adalah sebuah monumen sebagai lambang keberhasilan ilmu rekayasa genetika penggabungan antara manusia Bumi dengan hewan.”

 

“Siapa yang melakukannya?” selidikku.

 

“Sekali lagi, informasi yang Majikan kami yang kalian sebut dengan istilah Anunnaki. Merekalah pihak yang melakukan rekayasa genetika tersebut. Awalnya ketika mereka datang ke planet ini, mereka hanya menggabungkan antara hewan dengan hewan. Namun selanjutnya mereka terdorong untuk melakukan eksprimen baru, yaitu menggabungkan manusia dengan hewan. Ternyata mereka berhasil melakukannya.”

 

“Artinya Sphinx pun sebenarnya makluk gabungan antara manusia dengan hewan, begitu?”

 

“Benar sekali.”

 

“Banyak orang berselisih pendapat mengenai Sphinx, apakah hewan yang digabungkan dengan manusia itu kucing atau singa.”

 

“Singa?” Gwalvadik tertawa. Ia pun segera melanjutkan perkataannya, “itu adalah bentuk kucing. Bukan singa. Bodoh sekali jika ada yang menganggap itu singa.”

 

Aku merasa sedikit tersinggung mendengar ejekan tersebut, karena aku pun berpikir selama ini bahwa Sphinx itu adalah singa.

 

“Bagaimana dengan bentuk manusianya. Apakah itu pria atau wanita?”

 

“Anda bisa merasakan sendiri dari energinya, bukan? Itu jelas wanita.”

 

Aku sudah menyangka jawaban ini dari Gwalvadik. Energi yang kurasakan dari Sphinx lebih cenderung feminim, bukan energi maskulin. Maka kesimpulanku di awal tepat rupanya.

 

“Apakah berarti sosok atau entitas Sphinx memang betulan ada?”

 

“Ada, bahkan dia sebagai prototipe bagi para majikan kami untuk membuat dan mengembangkan jenis entitas baru lainnya.”

 

“Termasuk Anubis dan juga makhluk sepertimu?”

 

“Ya, termasuk diriku dan para Anubis yang tadi menghadang kalian.”

 

diberikannya menguatkan apa yang selama ini kuketahui. Tepatnya terkait mitologi para dewa Mesir kuno yang memiliki bentuk hewan yang beraneka rupa namun humanoid. Rupanya mereka memang ada, hanya saja manusia menganggap mereka sebagai para dewa karena kekuatan dan kemampuan mereka di luar kemampuan manusia biasa.

 

“Aku sudah sering mendengar desas-desus mengenai rahasia yang ada di bawah tanah dari monumen Sphinx. Sebenarnya apa yang ada di bagian bawah tanah sana? Apakah benar ada sebuah jalur yang bisa mengantarkan kita ke Agartha?”

 

“Benar. Hanya saja sebelum kita bisa menemukan jalur tersebut, bagian bawah tanah Sphinx merupakan tempat bagi para Reptilian.”

 

“Reptilian? Apakah mereka termasuk majikan kalian atau itu pun sebenarnya makhluk yang diciptakan oleh para Anunnaki?”

 

“Anunnaki merupakan bangsa dari luar planet Bumi. Begitupula dengan Reptilian. Keduanya berasal dari konstelasi bintang Orion. Bahkan Anunnaki pun sebenarnya berasal dari ras yang sama seperti Reptilian, hanya saja bentuk antara kedua bangsa tersebut berbeda. Anunnaki memiliki kemiripan bentuk tubuh dengan manusia Bumi, hanya saja ukuran mereka lebih besar dan tinggi. Sementara Reptilian lebih mirip dengan hewan-hewan melata di Bumi seperti kadal. Tentu saja dengan bentuk tubuh yang juga humanoid.”

 

“Dengan kata lain, Reptilian bukanlah entitas seperti kami yang memang berasal dari hasil rekayasa genetika buatan. Tapi memang asli memiliki tubuh dan bentuk yang sebagaimana kalian ketahui. Untuk lebih jelasnya, kurasa kalian perlu untuk kembali ke masa kalian sendiri agar mendapatkan informasi yang lebih aktual,” saran Gwalvadik.

 

Penasaran dengan waktu yang kami kunjungi, aku meminta Krieva untuk mencari tahu tentangnya. Dari apa yang ia dapat, ternyata kami berada di tahun 9380 SM. Ribuan tahun jauh sebelum piramida pertama Giza dibangun.

 

Aku berterimakasih atas informasi-informasi penting yang diberikannya. Selanjutnya kami menuju ke Sphinx waktu real-time. Kembali kami bertemu dengan Ratharkaman, si anubis penjaga armillary sphere. Ia menjelaskan bahwa ada salah satu dari Reptilian yang tinggal di bawah tanah Sphinx mengundang kami untuk masuk dan menemuinya.

 

Guntrasaka menyiapkan pakaian untukku agar bisa menyesuaikan diri dengan kondisi di bawah tanah. Namun saat aku akan mulai melangkah, Sramvita menahanku untuk mengurungkan niatku.

 

“Kenapa?” tanyaku.

 

“Berbahaya.”

 

“Seberbahaya itukah?”

 

“Bisa saja kamu masuk ke dalam sana. Hanya saja efeknya akan berbahaya bagi tubuhmu. Sebaiknya kamu jangan pergi.”

 

Aku tak mau berbuat nekat. Jika Sramvita sudah melarangku, artinya memang itu berbahaya bagiku.

 

“Guntrasaka, bagaimana jika kamu pergi sendiri ke sana dan menemui yang telah mengundang kita. Selanjutnya kita bisa melakukan telepati untuk berkomunikasi.”

 

Guntrasaka turun ke ruang bawah tanah yang sangat gelap sendirian. Sementara aku dan Sramvita tetap berada di dekat Ratharkaman. Untuk bisa melakukan telepati, selama ini aku harus bertemu langsung dengan yang bersangkutan untuk bisa mengenali vibrasi energi dan frekuensinya. Kali ini Guntrasaka yang akan mengenali hal-hal tersebut kemudian mengirimkannya padaku, sehingga aku bisa berkomunikasi secara telepati dengan Reptilian tersebut.

 

Tanpa membuang banyak waktu, akhirnya aku bisa terhubung dengan sosok Reptilian wanita yang tinggal di bagian bawah Sphinx. Namanya Nieval. Itu memang bukan nama dirinya yang sesungguhnya. Namun ia memilih menggunakan nama tersebut untuk berkomunikasi denganku.

 

“Sebenarnya apa dan siapa kalian? Apa hubungan kalian dengan Anunnaki?” Aku mulai mengajukan pertanyaan pertama pada Nieval.

 

“Kami populer di kalangan kalian dengan nama Reptilian. Kami tak punya hubungan khusus dengan mereka para Anunnaki. Kami berjalan sendiri-sendiri.”

 

“Lantas ke mana Anunnaki pergi? Selama ini aku tidak pernah menemukan mereka di planet Bumi ini.”

 

“Anunnaki sangat kesulitan beradaptasi dengan planet Bumi. Dengan alasan itulah mereka memutuskan untuk kembali ke planet asal mereka.”

 

“Bagaimana dengan kalian sendiri? Apa alasan kalian masih tetap berada di Bumi dan tidak kembali ke planet asal kalian?”

 

“Berbeda halnya dengan Anunnaki, kami adalah entitas yang sangat mampu beradaptasi di mana pun kami berada. Termasuk di planet Bumi ini. Kami sudah sangat lama menempati planet ini sebelum manusia sepertimu ada di sini. Kami merasa sudah nyaman dan seperti tinggal di planet kami sendiri.”

 

“Aku pernah mengunjungi planet Oxxxsh. Benarkah itu tempat asal kalian?”

 

“Ya, ya … benar. Itu adalah tempat asal kami bangsa Reptilian yang sebagian masih ada di planet Bumi.”

 

“Seringkali kudengar bahwa kalian termasuk entitas yang menyakiti bangsa manusia Bumi. Bagaimana menurutmu akan hal ini?”

 

“Jangan anggap semua dari kami berlaku jahat kepada kalian. Percayalah, kami yang berada di sini tak memiliki niat jahat sedikit pun kepada kalian. Justru kami mencoba untuk membantu manusia Bumi untuk menyadari apa yang sebenarnya tengah terjadi pada mereka saat ini.”

 

“Artinya kalian mengakui bahwa sebagian dari bangsa kalian ada yang memiliki agenda jahat kepada kami.”

 

“Ya, kami harus akui hal itu. Namun sekali lagi, kami yang ada di sini justru melakukan hal yang sebaliknya. Kami membantu manusia untuk mencapai level spiritual yang tinggi. Itulah mengapa banyak orang mengunjungi tempat ini dari berbagai tempat karena merasa mereka telah terpanggil secara spiritual dan terhubung dengan tempat ini.”

 

“Oh, jadi itu alasannya kenapa pengaruh spiritual di area ini terasa begitu kuat?”

 

“Kalian bisa menilainya sendiri.”

 

“Bagaimana tentang apa yang kalian konsumsi. Dari penelusuranku sebelumnya, Reptilian memakan energi-energi negatif dari manusia. Apakah kalian juga seperti itu?”

 

“Kami tak bisa mengelak, karena faktanya memang demikian. Namun kami bisa mengendalikan diri sehingga tak serakus mereka yang tak seperti kami.”

 

“Apa benar kalian mengumpulkan energi-energi negatif manusia melalui Obelisk yang ada di luar sana?”

 

“Ya, struktur Obelisk memudahkannya untuk mengumpulkan energi-energi negatif yang kami butuhkan untuk kami konsumsi. Namun sekali lagi kutegaskan, kami berbeda dengan Reptilian yang ada di luaran sana. Kami bukan bagian dari kelompok Reptilian yang berniat jahat kepada kalian. Kami hanya ingin melangsungkan hidup dengan tenang di planet ini.”

 

“Aku mengerti dan percaya pada kata-katamu barusan.”

 

Nieval ingin mengungkapkan, bahwa tidak semua Reptilian seperti yang dipikirkan kebanyakan orang. Ada sebagian dari mereka yang juga turut membantu manusia meningkatkan kesadaran dan level Spiritualitasnya.

 

Bagi yang telah mencapai level spiritual tertentu, dualitas yang ada di dunia ini bisa dipahami secara lebih utuh. Baik-buruk, benar-salah, semuanya memang dibutuhkan dalam kehidupan kita. Semuanya dibutuhkan agar keseimbangan selalu terjaga di alam semesta.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!