Kisah Mistis: SUAMIKU PENGANUT ILMU HARIMAU

0
19

Kisah Mistis: SUAMIKU PENGANUT ILMU HARIMAU 

SEBUAH KESAKSIAN…

Cinta memang membutakan. DINE MULYANI telah jadi korbannya. Namun, kebutaan cinta yang mendera wanita kuning langsat ini adalah kebutaan yang berselimut gaib. Tak pernah terbayangkan olehnya, tiba-tiba ia harus pasrah menjadi isteri dari seorang pria yang menganut Ilmu Harimau. Namun, ia kemudian sadar bahwa dirinya telah diperdaya oleh sebentuk kekuatan gaib. Inilah cacatan hitam seorang DINE MULYANI di Bandung…

 

ADA AWALNYA aku sangat membenci Mas Haryo, lelaki yang kini berstatus sebagai suamiku. Jangankan membayangkan jadi isterinya, untuk sekadar bersahabat saja rasanya hampir tidak mungkin. Alasannya, sosok pria seperti Mas Haryo kurang menarik di mataku. Meski wajahnya relatif tampan, tapi aku tidak suka dengan air mukanya yang dingin dan angkuh. Karena itulah, ketika Ulfa, sahabatku, memperkenalkannya, maka, aku pun menganggap laki-laki ini biasa-biasa saja. Apalagi waktu itu aku masih belum bisa sepenuhnya melupakan Mas Riady, almarhum suamiku yang meninggal karena kecelakaan mobil di tol Cipularang.

 

“Lelaki seperti apa sih yang kau cari untuk pengganti almarhum suamimu itu, Dine? Aku tidak ingin melihatmu terus bermuram durja seperti ini. Lagi pula, menurutku Mas Haryo sangat tampan dan sepadan denganmu,” protes Ulfa ketika hari itu dia kurang puas melihat sikapku yang biasa-biasa saja setelah diperkenalkannya dengan Mas Haryo.

 

Sebagai seorang karib yang begitu peduli terhadapku, setidaknya aku memang harus respek pada usaha Ulfa. Sudah tiga orang pria kenalannya diperkenalkannya padaku. Namun aku selalu tidak mengambil sikap suka atau tidak. Sebelumnya, Ulfa merasa yakin kalau aku pasti klop dengan Mas Haryo, pria terakhir yang diperkenalkannya padaku. Namun ternyata, sikapku malah kebalikannya. Aku malah menganggap Mas Haryo sebagai pria yang paling tidak mengesankan.

 

“Asal kau tahu, Haryo itu menjadi cowok favorit di kantorku. Banyak cewek yang tergilagila padanya. Lagi pula, dia itu memiliki masa depan yang baik. Pokoknya, sangat sepadan denganmu,” tandas Ulfa antusias.

 

Aku hanya tersenyum kecut. Sambil menatapku Ulfa kembali berkata dengan penuh kesungguhan, “Aku tak ingin melihatmu terus larut dalam kesedihan, Dine. Kau masih memiliki masa depan yang sangat panjang. Relakanlah kepergian Riady, suamimu. Aku yakin Tuhan pasti sudah mengatur semua ini.”

 

Kegelisahan Ulfa tidak bisa kubantah, meski sulit bagiku untuk menuruti apa yang diucapkannya. Bagiku, kematian Mas Riady yang begitu cepat dan tragis itu adalah sebuah kenyataan yang masih sulit kuterima. Aku sangat mencintainya, dan mungkin karena itu pula aku sulit untuk mengikhlas kepergiannya.. Lebih jauh lagi, karena sebab ini pula sulit bagiku untuk membuka pintu hatiku guna menerima kehadiran pria lain yang akan

 

menjadi penggantinya. Tak terkecuali pula lakilaki yang bernama lengkap Haryo Bratasena itu.

 

“Jangan biarkan hatimu membeku, Dine! Kau cantik dan punya masa depan yang baik. Pasti, Tuhan telah mempersiapkan lelaki yang jauh lebih baik untuk pengganti almarhum suamimu,” bujuk Ulfa seperti menghiburku.

 

Apa yang dikhawatirkan Ulfa mungkin saja bisa terjadi. Hatiku memang telah beku. Sulit bagiku menerima kehadiran seorang pria. Dalam hati, aku bahkan telah bertekad untuk tidak menikah lagi meski usiaku masih relatif muda, 29 tahun. Dan, dari perkawinanku dengan almarhum Mas Riady, aku sama sekali belum dikaruniai anak walau usia perkawinan kami waktu itu sudah lebih dari 2 tahun. Karena itulah, banyak teman yang menyebutku sebagai Janda Kembang.

 

Ulfa memang tak bisa membujuku atau memaksaku untuk menerima kehadiran pria manapun sebagai pengganti Mas Riady. Tidak juga Mas Haryo yang angkuh Yan dingin itu. Tetapi, siapa yang bisa melawan kenyataan? Tanpa diduga dan dinyana aku kemudian malah luluh dalam pelukan Mas Haryo.

 

Setelah aku diperkenalkan dengan Mas Haryo lewat acara yang sengaja dirancang oleh Ulfa, tanpa sengaja, justeru aku kembali bertemu dengan pria yang sama sekali tidak mengesankan ini. Celakanya lagi, pertemuan itu terjadi ketika aku memang benar-benar sedang membutuhkan bantuan seseorang.

 

Ah, kalau kupikir-pikir, sebagian besar yang kita alami dalam hidup ini memang adalah rangkaian peristiwa yang serba kebetulan. Itu juga yang terjadi pada diriku.

 

Ceritanya, sore menjelang petang itu ban mobilku kempes di sebuah kawasan sepi di kawasan Jl. Cipaganti. Saat aku sedang kebingungan untuk mengganti ban, tiba-tiba ada Honda Tiger yang berhenti dan menepi mendekatiku. Si pengendara sepeda motor itu membuka helmnya. Aku benar-benar terkejut, ternyata, lelaki itu adalah Haryo Bratasena. Teman sekantor Ulfa yang diperkenalkan padaku sekitar sebulan lalu.

 

“Tidak mungkin wanita secantik kamu mengganti ban mobil sendirian di tempat sepi yang seperti ini,” katanya.

 

Ah, entah mengapa, gaya bicaranya kali ini rasanya begitu simpatik. Atau mungkin karena aku memang sedang sangat membutuhkan bantuan seseorang?

 

Setelah berkata demikian, ia memintaku menunjukkan tempat ban serep. Setelah kuberi tahu, dengan cekatan ia mengganti ban kempes dengan ban yang baru. Saat melakukan aktivitas ini, ia tak luput dari perhatianku. Kala itu: baru kusadari kalau pria bernama Haryo Bratasena ini memang laki-laki yang patut diberi predikat jantan. Ia tampak sangat gagah, terlebih ketika cucuran keringat menetes dari wajahnya yang selalu bercukur rapih itu.

 

“Terima kasih kamu sudah membantuku. Tanpa kamu, tentu aku bisa kepayahan mengganti ban, kataku sambil menyodorkan kotak tisu kepadanya. Sambil tersenyum, ia kemudian mengambil tisu dan membersihkan wajahnya. Senyum yang di mataku benar-benar sangat menawan.

 

Aku tak tahu, mengapa penilaianku terhadapnya bisa berubah sangat drastis.

 

Bahkan sejak pertemuan gara-gara mobilku kempes itu, aku malah mulai menikmati kebersamaan bersamanya.

 

Memang sulit dicari ujung pangkal atau sebab musababnya. Sejak kejadian mobil kempes itu Haryo beberapa kali berkunjung ke rumahku di kawasan Bandung Selatan. Jangankan punya niat menghindar, malahan aku justeru merasa kehilangan bila ia lama tak berkunjung ke rumah atau jarang meneleponku.

 

Entah apa yang terjadi dengan diriku? Jangan-jangan, tanpa kusadari, aku memang telah jatuh cinta kepada dirinya? Tidak mungkin! Aku tidak mungkin bisa secepat ini berubah. Ya, tidak mungkin aku mau menerima kehadiran seorang lelaki sebagai pengganti almarhum Mas Riady hanya dalam waktu yang bagiku terasa sedemikian singkat.

 

Setidaknya, aku memang bisa menunjukkan ketegaran sikap dan pendirianku itu. Ketika senja itu, seperti tak ubahnya petir di tengah hari bolong, kudengar Mas Haryo mengutarakan niatnya yang ingin segera menyuntingku, maka, aku terpaksa harus membuatnya kecewa. Benar-benar gendeng! Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan hal ini, padahal kami baru saja saling mengenal kurang dari 3 bulan lamanya? Bagaimana mungkin pula di tengah hubungan perkenalan sedini itu ia punya pikiran untuk melamar diriku?

 

Walau dengan sedikit perasaan kalut, aku terpaksa menolaknya. Sebagai alasan, kukatakan bahwa aku belum siap dan belum mampu menerima kehadiran pria lain yang akan menggantikan kedudukan almarhum suamiku.

 

“Kalau itu yang menjadi alasanmu, aku bisa mengerti. Tapi asal kau tahu, aku adalah seorang pria yang selalu setia dan sabar menunggu,” kata Mas Haryo setelah mendengar dalih yang kusampaikan. Sulit kumengerti, mengapa batinku serasa gemetar saat mendengar kata-katanya yang sedemikian itu. Sepertinya, terkandung makna yang sangat dalam di balik kata-kata tersebut. “Mas Haryo ingin memasung diriku dalam bayang-bayang dirinya!” Setidaknya, kesan inilah yang bisa kutangkap.

 

Kesimpulanku itu nyatanya tidak meleset. Aneh bin ajaib! Sejak peristiwa sore itu, entah bagaimana, aku sering sekali merasa kangen pada laki-laki itu. Bayang-bayangnya begitu sempurna hadir di dalam otakku. Terlebih ketika malam dan aku sendirian berada di atas tempat tidur. Betapa gila! Aku mengalami kesunyian yang sedemikian sempurna. Dan di tengah kesunvian itulah pelan namun pasti, aku dipacu oleh gejolak rindu yang berujung pada hasrat seorang perempuan kesepian. Ya, aku menginginkan kehadiran Mas Haryo. Bahkan lebih dari itu. Aku mendambakan dekapannya, cumbuannya, dan gairahnya yang membara. Edan! Aku menjadi perempuan merana yang dibakar oleh hasrat birahi yang meletup-letup hampir tiada tara.

 

Puncaknya, mohon maaf, aku sering mengalami orgasme setelah membayangkan petualangan seks bersama Mas Haryo.

 

Sensasi ini seolah-olah sangat nyata. Aku merasakan kehadirannya, desah nafasnya yang membakar wajahku, juga hentakan tubuhnya saat memacuku menuju puncak. Tak hanya itu, dalam pergumulan panas itu aku juga kerap mendengar suara erangan atau geraman mirip harimau yang keluar dari mulut Mas Haryo.

 

Anehnya, ketika pergumulan itu mencapai klimaksnya dan aku bisa kembali menguasai diri seutuhnya, maka, ketika itu pula kudapati diriku hanya seorang diri. Tetapi herannya, jelas kulihat bagaimana kondisi sprei tempat tidurku yang centang perenang tak beraturan lagi, juga tubuhku yang polos tanpa sehelai benang pun. Yang membuatku pusing tujuh keliling, kurasakan juga ada sesuatu yang membasahi ladang persemaian di dalam organ intimku.

 

Dengan kondisi seperti itu, aku kerap dilanda pertanyaan-pertanyaan yang nyaris membuatku senewen: Apakah sensasi itu hanya terjadi dalam khayalanku semata? Atau mungkinkah aku bermimpi karena memang aku begitu merindukannya? Jika benar kedua hal itu yang terjadi, lantas mengapa hubungan badan itu terasa begitu nyata sampai-sampai aku orgasme, atau bahkan kurasakan seperti ada sesuatu yang menyiram ladang persemaian di dalam tubuhku? Lantas, fakta yang paling nyata: Mengapa sprei tempat tidurku bisa berubah menjadi berantakan seolah ranjangku memang benar telah menjadi arena dari sebuah permainan asmara yang teramat dahsyat? Berikutnya, mengapa juga gaun tidur dan seluruh pakaianku lepas dari tubuhku?

 

Demi Tuhan, aku bisa gila dalam mencari jawaban dari teka-teki besar ini. Dan, aku memang tak bisa menemukan jawabannya: Malahan, di belakang hari aku justeru menikmati sensasi ini. Aku tak peduli apakah itu nyata atau tidak. Yang penting, hubungan intim itu membuatku merasa bahagia dan tak lagi kesepian di dalam mengarungi malam-malam yang dingin dan sunyi.

 

Suatu keanehan tengah membayangi perjalanan hidupku. Aku memang tidak menyadarinya. Padahal, seharusnya aku bisa menganalisa sejumlah alasan yang memberiku keyakinan bahwa semua yang kualami memang berlangsung di luar kewajaran. Tak hanya sensasi hubungan intim yang maya namun terasa nyata itu. Tetapi lebih dari yang diperkirakan oleh siapapun. Sungguh mengherankan! Akibat hubungan intim yang terjadi antara nyata dan tidak itu, ini menurut persepsiku sendiri, aku menerima kenyataan bahwa diriku hamil. Ya, sungguh! Aku sepertinya hamil. Ini setidaknya kurasakan dari kondisiku yang jelas sekali dalam fase yang disebut awam dengan istilah ngidam. Seperti setiap perempuan yang sedang ngidam, kini, aku mulai sering mual-mual juga gemar makan asem-aseman atau rujak.

 

Meski selama hampir 3 bulan sejak sore itu Mas Haryo menyatakan niatnya ingin meminangku dan aku merasakan kerinduan luar biasa, namun, selalu saja kutahan hasratku untuk menghubunginya. Padahal karena mimpi atau apapun namanya yang membuatku terlena itu, sudah hampir meledakkan rasa rindu yang bertumpuk di dalam dadaku. Tetapi, sampai sejauh ini aku tetap enggan menghubunginya bahkan untuk menelepon sekalipun. Sampai akhirnya Mas Haryo sendiri yang menghubungiku. Anehnya, ini terjadi ketika aku mulai merasakan gejala yang disebut awam dengan istilah ngidam tadi.

 

“Bagaimana, apakah kau sudah berubah pikiran, Dine?” Tanya laki-laki itu setelah berbasa-basi menanyakan kabarku.

 

Mendengar pertanyaan tersebut, entah bagaimana, tiba-tiba dadaku terasa sesak. Kesedihan dan setumpuk perasaan mengharu biru begitu saja datang menyesakki ruang batinku. Aku pun menangis sejadi-jadinya. Entah untuk apa? Yang pasti, seketika itu aku merasa tak berdaya. Aku juga merasa sangat membutuhkan Mas Haryo.

 

Lalu, dalam kondisi yang sepertinya berlangsung di luar kesadaran normalku, tanpa terasa pula aku memohon di antara sedu-sedan tangisku, “Datanglah padaku Mas! Aku begitu merindukanmu!”

 

Nun di seberang sana, kudengar laki-laki itu berkata dengan nada lega, ”Syukurlah kalau kau memang telah berubah. Mungkin, ini adalah buah dari kesabaran dan kesetiaanku selama ini.”

 

Yang terjadi selanjutnya tentu gampang ditebak. Berawal dari hubungan telepon sore itu, akhirnya, terjadilah sebuah peristiwa yang paling bersejarah dalam hidupku. Ya, aku bersedia dinikahi oleh Mas Haryo. Keputusan yang sungguh membuat orang-orang di sekitarku terkejut karenanya. Apalagi Ulfa, sahabatku yang dulu memperkenalkanku dengan Mas Haryo. Berikutnya adalah kedua orang tua, keluarga almarhum suamiku, dan juga para kerabatku yang lainnya.

 

Tentu saja mereka sulit percaya kalau pada akhirnya aku bisa membuka pintu hati yang selama ini beku untuk seorang lelaki, guna menggantikan kedudukan Riady Revanda. Almarhum suamiku.

 

Tetapi perlu kutegaskan, apa yang menjadi keputusanku ini jelas terjadi di luar kesadaranku seutuhnya. Walau bagaimana pun ada sebuah kekuatan gaib yang telah mengendalikanku. Dan aku meyakini kekuatan laten tersebut bersumber dari diri seorang lelaki yang bernama Haryo Bratasena. Setidaknya, banyak hal yang mendukung keyakinanku ini. Berawal dari mimpi-mimpi panas, atau sekali lagi entah apa namanya yang kualami selama beberapa waktu. Kemudian dengan aneh aku mengalami kehamilan, sampai kemudian aku memutuskan untuk menikah dengannya.

 

Uan yang tak kalah aneh, setelah menikmati malam pertama dengannya, pagi harinya aku mengalami pendarahan yang lumayan hebat. Dan ketika aku memeriksaan hal ini ke dokter, maka, dengan sangat mengejutkan dokter mengatakan kalau aku mengalami keguguran.

 

Edan… edan… edan! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Mengapa aku bisa hamil padahal aku tak pernah melakukan hubungan badan dengan seorang pria pun? Apakah ini jawaban dari keraguanku selama ini bahwa hubungan intim yang terjadi seperti dalam mimpi itu sesungguhnya adalah suatu kenyataan? Dengan bukti-bukti yang ada, misalkan sprei tempat tidurku yang centang perenang, bisa saja membuatku ber keyakinan demikian. Masalahnya, bagaimana mungkin Mas Haryo bisa melakukannya? Maksudku, dengan cara apa laki-laki itu menyelinap masuk ke dalam rumahku, dan kemudian mendatangi tempat tidurku? Selama ini, pintu rumah selalu terkunci dengan rapat. Demikian pula dengan pintu kamarku. Lantas, sekali lagi, dengan jalan seperti apa Mas Haryo bisa masuk untuk kemudian mencumbuku dengan sesuka hatinya?

 

Andai aku terus memaksakan diri mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka, bisa jadi aku akan menjadi benar-benar sinting. Yang pasti, harus kuakui sepenuhnya bahwa laki-laki bernama Haryo Bratasena itu memang menyimpan misteri. Hal ini baru kusadari ketika di malam pertama itu dia mencumbuku dengan sedemikian dahsyatnya sampai-sampai aku hampir kewalahan meladeninya. Tetapi bukan hanya gairah dan tenaganya yang besar itu yang membuatku merasa perlu memberinya label sebagai lakilaki yang penuh misteri. Ada satu hal yang lebih pantas kujadikan alasan untuk memberi label ini. Bayangkan saja, saat menumpahkan gairah birahinya di tubuhku, berulang kali kudengar dari mulut Mas Haryo suara-suara seperti erangan atau geraman seekor harimau. Hal ini jelas mengingatkanku pada kejadian percumbuan yang aneh tapi nyata itu. Bukankah ketika itu aku juga kerap mendengar suara yang sama saat Mas Haryo mencumbuku?

 

Kegairahan Mas Haryo dalam soal seks memang tidak terlalu kupermasalahkan. Toh aku sendiri masih bisa menikmatinya. Namun jika kupikir-pikir, memang jelas ada yang aneh dengan Mas Haryo dalam kaitan dengan kebutuhan yang satu ini. Mohon maaf, ia amat suka melakukan hubungan seks dengan gaya seperti layaknya hewan, yakni memintaku nungging lalu ia melakukan penetrasi dari belakang. Hal ini terutama selalu dimintanya saat ia hampir mencapai klimaks. Dan ketika itu pula dari mulutnya akan terdengar suara erangan dan geraman yang amat mirip dengar seekor harimau yang tengah melepas birahi.

 

Belakangan, segalanya memang menjadi nyata. Benar dugaanku bahwa laki-laki yang bernama Haryo Bratasena ini menyimpan banyak misteri dalam kehidupannya. Atau, menurutku, ia sepertinya hidup dalam dua dimensi sekaligus. Yakni dimensi kehidupannya sebagai manusia secara utuh, dan berikutnya adalah dimensi kegaiban yang menguasai jiwa dan raganya.

 

Ya, Haryo Bratasena, suamiku, adalah seseorang yang mengamalkan semacam Ilmu Harimau, atau entah apa namanya. Sebagai bukti, dia selalu memintaku untuk menyediakan susu sapi murni, seperempat kilogram daging mentah, juga sebutir telur ayam kampung. Ketiga sesajen tersebut harus selalu kusiapkan pada setiap malam Jum’at dan Selasa Kliwon. Dan sesuai permintaannya, sesajen-sesajen itu harus kuletakkan di teras belakang rumah yang kami tempati.

 

Apa yang dilakukan Mas Haryo dengan ketiga macam suguhan tersebut? Betapa menjijikkan! Dengan sangat bernafsu Mas Haryo menyantap daging mentah itu, setelah lebih dulu memecahkan telur ayam kampung dan langsung menenggak isinya. Ketika menyantap daging mentah itu, biasanya selalu terdengar suara erangan mirip harimau yang tengah menikmati sepotong paha rusa yang telah dimangsanya. Barulah setelah itu ia menenggak segelas susu sapi murni sebagai suguhan terakhirnya.

 

Menyaksikan ulahnya yang seperti kesetanan itu, sejujurnya saja aku kerap merasa sangat takut. Mas Haryo pun sepertinya mengerti perasaanku. Buktinya, suatu ketika ia pernah menegurku seperti ini, “Sebaiknya jangan melihat ketika aku saat sedang melakukan ritual. Sebab hanya akan mengganggu ketenangan perasaanmu saja.”

 

Setelah sekian lama hidup seatap dengannya, akhirnya aku toh menjadi terbiasa dengan kenyataan ini. Sama halnya aku juga menjadi lumrah dengan kebiasaan Mas Haryo yang sering mengaum seperti harimau untuk kemudian jatuh tak sadarkan diri.

 

“Tak perlu cemas bila melihatku seperti itu. Asal kau tahu, saat itu, aku sedang menerima energi dari Ki Singalodra, ilmu gaib yang dulu kupelajari dan kekuatannya hingga kini bersarang dalam tubuhku, jelas Mas Haryo tentang keadaan aneh yang menimpa dirinya tersebut.

 

Demi Tuhan! Tak pernah secuilpun terlintas dalam mimpiku akan memiliki pasangan hidup seperti Mas Haryo. Walau begitu, seiring berjalannya sang waktu, pelan namun pasti, benih-benih cinta tulus mulai menyemai dalam hatiku. Aku sadar sepenuhnya bahwa Haryo Bratasena sesungguhnya bukanlah lelaki yang sepadan denganku seperti yang dulu dikatakan Ulfa, sahabatku. Secara fisik, mungkin kami adalah pasangan yang cukup serasi. Namun secara sosial ekonomi, aku berada beberapa tingkat di atasnya. Mas Haryo hanyalah seorang menejer pemasaran, sedangkan aku adalah seorang direktur dari dua perusahaan yang tengah maju pesat, Melihat kenyataan ini, tak heran bila muncul penilaian bahwa Mas Haryo hanya ingin numpang hidup padaku. Atau, banyak juga yang menduga bahwa aku telah dipelet oleh Mas Haryo.

 

Dugaan itu bisa salah, bisa juga benar. Tetapi khusus untuk penilaian bahwa Mas Haryo hanya ingin menumpang hidup padaku, menurutku, penilaian ini tak sepenuhnya benar atau bahkan salah sama sekali. Mas Haryo adalah seorang pekerja keras yang sangat ulet. Bahkan, ia tak pernah mau bila kutawari mobil untuk mendukung aktivitasnya. Ia lebih suka pada Honda Tiger-nya. Lebih dari itu, Mas Haryo juga tidak senang berfoya-foya. Buktinya, ia sering menolak bila kuajak makan di restoran.

 

Alasan-alasan itulah yang memberiku dorongan untuk belajar mencintai Mas Haryo dengan tulus, dan mencoba melupakan semua keanehan yang ada pada dirinya. Namun sayang seribu kali sayang, ketika aku tengah berusaha keras untuk melakukan semua ini, tiba-tiba, sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya terjadi atas diriku.

 

Suatu ketika, pas hari Minggu, ketika kebetulan Mas Haryo sedang tidak ada di rumah karena harus menyelesaikan urusan pekerjaannya, datanglah seolah perempuan ke rumah kami. Perempuan ini mengaku bernama Endah Kasmiati. Ia datang dari sebuah desa di pelosok Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Yang mengejutkan, bahkan hampir membuatku pinasan, perempuan itu mengaku sebagai isteri Haryo Bratasena, suamiku.

 

“Sudah hampir lima tahun Mas Haryo tidak pulang. Sebulan lalu saya mendengar dari keluarganya bahwa ia telah menikah di Bandung, dan alamatnya di sini. Makanya, saya datang ke sini. Ya, sekadar ingin bertemu dengannya, tutur Endah Kasmiati dengan raut wajah yang nampak sangat tabah.

 

Lidahku seperti kelu. Aku tak bisa berkata apa-apa. Sikapku serba salah, sehingga tak tahu harus berbuat apa.

 

“Mbak tidak usah risau atau khawatir. Saya tidak akan meminta Mas Haryo kembali kepada saya. Dia tidak mungkin bisa menerima saya. Sebab saya….” Kasmiati tak bisa melanjutkan kata-katanya. Air matanya luruh seperti rangkaian kalung mutiara yang putus talinya.

 

“Kenapa Mbak?” Pertanyaan ini meluncur begitu saja dari mulutku.

 

Perempuan yang sejatinya cantik itu menatapku. Sorot matanya hampa. Perlahan, ia membuka kancing blus lengan pendeknya. Ya, Tuhan! Kulihat dengan jelas kedua payudaranya telah hilang dengan meninggalkan bekas luka yang amat mengerikan.

 

“Kanker telah merubah hidupku. Tetapi aku rela walau harus kehilangan Mas Haryo. Hanya satu permintaanku padanya,” desah Endah Kasmiati sambil menyusut air matanya.

 

“Katankanlah, Mbak!” Pintaku sambil menahan tangis.

 

Endah berusaha tegar ketika mengucapkan rangkaian kalimat ini, “Sampaikan pada Mas Haryo, jangan pernah melupakan Mario. Anak itu selalu bertanya kapan ayahnya pulang. Sekarang, Mario sudah berumur 8 tahun.”

 

Aku tak tahu harus bersikap apa. Marah ataukah sedih…

 

Kini, sudah hampir setahun usia pernikahanku dengan Haryo Bratasena. Kalau saja perempuan bernama Endah Kasmiati itu tidak datang menemuiku sekitar sebulan silam, tentu aku akan mengubur semua kisah aneh yang menyangkut diri suamiku. Namun aku terpaksa mengutarakan kesaksian dalam lembar catatan hitam ini, karena sejak pertemuan dengan perempuan itu, aku memang semakin dilanda kegalauan.

 

Hal-hal yang ingin kutanyakan adalah: Bagaimana sikapku terhadap kebiasaan aneh suami? Apakah aku perlu menceritakan pertemuanku dengan Endah Kasmiati dan menyampaikan pesannya, sebab aku takut Mas Haryo akan tersinggung dan marah besar?

 

Yang penting pula untuk kusampaikan, selama ini suami melarangku sembahyang, atau meletakkan Al-Qur’an dan kaligrafi Arab, sebab katanya, hal ini akan membuat Ki Singalodra marah. Aku sungguh tak habis pikir dengan larangan ini. Dan sekarang ini aku baru menyadari bahwa memang banyak kenyataan yang terjadi di luar batas kewajaran. Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!