Kisah Mistis: TUMBAL PESUGIHAN BUTO IJO
TIGA HARI LAMANYA ANAK LIMA TAHUNAN ITU SEKARAT. DI SAAT YANG SAMA, SANG AYAH TENGAH MELAKUKAN RITUAL PESUGIHAN BUTO IJO. RUPANYA, SI ANAK AKAN DIJADIKAN TUMBAL UNTUK MENEBUS SEKARUNG UANG DARI MAKHLUK GAIB ITU. LANTAS, BAGAIMANA NASIB SI ANAK SELANJUTNYA…
KISAH nyata ini dialami oleh seorang sahabat yang bernama Warman, 37 tahun. Dia dan keluarganya tinggal di sebuah desa yang masih termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Rentetan kejadiannya cukup unik dan menegangkan.
“Waktu itu anak lelakiku yang belum genap 5 tahun usianya, tiba-tiba seperti sekarat. Hal ini terjadi selama tiga hari. Tanpa kusadari, hal ini terjadi karena ulahku sendiri. Ya, waktu itu, karena kesusahan hidup yang kualami, aku memang berniat akan membuat kontrak pesugihan dengan Buto Ijo,” tutur Warman mengawali kisahnya. Kejadian yang cukup dramatis tersebut berlangsung pada 2003 silam.
Warman adalah seorang yang cukup dikenal di daerahnya. Pasalnya, ayahnya dulu sempat menjabat sebagai kepala desa di desa tempat tinggalnya. Karena hidup dalam kemanjaan kedua orang tuanya, maka, dia tumbuh menjadi seorang pemuda yang cukup nakal. Dia gemar minum-minuman keras dan melakukan kenakalan remaja lainnya, termasuk mempermainkan gadis-gadis di desanya, juga di desa tetangga.
Karena khawatir melihat kelakukan anaknya, akhirnya, orang tua Warman memutuskan untuk menikahkan Warman dengan seorang gadis pilihannya. Maksudnya tentu saja baik. Setelah menikah, diharapkan Warman akan sadar dan menjadi lelaki yang bertanggungjawab. Singkat cerita, akhirnya dinikahkanlah Warman oleh kedua orang tuanya. Syukur Alhamdulillah, sesuai harapan orang tuanya, setelah menikah tabiat Warman memang mengalami banyak perubahan. Setidaknya, dia berubah menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan mandiri. Bahkan, setelah memiliki seorang anak, akhirnya, dia juga bisa meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya. Seperti kebiasaan minum-minuman keras dan keluyuran malam.
Setelah menikah, rupanya muncul masalah baru. Hal ini berkaitan dengan ekonomi. Kedua orang tuanya yang mendadak jatuh pailit tidak bisa lagi membantu mengasapi dapur rumahtangga anaknya. Sementara, sebagai seorang suami tentu saja Warman memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarganya.
Warman bukanlah tipe pria yang senang berpangku tangan melihat keadaan. Dia mencoba mencari pekerjaan. Namun tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Betapa sulit menadapatkan pekerjaan di zaman krisis seperti sekarang ini. Apalagi dia hanyalah tamatan SLTA. Entah berapa banyak surat lamaran yang dikirimkannya, namun selalu saja ditolak oleh pihak perusahaan.
Karena lamarannya selalu ditolak, akhirnya Warman mencoba berwiraswasta. Dengan modal menjual perhiasan isterinya, dia mencoba membuka sebuah kios sembako di pasar. Tapi, usahanya pun tidak bertahan lama. Kios sembakonya bangkrut, sehingga Warman pun kembali kebingungan. Tapi, walau begitu, dia tidak lekas menyerah. Apalagi saat itu dia sudah memiliki seorang anak laki-laki yang sudah memasuki usia 5 tahun.
Akhirnya, dengan kegigihannya Warman berhasil merintis sebuah usaha barang rongsokan. Dengan berawal dengan modal yang pas-pasan, akhirnya, berjalan juga usaha barang rongsokan miliknya ini. Bahkan, karena skala usahanya masih kecil dan hanya bisa mempekerjakan 2 atau 3 orang, maka, tanpa ada perasaan malu Warman juga seringkali ikut menjadi pemulung dengan harapan supaya usahanya bisa menghasilkan pemasukan yang lebih besar lagi.
Kini, keseharian Warman dilalui dengan kegiatan memulung barang bekas, memilah, dan menjual rongsokan. Walau begitu, namun, kondisi ekonomi keluarganya masih belum bisa membaik. Apalagi anaknya yang masih balita itu juga sering sekali sakit, sehingga membutuhkan biaya yang besar.
Di saat keadaan semakin sulit, pada suatu hari, ketika Warman baru pulang dari kegiatan memulung dan saat menyortir rongsokan, tanpa sengaja dia menemukan semacam buku catatan harian. Di dalam buku kusam ini terselip selembar kertas yang terlihat sudah cukup tua. Kertas tersebut sangat lusuh, tapi tulisan di atasnya masih bisa terbaca. Terlihat beberapa baris huruf Jawa. Secara kebetulan pula, Warman yang memiliki garis keturunan Jawa ini memang bisa membaca tulisan Jawa tersebut.
Setelah dibaca, ternyata tulisan itu adalah semacam petunjuk dan tata cara menjadi kaya dengan melakukan pemujaan Pesugihan Buto Ijo.
Disebabkan kondisi ekonomi dan karena jiwanya yang sedang labil, Warman langsung merasa tertarik untuk mencoba keampuhan mantera di atas kertas itu. Ketika itu, akidah agama Warman seolah hilang sebab memang telah dikalahkan oleh impitan ekonomi dan bujuk rayu setan laknatullah. Dia seolah tak sadar, bahwa pesugihan merupakan cara yang tidak diridhoi Allah SWT karena memang merupakan suatu kemusyrikan.
Dalam kertas tua itu, dijelaskan tata cara meminta pesugihan pada makhluk yang bernama Buto Ijo. Setelah membacanya, Marwan pun berpikir, ternyata, tata cara ritualnya cukup sederhana. Dalam kertas itu hanya tercatat bahwa dia harus menyediakan sebuah wadah khusus sebagai tempat uang, dan harus melakukan semedi selama 7 hari di suatu tempat yang bernama Gunung Hejo. Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Karawang, tentu saja Warman tahu kalau tempat dimaksud terletak di kawasan Purwakarta.
Tata cara ritual serta mantera-mantera yang harus dibaca juga tercantum di kertas itu. Maka itulah, dengan tekad yang mantap, beberapa hari kemudian setelah menemukan catatan sesat ini, Warman pun telah melakukan persiapan. Langkah pertama yang dilakukannya adalah menyediakan wadah untuk menampung uang hasil pesugihan. Wadah khusus tersebut dibuat Warman dari sebuah kardus bekas TV yang lumayan besar ukurannya.
Di dalam kardus tersebut, diletakkan berbagai sesajen. Di antaranya kembang tujuh rupa, kemenyan dan minyak wangi. Selanjutnya, kardus tersebut ditutupi dengan selembar kain kafan. Sesuai petunjuk, kain ini harus menutupi semua bagian kardus sehingga bila dilihat seperti kotak besar yang berwarna putih.
Setelah menyiapkan wadah tersebut, Warman pun pamit pada isterinya. Dia beralasan pergi ke rumah temannya untuk urusan bisnis. Padahal yang sebenarnya, Warman pergi ke Gunung Hejo untuk melakukan ritual Pesugihan Buto Ijo.
Memang, semua kegiatannya ini sengaja dirahasiakan pada isterinya. Sebab Warman tahu persis, isterinya pasti tidak akan menyetujui rencananya.
Akhirnya, sampailah Warman di Gunung Hejo. Dia mengerjakan semedinya di dekat sebuah punden keramat yang ada di kawasan tersebut. Tepat pada malam ke tujuh dari semedinya, Warman merasakan suatu getarangetaran aneh di sekitar tempatnya berada. Tak hanya itu, dia juga merasakan suasana berubah sangat mencekam. Dia pun meyakini, kalau pada malam ke tujuh ini sepertinya akan terjadi sesuatu pada dirinya.
Memang benar. Dalam suasana mencekam itu, sekonyong-konyong Warman sudah merasa seperti telah berpindah ke dlam lain. Bahkan, tiba-tiba saja di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk tinggi besar yang sangat menyeramkan. Tidak salah lagi, makhluk itu adalah Buto Ijo yang akan memberikan kekayaan pada dirinya.
Walaupun kemunculan sosok menyeramkan itu sempat membuat Warman sedikit takut, tapi, di dalam hati dia juga merasa senang karena sebentar lagi hajatnya akan terkabul.
Saat penampakkan gaib ini terjadi, Warman melihat dengan jelas jika ternyata kedua tangan si Buto Ijo ternyata tidak dalam keadaan hampa. Di tangan kanannya membawa sebuah karung yang sepertinya berisi uang. Sementara pada tangan kirinya nampak sedang memegang leher seorang anak lelaki yang seusia dengan anaknya. Betapa menyeramkan, anak itu terlihat meronta-ronta, menangis, serta menjerit-jerit minta tolong.
Setelah dilihat dengan seksama, betapa terkejutnya hati Warman. Sebab sosok anak lelaki yang dibawa Buto Ijo itu tak lain adalah Hendra, anaknya sendiri. Menghadapi kenyataan ini, rasa senang Warman seketika berubah menjadi amarah. Bagaimana tidak? Sebagai seorang ayah, tentu saja dia akan merasa marah bila melihat anak terkasihnya diperlakukan sedemikian rupa. Apalagi dengan sangat kejam.
Dari sinilah, Warman pada akhirnya bisa mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya pesugihan Buto Ijo yang tertulis dalam kertas tua itu ternyata sama halnya dengan pesugihan lain. Sama-sama membutuhkan tumbal. Semula tak terpikirkan olehnya mengenai hal ini, karena memang dalam kertas tua itu tak dibahas masalah yang berkaitan dengan tumbal.
Setelah melihat penampakkan yang terjadi di hadapannya, kini dia yakin, bahwa kemungkinan besar anaknya akan dijadikan tumbal pesugihan Buto Ijo. Seandainya Warman tahu dari awal bahwa imbalan pesugihan adalah nyawa anaknya, maka, sudah barang tentu dia tak akan bertindak nekad untuk mencari pesugihan Buto Ijo.
Warman semakin yakin dengan kesimpulannya ketika Buto Ijo itu membentak dirinya dengan suara menggelegar, “Hai manusia! Kamu mau pilih ini atau ini?”
Maksud Buto Ijo sepertinya tak lain adalah menawarkan, apakah Warman Ingin anaknya selamat tapi pesugihan batal? Atau, memilih harta tapi anaknya akan dijadikan tumbal?
Amarah yang menggelegak di dada lelaki yang terkenal pemberani ini ternyata bisa menghilangkan rasa takutnya, Seperti orang kesetanan Warman segera menerjang Buto Ijo di hadapannya. Dia sungguh sudah tak peduli dengan keinginannya untuk menjadi kaya. Dia juga sudah tak peduli lagi kalau makhluk yang dihadaipinya saat itu adalah Buto Ijo yang bisa saja mencelakai dirinya. Yang dia pikirkan hanya satu: Bagaimana cara menyelamatkan anak yang sangat disayanginya itu.
Dengan tekad itu, tiba-tiba, Warman seperti memiliki keberanian yang sangat luar biasa.
Bahkan, dia nekad berduel dengan Buto Ijo tersebut. Sementara, si Buto Ijo melakukan perlawanannya dengan tangan tetap memegang karung berisi uang, dan mencekal leher Hendra. Anak kesayangannya.
Jeritan-jeritan minta tolong Hendra membuat darah Warman semakin memuncak ke ubun ubun. Dia terus berusaha memberi perlawanan dan mencari kesempatan untuk merebut anaknya dari cengkeraman si Buto Ijo.
Setalah beberapa lama duel itu berlangsung, pada suatu kesempatan, Warman dengan Cepat dapat merebut paksa anaknya dari cengkeraman si Buto Ijo. Setelah itu, tanpa menoleh ke belakang lagi, dia segera berlari meninggalkan tempatnya bersemedhi sambil membopong anaknya. Saat itu, yang ada dalam pikirannya adalah harus secepatnya membawa anaknya pulang ke rumah.
Di sinilah terjadi suatu keganjilan yang sulit diterima akal sehat. Jelas-jelas malam itu Warman berlari sambil membopong tubuh anaknya agar bisa keluar dari kawasan Gunung Hejo yang terletak di Purwakarta. Tapi baru sekitar 10 menit Warman berlari, anehnya dia sudah tiba di depan rumah mungilnya di Karawang. Padahal, jarak Gunung Hejo ke rumahnya hampir sekitar 80 km.
Setelah mengantarkan anaknya, dan menidurkannya dibalai-balai yang ada di ruang tamu, dengan perasaan tak menentu Warman pun kembali ke luar rumah. Aneh, saat itulah pandangannya menjadi gelap, bahkan sekonyong-konyong dia telah kembali berada di tempat semedinya di Gunung Hejo.
“Demi Allah, apa sebenarnya yang telah terjadi dengan diriku?” Pekik Warman sambil menangis.
Tak berapa lema kemudian, matahari pun terbit. Warman seolah baru terbangun dari mimpi buruknya. Walau begitu, dia merasa yakin bahwa kejadian yang dialaminya adalah kenyataan. Karena saat itu dia merasa sangat lelah dengan keringat membanjiri sekujur tubuhnya.
Warman menyambut sang pagi dengan kondisi tubuh yang sangat lelah. Sementara, ketika melihat keadaan sekitarnya, ternyata, sesajen yang dibawa selama semedi pun sudah hancur berantakan.
“Ya, Allah, aku telah melakukan sesuatu yang sangat Engkau murkai!” Bisiknya sambil bercucuran air mata.
Karena ingat akan keadaan anaknya, tanpa membuang waktu lagi dia bergegas pulang ke Karawang dengan menggunakan kereta api. Saat sampai di rumah, ternyata suasana rumah tampak berduka, Dia melihat ada beberapa orang tetangga yang tampaknya tengah berusaha menenangkan isterinya yang sedang panik dan diliputi kesedihan.
Ada apa gerangan? Apa yang telah terjadi?
Warman kemudian tahu kalau Hendra, anak semata wayangnya dalam keadaan sakit, bahkan sudah sekarat selama 3 hari. Berarti, anak itu sudah sekarat sejak hari keempat semedinya dilakukan.
Warman hanya bisa menangis saat melihat kondisi anaknya yang sangat memprihatinkan. Wajahnya tampak pucat seolah darah dalam tubuhnya sudah berhenti mengalir. Tapi, nafasnya masih terasa berhembus walaupun sangat lemah Berarti anak itu memang masih hidup.
Dengan penuh penyesalan, sambil menangi Marwan memeluk anaknya yang tengah sekara dan mencium keningnya. Saat itulah terjadi keanehan. Tiba-tiba, Hendra sadar kembali. Badannya yang semula dingin seperti es tampal segar dan kembali seperti sediakala, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Marwan dan isterinya sangat bersyukur melihat kejadian aneh ini.
Setelah kejadian ini, Warman segera memeriksa wadah khusus yang sudah disiapkar sebelumnya. Betapa terkejut dia saat melihat kain kafan yang menutupi kardus bekas itu tampak gosong menghitam pas pada kain yang menutupi bagian atas kardus. Ketika kain kafan dibuka, Warman pun makin terkejut. Bagian dalam kardus juga tampak gosong menghitam. Di samping itu, sesajen juga tampak berantakan. Dan sama halnya dengan kardus dan kafan, semuanya gosong.
Warman kemudian menyimpulkan semua kejadian ini berlangsung karena proses ritual pesugihan yang hampir diselesaikannya, kemudian berakhir dengan kegagalan karena dia menolak untuk membuat perjanjian tumbal dengan Buto Ijo. Bahkan kemudian dia melawan makhluk gaib itu.
Karena sangat trauma akan kejadian tersebut Warman lalu membakar kertas tua yang berisi tata cara pesugihan tersebut. Akhirnya, dia juga sadar bahwa yang sudah dilakukannya adalah perbuatan dosa besar dan salah satu bentuk dari kemusyrikan. Karena itulah Warman lalu melakukan tobat nasuha dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Setelah kejadian tersebut, Warman memang berubah total. Dia mulai menekuni agama dan menjadi seorang pribadi yang cukup sholeh. Sepertinya, kejadian tersebut telah memberikan hidayah pada dirinya, sehingga dia benar-benar telah berubah. Kini, walaupun hidup sederhana beserta istri dan anaknya, tapi, kehidupan Marwan terlihat sangat bahagia.
Warman telah menyadari bahwa kebahagiaan hidup ternyata tidak dilihat dari harta yang dimiliki, tapi tergantung pada seberapa dekat kita dengan Allah SWT. Untuk apa kita menjadi kaya tapi melalui jalan pesugihan, karena hal tersebut berarti kita telah menjual akidah demi harta apalagi sampai mengorbankan nyawa seseorang untuk tumbal. Tak ada balasan lain bagi orang seperti itu selain neraka. Semoga kisah ini bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya. Amin…! Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!