Kisah Mistis: MISTERI SUKSESI RAJA-RAJA JAWA

0
37

Kisah Mistis: MISTERI SUKSESI RAJA-RAJA JAWA

SUKSESI RAJA-RAJA TANAH JAWA HAMPIR SEMUA DIDAHULUI DENGAN PERTENTANGAN YANG BERAKHIR DENGAN SALING BUNUH. MENGAPA HAL INI HARUS TERJADI…?

 

Seorang beranggapan bahwa dinasti Mataram Islam sesungguhnya telah berakhir dengan Perjanjian Giyanti tahun 1755. Lewat perjanjian itu, Mataram terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan di Surakarta, dengan Rajanya Sunan Paku Buwono, dan Kasultanan di Yogyakarta, dengan Rajanya Sultan Hamengku Buwono I. Kedua-duanya merupakan pewaris tahta, yang dirintis oleh kakek moyang mereka Panembahan Senopati, putera Ki Ageng Pemanahan, turunan kelima dari Raja Majapahit terakhir Brawijaya ke V (Prabu Brawijaya, P. Bondan Kejawan, Ki Getas Pendawa, Ki Ageng Nis, Ki Ageng Pemanahan, Penembahan Senopati) pada tahun 1586 – 1601 M.

 

Bila kita runut ke belakang sejak Mataram Hindu, istilah Mataram sendiri sudah dikenal sejak tahun 732 Masehi. Hal ini ditandai dengan ditemukannya prasati di Gunung Wukir, Desa Canggal, Kecamatan Kadiluwih (Salam), Magelang. Prasasti itu menyuratkan, waktu itu, raja yang memerintah adalah Rakai Sanjaya, atau dikenal juga dengan sebutan Rakai Mataram.

 

Berdasar kontak gaib yang dilakukan penulis, maka, ada 3 tempat yang ikut berperan di daerah itu, Gunung Wukir sebagai tempat pemujaan, Gunung Sari lokasi keraton, dan Gunung Pring sebagai serambi tempat bermusyawarah.

 

Sekitar tahun 1920, diketemukan reruntuhan candi di Gunung Wukir, serta dua buah batu nisan yang agak aneh mengingat ukuran panjangnya melebihi ukuran nisan kebanyakan. Saat kontak gaib terjadi, ternyata, nisan tersebut sekadar tanda bahwa di situ pernah ada dua orang tokoh pelaku sejarah kerajaan yang bersemedi untuk memperoleh wahyu keraton. Keduanya adalah Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adiknya, Bagus Mukmin, yang setelah dewasa bergelar Sunan Prawoto.

 

Adapun Kanjeng Ratu Kalinyamat sendiri dikisahkan pernah memberikan wahyu keraton, diwujudkan dalam bentuk sebuah cincin, kepada Ki Ageng Pemanahan, karenatelah berhasil membalaskan sakit hati dan menuntut balas atas kematian suaminya. Dan khasiat cincin yang mengandung wahyu keraton tersebut adalah mampu menurunkan anak yang akan menjadi raja agung dan terkenal.

 

Penemuan berikutnya secara kongkrit baru terjadi pada tahun 1996 yang lalu, ketika ada seorang pengusaha dari Jakarta yang bermaksud mendirikan sebuah pemancar TV swasta dan berhasil menangkap sinyal yang cukup kuat di sebuah bukit, Gunung Sari, yang letaknya sekitar 2 Km di sebelah barat gunung Wukir. Setelah ditinjau, ternyata, di sana terdapat serakan batu-batu bekas candi bermotifkan aliran Hindu.

 

Adapun di Gunung Pring telah lama menjadi pusat penyebaran agama Islam, dan belum pernah diberitakan adanya penemuan candi dj tempat itu.

 

Suksesi Kepemimpinan di Keraton Demak

 

Suksesi kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang mulus ternyata hanya di dia generasi saja, yaitu raja pertama Raden Patah, dengan gelar Sultan Alam Akbar Al Fatah (1500. 1518) ke puteranya, Raden Pati Unus. Karena raja generasi ke dua ini tidak menurunkan putera dan hanya memerintah selama 3 tahun saja (1518-1521), dan digantikan oleh adiknya, Raden Trenggono (1521-1546). Di masa pemerintahan Trenggono dapat dikatakan kerajaan mengalami puncak kejayaannya, namun setelah itu suksesi tidak lagi berjalan mulus.

 

Hal itu mengingatkan kita pada masa suksesi di kerajaan Singosari, terjadi saling bunuh untuk memperebutkan warisan tahta kerajaan. Pangeran Sedo Lepen dibunuh oleh Sunan Prawoto. Sunan Prawoto dibunuh oleh Harya Penangsang, dan Harya Penangsang dibunuh oleh suruhan dari Ratu Kalinyamat, yaitu Ki Ageng Pemanahan, atau Ki Gede Mataram yang dilakukan oleh puteranya, Raden Sutowijoyo dengan menggunakan pusaka tombak sakti Kanjeng Kyai Plered.

 

Setelah menjadi raja Mataram, Raden Sutowijoyo bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panatagama (panglima dalam peperangan dan pimimpin dalam hal agama). Istilah yang kedua ini memang perlu ditekankan, mengingat sebagian besar rakyat lebih mudah digerakan lewat ajaran-ajaran agama, khususnya Islam.

 

Suksesi Kepemimpinan di Keraton Mataram Islam

 

Suksesi dari raja pertama Panembahan Senopati, ke Pangeran Jolang, puteranya, masih agak mulus. Meski nasib raja kedua, setelah menjabat selama 12 tahun, dengan menggunakan gelar Sultan Ageng Hanyokrowati mengalami nasib tragis. Dibunuh, sewaktu berburu rusa di Panggung Krapyak (tahun 1601-1613). Hingga untuk selanjutnya dia dikenal sebagai Sinuwun Sedo Krapyak.

 

Pada generasi ke-3 di bawah pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) Mataram mencapai klimaks kejayaannya. Dia hampir mampu mempersatukan tanah Jawa, sayang terhambat oleh kekuatan asing, Kompeni Belanda.

 

Jiwa nasionalismenya sangat menonjol, dan merupakan satu-satunya raja di Nusantara yang secara terang-terangan berani dua (bahkan hampir tiga) kali menyerang benteng Pertahanan Kompeni di Batavia.

 

Sayang sukses ayahandanya tidak diikuti oleh sukses putera penggantinya, Sunan Amangkurat Agung (Amungkurat I). Bahkan dalam pemerintahannya, Mataram dapat dikatakan dalam kondisi anti klimaks.

 

Dicatat dalam buku sejarah, bahwa Sinuwun Amangkurat I memiliki sifat bengis, “playboy” dan tidak adil. Dalam masa pemerintahannya, di dalam keraton terjadi pergolakan di antara para ulama selaku penasehat raja, demikian pula dari para sentana yang lain.

 

Bukti kekejamannya, antara lain dengan adanya sebuah makam di Gunung Kelir, dan satu lagi, kompleks pemakaman di Banyusumurup Imogiri. Makam Ki Dalang Panjang Mas di gunung Kelir, Plered, Bantu n Yakni seorang dalang yang sangat terkenal di zamannya, terpaksa dibunuh gara-gara memiliki isteri cantik yang konon dikehendaki oleh Sinuwun.

 

Selanjutnya, setelah berhasil dijadikan selir oleh Amangkurat, namanya diganti dengan gelar yang baru, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mas Malang, kini makamnya ada dalam satu kompleks dengan makam Ki Dalang.

 

Konon ada keajaiban pada waktu jenazah sang selir akan dimakamkan. Semula akan di kubur di luar kompleks makam Ki Dalang, akan tetapi, tiap kali peti jenazah akan dimasukkan ke liang lahat lubang yang telah digali ternyata dipenuhi dengan genangan air.

 

Hal itu terjadi berulang kali, sehingga akhirnya jenazah GKR Mas Malang terpaksa dimakamkan di dalam kompleks makam Ki Dalang. Tetapi letaknya agak jauh. Di bagian bawah makam Ki Dalang.

 

Hingga sekarang lubang calon jenazah tersebut masih tetap lestari, bahkan dipercaya oleh sebagian warga membawa berkah. Airnya dapat dipakai untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.

 

Di tempat lain, di kompleks makam Banyusumurup, Imogiri, ada makam Roro Hoyi, seorang puteri boyongan persembahan Pangeran Pekik dari Surabaya, yang terpaksa bunuh diri karena pernikahannya dengan putera mahkota (Pangeran Adipati Anom) yang bernama Pangeran Tejaningrat tidak disetujui.

 

Hal ini disebabkan karena dia sebenarnya merupakan calon selir juga bagi kanjeng Sinuwun, guna melengkapi koleksi selirnya yang telah ada. (Lebih lengkap periksa Misteri No.370 Hal. 34 berjudul “Kisah Kesetiaan Roro Hoyi”.

 

Semenjak itu, suksesi berupa saling menyerang dan membunuh di antara kerabat keraton terjadi lagi, lebih-lebih ada kekuatan lain yang ikut berpera. Ibarat mengail di air keruh.

 

Setelah terjadi saling serang dan membunuh hingga beberapa generasi, hingga berakhir dengan tamatnya dinasti Mataram pada tahun 1755, setelah menapak hampir selama 170 tahun.

 

Paska Dinasti Mataram Bubar

 

Suksesi di Kasunanan Surakarta yang biasanya berjalan dengan mulus, sayangnya kebiasaan tersebut terusik lagi setelah Sunan PB XII wafat. Kedua puteranya, masingmasing merasa memiliki hak duduk sebagai penganti almarhum ayahandanya. Mereka adalah Mas Ngabehi, yang kini menjadi raja di dalam keraton, dan Pangeran Tejowulan yang menobatkan diri menjadi raja di luar tembok keraton. Keduanya hingga saat ini belum ada yang mau mengalah, masing-masing merasa lebih memiliki alasan dan dukungan yang kuat untuk menggunakan gelar PB XII. Kebetulan, nama Tejowulan di sini mengingatkan kita pada nama Tejoningrat, di awal kerusuhan suksesi dinasti Mataram Islam.

 

Sedang di Ngayogyakarta Hadiningrat, status keistimewaan yang biasanya dikaitkan dengan status raja otomatis menjadi Kepala Daerah (Gubernur), sudah mulai terasa ada hambatan di akhir pemerintahan orde baru yang lalu.

 

Kebetulan Kanjeng Sinuwun HB X yang sekarang tidak memiliki putera terlahir lekaki yang biasanya secara otomatis menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja.

 

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, berawal dari rintisan dari RM Sudjono yang setelah dewasa bergelar sebagai Pangeran Mangkubumi, persis sama dengan gelar Sinuwun HB X setelah diangkat menjadi Pangeran, di mana sewaktu mudanya bernama RM Herjuno Darpito.

 

Sosok ini benar-benar bak orang yang tidak memiliki kepentingan secara langsung tentang hal ini, paling-paling berdoa agar semua permasalahan akan berakhir dengan sebaik-baiknya. menurutnya, kemenangan hanya berpihak pada penciptaan kondisi yang lebih mampu meningkatkan kesejahteraan buat sebagian besar rakyatnya. Wallahu a’lam bissawab. ©️l.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!