Kisah Mistis: MEMBURU PESUGIHAN GOA PANGGUNG
SAAT RITUAL DI GOA PANGGUNG, ARJAT DITEMUI NYI RORO KIDUL YANG MENJANJIKAN AKAN MEMBERINYA UANG SENILAI RP, 2,5 MILYAR. BAGAIMANA KISAH LENGKAPNYA…?
PAGAR ALAM Pananjung yang merupakan obyek wisata yang terletak di Kabupaten Ciamis, tercatat luasnya sekitar 350 Ha. Dan kawasan ini memiliki 37.70 Ha hutan wisata.
Obyek wisata ini cukup terkenal di Jawa Barat, bahkan menjadi daerah tuyuan wsata bagi wisatawan Nusantara maupun wisatawan Mancanegara. Jaraknya dari kota Ciamis sekitar 92 Km, ke arah Selatan.
Selain memiliki pantai dan alam pegunungan cagar alam ini juga dilengkapi dengan kelestarian fauna, seperti banteng, rusa, kera dan satwa lainnya. Di dalam cagar alam ini terdapat mata air Cirengganis yang konon bila mandi di sana bisa membuat orang awet muda.
Di samping itu, di cagar alarn ini terdapat goa-goa alam seperti Goa Lalay, Goa Parat dan Goa Panggung, goa buatan Jepang yang dibangun semasa Perang Dunia ke Il, sekaligus merupakan saksi bisu sejarah sebagai pertahanan pantai dari gempuran tentara sekutu yang datang dan laut.
Di balik keindahan alamnya yang mempesona, sudah bukan rahasia lagi bahwa setiap hutan dan tempat-tempat keramat selalu menyimpan berbagai kisah misteri. Begitu juga dengan cagar alam Pananjung.
Tempat yang dianggap wingit di sin adalah Goa Lalay. Bila kita masuk ke dalamnya harus berlaku sopan, tidak boleh bicara sombong. Hal yang sama berlaku juga di areal mata air Cirengganis.
Yang terakhir adalah di Goa Panggung, tempat yang didnggap paling wingit, karena biasa digunakan meditasi oleh orang-orang yang mempunyai hajat tertentu, terutama yang ingin berhubungan dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Kisah berikut ini merupakan pengalaman sejati seseorang yang pernah mengalami pengalaman gaib setelah yang bersangkutan mengadakan ritual di Goa Panggung. Cukup mendebarkan, sekaligus menyeramkan. Demikian kisahnya…
Karena sudah tidak tahan lagi menanggung beban himpitan ekonomi yang berkepanjangan Arjat, 32 tahun, penduduk kampung Cihideung, Desa Cikatomas, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, akhirnya nekad meninggalkan kampung halamannya. Dia ingin mencari jalan pintas agar kehidupan ruman tangganya terangkat dari keterpurukan.
sebelumnya, Arjat mencari nafkah dengan jalan berjualan buah-buahan. Namun belakangan, usahanya ini selalu merugi. Tragisnya lagi, sisa modal yang ada akhirnya habis semua karena ditipu orang. Karena kondisi inilah dia akhirnya menjadi gelap mata.
Menjelang waktu keberangkatan telah tiba, Arjat mengutarakan maksudnya kepada Pak Suma, Ayahnya, serta mohon doa restunya. Oleh Pak Suma disarankan agar dalam bepergian nanti, Arjat jangan sendirian. Lebih baik jika ada seorang pendamping yang telah berpengalaman, terutama yang sudah mengetahui tempat-tempat yang biasa diziarahi di wilayah Tatar Galuh Ciamis.
Menurut pertimbangan Pak Suma, hanya pak Mandor Ukar Sukaryana-lah yang pantas menjadi pendamping anaknya, karena dia berasal dari Tasikmalaya. Walaupun Pak Ukar sudah puluhan tahun pergi meninggalkan kampung halamannya dan menetap di daerah Bayah, tapi dia juga seorang petualang dalam hal spiritual.
Alasan kedua, di Cibareno, Pak Mandor Ukar dianggap sesepuh oleh masyarakat setempat. Dan yang paling penting lagi, Pak Suma dan Pak Ukar sudah lama bersahabat, walaupun tempat tinggal mereka agak jauh juga karena berbeda kecamatan.
Dari hasil musyawarah antara Pak Suma, Pak Ukar dan Arjat, disepakati bahwa hari baik untuk keberangkatan itu ditentukan pada hari Jum’at. Mereka akan membawa bekal sebesar Rp 1.500.000, yaitu untuk biaya perjalanan pulang pergi, makan serta biaya ritual.
Tujuannya yang pertama ialah menuju Ciamis. Di sana Pak Ukar mempunyai kenalan bernama Pak Hendi. Nanti apabila telah sampai di Ciamis, dia akan berembuk untuk menentukan harus dibawa ke mana Arjat berziarah.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam dari Bayah ke Ciamis, mereka akhirnya tiba di rumah Pak Hendi. Setelah berbasa-basi dan istirahat, Pak Ukar membuka pembicaraan akan maksud kedatangannya. Intinya, dia mengatakan bahwa dirinya bermaksud mencari informasi tempat-tempat keramat atau orang pintar yang sekiranya bisa memberikan solusi untuk masalah perekonomian yang dihadapi Arjat.
“Memang di Kabupaten Ciamis banyak tempat keramat yang biasa diziarahi orang bersih maupun kotor, seperti pesugihan. Namun sebelum kalian melangkah, alangkah baiknya bila kita menanyakan dahulu kepada Orang tua, yaitu Ibu Gandawati. Biasanya setelah seseorang diterawang, Ibu Gandawati akan langsung memberitahu kemana kita harus melangkah. Di samping itu juga tanggal dan tempatnya akan ditunjukkan, Juga hari keberangkatannya sudah ditentukan pula. Kalau sudah mendapat petunjuk begitu, harus kita turuti,” jawab Pak Hendi.
Akhirnya disepakati, malam itu juga mereka pergi ke rumah Ibu Gandawati. Letaknya di Desa Nasol, Kecamatan Cikoneng. Dari hasil terawangan Ibu Gandawati disebutkan bahwa tempat yang cocok untuk diziarahi oleh Arjat ialah Goa Panggung yang ada di areal Cagar Alam Pananjung, Pangandaran. Di goa ini, Arjat diharuskan melakukan ritual selama tiga hari tiga malam, sampai ada petunjuk gaib datang. Hari keberangkatannya juga ditentukan, yaitu pada hari Sabtu, karena pada malam Minggunya harus sudah melaksanakan ritual.
Esok harinya, kira-kira pukul 07.00 WIB, dengan diantar Pak Hendi, Arjat berangkat ke Pangandaran. Sedangkan Pak Ukar tidak ikut mengantar karena kondisi fisiknya telah tua. Ia memilih istirahat di rumah Pak Hendi.
Sesampainya di Pangandaran, mereka langsung menemui Pak Agus. Dia adalah orang kepercayaan juru kunci Goa Panggung. Setiap peziarah yang datang dan mempunyai maksud melaksanakan ritual di Goa Panggung, Pak Agus-lah yang melayaninya.
Setelah Arjat secara panjang lebar mengutarakan maksudnya, dia kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 500.000,untuk pembelian bahan-bahan sesaji. Sesaji itu harus lengkap, karena kalau ada yang kurang satu macam saja, jangan harap bisa berhubungan langsung dengan penguasa Kerajaan Gaib Laut Selatan.
Di samping itu, selama melakukan ritual, pikiran harus benar-benar konsentrasi dan hati harus bersih dari sifat ujub, ria, takabur maupun sombong. Begitu pula selama ritual, harus melaksanakan puasa ngebleng.
Kira-kira pukul 21.00 malam minggunya, Arjat dibawa oleh Pak Agus masuk ke dalam Goa Panggung. Dalam kegelapan malam, di tengah-tengah lebatnya hutan Cagar Alam Pananjung, mereka menyusuri jalan setapak menuju goa itu. Dengan diterangi sebuah lampu senter, mereka merayap naik turun menyelusuri bukit karang terjal, yang di bawahnya tak hentihentinya irama ombak berdebur.
Setelah sekian lama menelusuri bukit, mereka sampai di mulut Goa Panggung, yang letaknya di sebelah tenggara ujung Pananjung menghadap ke laut lepas. Goa yang satu ini sebenarnya jarang dikunjungi orang karena letaknya cukup jauh. Lagi pula jalan menuju lokasi sulit dijangkau.
Keunikan di dalam goa ini, ada suatu tempat yang cukup lebar dan rata serta letaknya lebih tinggi dari permukaan dasar goa. Bentuknya seperti panggung. Mungkin karena itu makanya terkenal dengan nama Goa Panggung.
Menurut legenda, tempat ini merupakan petilasan Mbah Jagad Lautan atau yang disebut Kyai Pancing Bener. Dia putera Nyai Dewi Roro Kidul yang ditugaskan untuk menjaga lautan di kawasan Jawa Barat.
Di tempat mirip panggung inilah Pak Agus menata sesajinya, serta menyampaikan hajatnya mewakili Arjat, yang ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Mantera-mantera dalam bahasa Sunda Buhun terdengar meluncur fasih dari mulut Pak Agus. Asap kemenyan tak hentihentinya mengepul, menebar ke setiap lorong-lorong goa.
Setelah selesai dengan ritual “ngujubkeun” yaitu menyibak tirai alam gaib, selanjutnya Pak Agus memberikan petunjuk terakhir kepada Arjat, terutama sekaitan dengan apa yang harus dilakukan, serta pantangan yang tidak boleh dilanggar.
“Ingat, melanggar salah satu pantangan, berarti kegagalan yang harus diterima,” tegas Pak Agus. Dia juga mengingatkan bahwa biasanya sebelum petunjuk datang akan didahului oleh godaan. Apabila datang godaan yang bentuknya seseram apapun jangan sekalikali lari meninggalkan tempat. Karena itulah mental harus benar-benar sudah siap.
“Pada dasarnya, godaan itu merupakan ujian mental belaka, karena sama sekali tidak membahayakan, kata Pak Agus lagi. Dia juga mengingatkan, bahwa Arjat telah “dititipkan” kepada seluruh penghuni gaib baik yang ada di darat maupun di laut, yang berada di sekitar goa.
Cukup menantang, memang. Sebab, beberapa meter dari mulut goa ada jurang yang dalam, yang di bawahnya lautan dengan ombak nya ganas, siap menyeret siapa saja yang jatuh. Ritual harus dilakukan selama tiga hari tiga malam berturut-turut. Dan selama itu Arjat harus ada di dalam goa. Setiap pagi akan dikontrol keberadaannya oleh Pak Agus.
Begitu selesai memberikan petunjuk, Pak Agus segera meninggalkan goa, dengan diikuti oleh Hendi. Sementara itu Arjat ditinggal sendiri…
KEESOKAN harinya, yaitu pada hari Minggu, kira-kira pukul 07.00 pagi, Pak Agus dan Hendi sudah berkemas-kemas untuk melihat Keadaan Arjat. Sesampainya di lokasi, mereka berdua dibuat kaget. Apa yang terjadi? Ternyata, Arjat tidak ada di tempatnya. Yang ada hanya sesaji yang berserakan, sedangkan Arjat bagai raib ditelan bumi.
Melihat kenyataan ini, kepanikan langsung melanda mereka berdua. Jangan-jangan, Arja jatuh ke jurang akibat tidak tahan menghadaj godaan? Atau, dia berniat mau pulang namur tersesat di tengah hutan?
Pertanyaan itu tidak bisa mereka jawab. Untuk memastikan kemana hilangnya Arjat, Pak Agus menyuruh Hendi pulang lagi ke rumahnya. Di samping berharap semoga Arjat sudah ada di sana, dia juga meminta agar Hendi mengambil lampu senter, sekaligus meminta bantuan tetangganya untuk mencari Arjat.
Arjat ternyata tak ada di rumah Pak Agus. Hendi kembali dengan beberapa orang tetangga Pak Agus. mereka akhirnya menyurusi setiap lorong yang ada di dalam Goa Panggung, dan memeriksanya secara cermat, kalau-kalau Arjat pingsan atau menemui kecelakaan dan tergeletak di sana.
Semua lorong yang ada di dalam goa diperiksa, namun Arjat tidak diketemukan. Pencarian dialihkan keluar goa dengan menyisir tebing-tebing di sepanjang pantai. Namun usaha inipun tidak membuahkan hasil.
Karena hari telah senja, maka pencarian ditunda, dan akan dilanjutkan esok hari. Pada pencarian kedua, yaitu hari Senin, melibatkan banyak orang lagi. Mereka dengan suka rela ikut menjelajahi hutan dan pantai dengan harapan bisa menemukan Arjat. Celakanya, meski semua tempat yang dicurigai telah didatangi, termasuk gua-gua lainnya seperti Goa Lalay dan Goa Parat, namun jejak Arjat sama sekali tak terendus.
Sampai hari ketiga, Pak Agus dan Hendi yang dibantu masyarakat setempat terus mencari dengan tidak mengenal lelah dan putus asa. Malah sekarang pencarian itu jangkauannya lebih diperlebar lagi. Penyisirai dilakukan sampai ke Pantai Timur melalui Bat Layar.
Sementara itu Pak Agus, orang yang bertanggung jawab atas keselamatan para penziarah kelihatan sangat cemas. Baru kali ini dia mengalami pengalaman semacam ini, sampai dia dibuat pusing tujuh keliling.
Di hari ketiga, Hendi sendiri memutuskan tidak akan ikut dalam pencarian. Karena panik dia berniat segera pulang ke Ciamis untuk memberitahu Pak Ukar bahwa Arjat mendapat musibah.
Sesampainya di Ciamis, Pak Ukar sendiri sempat shock mendengar kabar yang disampaikan oleh Hendi. Bagaimana tidak akan panik, karena ayahnya Arjat sudah mempercayakan penuh kepada dirinya.
Hari itu juga Pak Ukar minta diantar oleh Hendi untuk bertemu Pak Agus dan meminta keterangan darinya. Dari hasil pertemuan dengan Pak Agus, diperoleh informasi bahwa menurut hasil terawangan dan konsultasi dengan Penguasa Kerajan Gaib Laut Selatan, didapat keterangan bahwa Arjat tidak diambil namun sedang diberi tugas. Nanti pun Arjat bakal ketemu lagi.
Begitu mendengar keterangan dari juru kunci, Pak Ukar tetap merasa khawatir. Andaikan sudah sekian hari Arjat belum juga ketemu dan kemudian hal ini diberitahukan kepada Pak Suma, ayahnya, kemudian Pak Suma tidak bisa menerima kenyataan, sudah barang tentu dirinya bakal berurusan dengan pihak kepolisian.
Didorong oleh rasa penasaran, sepulangnya dari Pangandaran sore itu juga Pak Ukar dengan Hendi menemui seorang paranormal di Desa Ciharalang. Pak Edi, namanya. Setelah sekian lama Pak Edi melakukan meditasi di kamarnya, dia menjelaskan bahwa Arjat telah pulang ke Bayah. Kepulangannya pada malam itu juga. Ya, malam Minggu dini hari.
“Bagaimana hal ini bisa terjadi sedemian cepat?” Tanya Pak Ukar.
“Kalau Bapak tidak percaya, silahkan susul ke Bayah malam ini juga,” demikian penegasan Pak Edi.
Karena ingin membuktikan kebenaran dari hasil terawang Pak Edi, malam Kamis dini hari Pak Ukar pulang naik Bis Malam jurusan Banjar Jakarta. Dari Cianjur dia akan naik bis jurusan Pelabuhan Ratu, karena berharap tiba di Bayah hari masih siang, sehingga dia akan langsung menanyakan keberadaan Arjat di rumahnya, di Desa Cikatomas.
Sekitar pukul 05.00 sore harinya, Pak Ukar baru Sampai ke rumahnya. Dengan tidak mengenal lelah dia langsung menuju rumah Arjat. Aneh sekali, begitu sampai ke halaman rumah Arjat, ternyata Arjat sedang duduk di teras rumahnya.
Begitu melihat Arjat, Pak Ukar langsung memeluknya erat-erat. Saking gembira bercampur rasa haru, Pak Ukar berbicara sambil terbata-bata, “Ba… bagaimana sih kamu sampai tega-teganya pulang meninggalkan Bapak tanpa memberitahukan lebih dahulu. Kau tahu, juru kunci beserta masyarakat di sana mungkin sampai hari ini terus mencari kamu. Begitu pula Bapak dan Hendi, dibuat kalang kabut dengan hilangnya kamu. Sedangkan kamu sendiri enakenak saja di sini tanpa ada fasa salah sedikitpun!
Arjat kemudian menjawab, “Tenang dahulu, Pak, akan saya jelaskan persoalannya supaya Bapak mengetahui kejadian yang sebenarnya sehingga saya pulang lebih dahulu.”
Kejadian ini semata-mata bukan kehendak saya. Malahan saya sendiri yang mengalaminya sampai saat ini dibuat heran karena peristiwa ini sulit diterima akal sehat. Namun kenyataannya demikian, bukan direkayasa atau mengada-ada.
Lebih lanjut, begini cerita Arjat ….
Dirinya mulai masuk Goa Panggung sekitar pukul 21.00, pada malam Minggu. Setelah selesai memberikan petunjuk, Pak Agus dan Hendi pulang. Setelah mereka pergi, Arjat menenangkan pikiran dan langsung kosentrasi sambil merapalkan mantra pemanggilan untuk Ratu Pantai Selatan.
Benar juga apa yang dikatakan oleh Pak Agus. Setelah saya merapalkan mantra pemanggilan itu, beberapa jam kemudian, tiba-tiba dari tengah laut ada seberkas sinar memancar ke udara, sehingga mulut Goa Panggung jadi terang-benderang.
Berbarengan dengan itu terdengar angin menderu, disertai deburan ombak yang menggelegar, menghantam batu karang, seolah-olah goa akan runtuh dibuatnya.
Tak lama kemudian Arjat mendengar suara ringkikan kuda serta gemerincingnya genta kuda, seolah sebuah kereta kencana hendak berhenti. Disambung kemudian dengan suara kaki kuda dalam jumlah yang sangat banyak.
Beberapa saat kemudian pandangan Arjat tertuju kepada sebuah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Ya, tak jauh di depannya Arjat melihat seseorang telah berdiri. Dia adalah seorang wanita yang tinggi semampai berbusana serba hijau serta memakai mahkota kerajaan. Kecantikannya sulit diuraikan dengan kata-kata, sebab begitu sempurna.
Sementara itu, di belakang sang ratu yang maha cantik berbaris dayang-dayang pengiring, serta beberapa pengawal lelaki yang wajahnya seram menakutkan. Karena takzim dan takut, sekujur tubuh Arjat gemetaran dibuatnya.
Dalam saat-saat yang menakutkan itu, terbersit sebuah pertanyaan dalam hati Arjat, “Inikah yang disebut Kanjeng Ratu Kidul itu?”
Aneh, seperti mengetahui akan isi hatinya, maka spontan saja sang dewi menjawab sambil tersenyum, “Betul Arjat. Aku ini Ibu Dewi.”
Kemudian sana Dewi melanjutkan kembali pembicaraannya, “Persembahanmu kepadaku telah aku terima, dan permohonanmu aku kabulkan. Lihatlah ini, dalam kopor kulit yang dibawa dayangku ini sekarang ada uang berjumlah dua setengah milyard. Ini milik kamu. Sayangnya uang tersebut tidak bisa diberikan sekarang, karena yang menjadi hambatan adalah ayahmu sendiri. Tanpa sepengetahuan kamu, dia telah berguru kepada seorang Puun di Cikartawana Baduy Jero (Baduy Dalam). Maksudnya tiada lain ingin menolong kamu dari keterpurukan.”
Arjat diam seribu bahasa. Namun, dia melihat dengan jelas salah seorang dayang sang dewi membawa koper besar itu.
Sementara itu, sang Dewi kembali melanjutkan, “Untuk menentukan bisa atau tidaknya uang ini aku serahkan kepadamu… tapi tunggu dahulu, aku akan berhubungan dahulu dengan Puun itu”
Begitu selesai bicara demikian, hanya sedetik kemudian Ibu Dewi sudah hilang dari pandangan mata Arjat, dan dia cuma bisa melongo.
Anehnya, selang beberapa menit kemudian, ketika Ajat telah kembali berkonsentrasi dalam semedinya, tiba-tiba dia melihat Ibu Dewi sudah berdiri lagi di hadapannya.
Lalu, dengan tutur kata yang lemah lembut dia berkata, “Arjat, uang ini sudah milikmu. Puun di Cikartawana mengatakan tidak berkeberatan apabila uang tersebut diserahkan kepadamu. Tapi tidak sekarang, sebab ada persyaratan yang harus kamu penuhi, yaitu, Pertama, kamu harus melaksakan puasa selama tiga purnama (tiga bulan) terturut-turut. Setiap bulannya, selama tujuh hari, sehingga jumlahnya yang tiga purnama itu jadi 21 hari. Kedua, selama kamu puasa dan setelah tamat puasa seluruhnya, kamu tidak boleh memanggil-manggil diriku lagi. Ketiga, bilamana selesai puasa, secepatnya kamu datang lagi ke tempat ini, baru uang itu akan diserahkan kepadamu. Apakah mengerti penjelasanku ini, Arjat?”
Mendengar pertanyaan itu Arjat cuma mengangguk, kemudian mengucapkan terima kasihnya dengan suara yang berat karena takzim dan takut.
Ibu Dewi kemudian berkata lagi. “Sekarang malam ini juga kamu boleh pulang, Arjat! Supaya cepat sampai ke rumahmu, aku telah sediakan kendaraan untukmu, dan kepulanganmu nanti diantar oleh Nyi Mas Pandang Larang. Mari ikut aku!”
Bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya Arjat bangkit dan menuruti saja perintah Ibu Dewi itu. Aneh sekali, di depan goa telah menunggu bis Aladdin Expres jurusan Banjar Jakarta. Arjat sulit percaya. Namun, dia tidak sempat lagi berpikir bagaimana bis itu bisa sampai di mulut Goa Panggung yang letaknya berada di dalam hutan dan di ketinggian, sungguh tidak masuk akal! Namun, saat Arjat hanya mereka-reka bahwa bis itu telah disiapkan untuk membawanya pulang ke Bayak.
Setelah dia mengucapkan terima kasih dan mohon diri, Arjat langsung naik ke dalam bis itu. Di sana, dia ditemani oleh seorang gadis yang tak kalah cantiknya dengan sang dewi. Mungkin, gadis inilah yang disebut Nyi Mas Pandang Larang.
Selama perjalanan, yang membuat Arjat heran dan tak habis pikir, laju bis tersebut kencang sekali. Bis serasa melesat di udara karena tidak terasa getaran sama sekali, tanpa ada belokan, tanjakan maupun turunan. Anehnya lagi, Arjat melihat para penumpang yang lain tidur semua, kecuali Nyi Mas Pandan Larang yang ada di sebelahnya. Namun gadis ini tidak sedikitpun bicara. Hanya aroma parfumnya saja yang tercium begitu lembut, wangi tiada bandingannya bila dibandingkan dengan parfum yang paling mahal sekalipun.
Sekitar dua jam kemudian, Arjat merasakan bis berhenti. Kemudian, Nyi Mas Pandan Larang mempersilahkan dirinya untuk turun. Ketika melihat keluar, ternyata sudah sampai di Terminal Pelabuhan Ratu. Arjat terperanjat ketika melihat jam baru pukul 03.00 dinihari. Keadaan di terminal tentu saja masih sangat sepi.
Setelah Arjat mengucapkan terima kasih dan menyampaikan kata-kata perpisahan dengan Nyi Mas Pandan Larang, bis kembali melanjutkan perjalanan. Entah ke mana?
Sambil menunggu siang dan menunggu bis jurusan Bayah, Arjat duduk termenung sekian lama, mengingat kembali kejadian aneh yang baru dialaminya. Antara percaya dan tidak, yang jelas kejadian tersebut bukan mimpi, tapi benar-benar dalam keadaan sadar. Dia masih ingat betul bahwa pukul 21.00 WIB tadi malam, dirinya ritual di goa, dan sekitar pukul 01.30 dinihari dirinya ditemui oleh Ibu Dewi, dan kini dia sudah ada di terminal Pelabuhan Ratu.
Arjat menyadari betul dengan dipulangkannya dirinya ke Bayah, tanpa sepengetahuan juru kunci, Pak Ukar dan Hendi, pasti mereka kebingungan. Mereka pasti akan mencarinya. Sungguh, Arjat merasa kasihan kepada mereka. Mereka tentu beranggapan bahwa dirinya jatuh ke jurang lalu terseret ombak ke tengah laut. Atau, mereka akan menganggap dirinya telah diambil oleh makhluk halus.
“Yang jelas kepulangan saya adalah atas kehendak Ibu Dewi sendiri, sama sekali bukan kehendak saya. Maafkan saya Pak Ukar, karena saya telah merepotkan Bapak,” ucap Arjat di akhir ceritanya.
Begitu Arjat selesai menceritakan pengalamannya dengan panjang lebar, akhirnya Pak Ukar dibuat bengong karena tak menyangka sama sekali akan terjadi peristiwa semacam itu. Ya, sebuah kejadian yang sulit dipercaya dan dicerna oleh akal sehat. Tapi, begitulah kenyataannya.
Untuk melaksanakan perintah Ibu Ratu, selang beberapa hari kemudian, Arjat mulai melaksanakn puasa selama tujuh hari, disambung pada bulan berikutnya sehingga pada bulan ketiga dia telah menyelesaikan puasa selama 21 hari.
Namun anehnya, begitu dia selesai puasa, bukannya dia kembali lagi ke Goa Panggung sebagaimana pesan Ibu Ratu tiga bulan yang lalu, untuk menerima uang tersebut, dia malahan merapalkan mantera pemanggilan setiap malam di rumahnya dengan harapan uang itu dapat diserahkan di rumah saja.
Aneh lagi, Arjat kini malah tergiur mencari batu Merah Delima untuk memenuhi pesanan seorang kolektor di Jakarta, yang katanya sanggup membeli hingga milyaran rupiah bila batu tersebut benar-benar asli dan bisa dibuktikan keampuhannya.
Sampai sekarang uang yang dijanjikan sebesar dua setengah milyar itu tidak kunjung datang, karena Arjat sendiri telah mengingkari janjinya.
Entah apa sebabnya, mungkin saja dia masih trauma dengan kejadian tiga bulan lalu itu. Begitu pula ikhtiar mencari batu merah delima tidak semudah yang dibayangkan olehnya, karena jenis batu tersebut sangat langka sehingga sulit untuk didapat.
Akhirnya, kedua ikhtiar itu kandas di tengah jalan. Tak satupun yang bisa terwujud sebagaimana yang diharapkan. Cita-cita ingin mengubah nasib dengan cara irasional maupun rasional semuanya mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan berbeda.
Persekutuan dengan gaib, nyawa sebagai taruhannya. Sedangkan perburuan barangbarang antik seperti Merah Delima, sepintas memang menggiurkan. Namun jika kurang hatihati dan waspada, kerugian yang akan diderita. Mengapa? Karena biasanya usaha semacam ini sangat kental dengan penipuan.
Memang, manusia diwajibkan untuk berikhtiar, sedangkan yang menentukan berhasil atau tidaknya terpulang lagi kepada Sang Maha Penentu Allah SWT. Wallahu a’lam bissawab. ©️.

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!