Ngaji: UMAR BIN ABDUL AZIZ SANG KHALIFAH SUFI

0
3

Ngaji: UMAR BIN ABDUL AZIZ SANG KHALIFAH SUFI

Dalam sejarah dunia Islam, ada satu negarawan yang selalu dikenang dan diteladani. Tak berlebih jika dia menyandang sebagai Khalifah Rasulullah yang kelima, setelah 4 Khulafaur Rasyidin yang menjadi sahabat Nabi SAW. Dialah Khalifah Umar bin Abdul Aziz…

 

Walaupun Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak hidup pada masa diturunkannya wahyu, namun dia coba memindahkan masa wahyu itu pada masanya, yaitu masa-masa yang penuh dengan kegelapan, penindasan dan diwarnai oleh fanatisme yang membabi buta.

 

Umar adalah putera dari Abdul Aziz bin Marwan dan Ummi ‘Ashim. Dia dibesarkan di Madinnah dalam asuhan dua keluarga yang tabiatnya sangat kontradiktif. Di satu pihak, dia adalah keturunan Umar bin Khatab, dengan garis keturunannya yang terkenal taat dan tagwa. Sedangkan di pihak lain, dia merupakan keturunan keluarga Umayyah dengan garis keturunan yang ekstrim dan tidak mempedulikan agama dan kesucian.

 

Umar bin Abdul Aziz menerima suksesi kepemimpinan Dinasti Umayyah tepat hari Jum’at 10 Shafar tahun 99 H, setelah Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik meninggal dunia. Penyerahan kekuasaan dilakukan melalui surat wasiat, yang dibacakan di depan umum, yakni seluruh anggota Bani Marwan, para pendukung Khalifah Sulaiman, dan beberapa tokoh penting masyarakat.

 

Sejak saat itu, Umar bin Abdul Aziz yang sebelumnya pada masa Khalifah AlWalid bin Abdul Malik pernah menjabat sebagai Gubernur Madinnah, resmi menjadi Khalifah.

 

Pada mulanya Umar menolak penunjukkan dirinya karena keputusan ini diambil tanpa ada konsultasi dengan dirinya, bahkan dia mempersilahkan untuk memilih selain dirinya. Akan tetapi rasa kepercayaan rakyat yang begitu besar membuatnya tak bisa menolak. Dengan diawali mengucapkan kalimat Istirja (Inna lillaahi wa inna ilaihi raji’un), Umar akhirnya menerima jabatan Khalifah.

 

Seperti seseorang mendapat musibah, Umar menerima jabatan itu. Padahal pada waktu itu mungkin hingga sekarang, untuk menduduki sebuah jabatan harus diperjuangkan dengan pelbagai cara agar bisa memegang kekuasaan, Dan kelak bila kemenangan diraih maka patut disambut dengan sukacita, peluk cium tepuk tangan, bahkan pesta-pesta.

 

Umar menyadari suatu kekuasaan tidaklah membuat ia gembira, akan tetapi kekuasaan adalah suatu beban tanggung jawab yang besar, ia menjelaskan:

 

“Dengan memegang kendali pemerintahan, sebagai pemimpin paling puncak, aku sekarang harus peka terhadap kehendak dan kepentingan umat. Meskipun mereka tidak terang-terangan menyampaikan keluh kesah kehidupan kepadaku, tapi aku harus lebih dulu mengetahui aspirasi mereka.

 

Karena aku menjabat atas amanat mereka, dan atas perkenan Allah SWT. Sedangkan antara mereka dengan Allah SWT, tak ada tabir penghalang. Mereka setiap saat bebas mengadukan segala kebaikan atau kejelekanku, kepada Allah Ahkamul Hakimin. Masya Allah! Bagaimana aku tidak sedih?”

 

Dalam pidato pertama setelah menjabat Khalifah, tergambar akan ketakutan dirinya terhadap Allah SWT: “Aku tekankan kepada kalian agar selalu bertakwa kepada Allah, karena sesungguhnya takwa adalah pengganti sesuatu. Tidak ada yang dapat menggantikan takwa kepada Allah”.

 

Berusahalah untuk kepentingan akhirat kalian, karena orang berusaha untuk kepentingan akhiratnya akan Allah cukupi urusan dunianya. Sering-seringlah ingat mati, dan bersiaplah sebaik mungkin-sebelum ia menimpa kalian.

 

Sungguh celaka orang yang jarang ingat mati. Umat nanti tidak akan berselisih mengenai Tuhan, Nabi dan kitabs suci AlOur’an. Tetapi mereka berselisih soal uang. Demi Allah, aku tidak akan memberi atau menolak seseorang secara tidak benar.”

 

Dari Diri Sendiri

 

Sebelum mewujudkan niatnya merubah tatanan pemerintahan dan memberantas kebatilan-kebatilan sampai ke akar-akarnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, memulai dari diri dan keluarganya sendiri.

 

Sebagai bukti tekadnya, segala kemewahan yang melekat pada dirinya ia tanggalkan sekaligus kebiasaan yang serba gemerlap pun dihapuskan. Bahkan fasilitas negara untuk seorang Khalifah pun yang semula terkesan agung dan menawan dibuat menjadi amat sederhana untuk dirinya.

 

Apa yang mendorong akan perubahan

 

Hal itu terletak pada satu hal, yang ada di benaknya yaitu Tanggung Jawab Pemerintahan dan menjunjung tinggi tugasnya.

 

Umar berprinsip bahwa para penguasalah yang harus lebih dahulu berubah menjadi baik, baru kemudian rakyat. Jika itu terwujud, maka keadilan menjadi tanggung jawab bersama. Abadilah seorang penguasa berdosa karena melakukan suatu kedzaliman, maka rakyat juga ikut berdosa, jika mereka tidak mau mengontrol dan mengawasinya.

 

Bahkan menurutnya, rakyat yang tidak mau melakukannya berhak dikenai sanksi hukuman, apabila jika mereka tidak mengingkari kemaksiatan atau kedzaliman yang dilakukan penguasa.

 

Hal ini menjadikan suatu kesusahan dan kegundahan bagi sebagian bawahannya yang sudah terbiasa dengan cara-cara kotor untuk memperoleh sumber pendapatan yang lain, seperti Tip dan Pungli. Umar yang peka akan sikap para bawahannya itu, segera membebas tugaskan mereka.

 

“Aku dulu dilahirkan ke dunia sendirian, dan akan kembali ke akhirat sendirian.

 

serta mempertanggung jawabkan amalamalanku di depan Mahkamah Allah sendiri pula. Bagaimana pula aku harus membela nasib para ajudan dan pengawalku kelak?” Ujar Umar.

 

Kemudian Umar menoleh kepada isterinya. la mengajak dialog dari hati ke hati.

 

“Isteriku,” kata Umar yang dipenuhi dengan rasa sayang.

 

“Engkau tahu, bagaimana cara mendapatkan uang, emas, permata, itu dulu, dan dari mana kita memperolehnya. Engkau sekarang boleh memilih, apakah akan tetap hidup bersamaku dengan segala kesederhanaan sebagai pemimpin pembela umat, atau berpisah denganku karena ingin tetap bergelimang harta?”

 

Fathimah, sang isteri, memilih tetap setia mendampinginya, dan segera menyerahkan segala kekayaannya ke kas negara. Kekayaan-kekayaan lain berupa gedung, tanah kebun, yang diperoleh sebagai hadiah ketika menjadi gubernur, juga dilucuti sendiri.

 

“Aku meragukan kehalalan semula itu. Jabatanku sebagai gubernur, memungkinkan aku mendapat harta benda secara mudah dari orang-orang yang membutuhkan tandatanganku untuk kepentingan bisnis dan lain-lain,” begitu pengakuan Umar.

 

Di samping itu, Khalifah Umar juga mengembalikan harta negara yang selama puluhan tahun dirampas anak cucu dan kroni Khalifah dari Bani Umayyah yang notabene adalah keluarga besarnya. Di depan sanak keluarga dan tokoh-tokoh masyarakat, Umar menetapkan dengan kata-kata tegas:

 

“Khalifah-khalifah sebelumku, telah memberikan harta benda kepada anakanak mereka, kerabat-kerabat dan kolegakoleganya. Sesungguhnya harta benda itu tidak patut diwariskan atau dihibahkan, karena sumber perolehannya tidak adil dan tidak hak.

 

Maka aku putuskan, semua harta benda itu diambil alih oleh hakim, untuk diteliti asal-usulnya. Jika diketahui hasil rampasan, dikembalikan kepada pemiliknya yang sah. Yang merupakan hadiah, dimasukkan ke kas negara, karena batal kepemilikan seorang pejabat yang menerima hadiah. Tak peduli siapa yang memberikannya, dan siapa yang menerimanya.”

 

Reaksi dari kaum kerabat pun semakin keras, setelah harus kehilangan fasilitas, hak-hak istimewa yang melekat pada mereka pun dicopotnya.

 

“Kaum’ kerabat khalifah tidak pantas menguasai tanah-tanah dan sumber penghasilan besar, sementara rakyat banyak lebih membutuhkannya. Hal itu akan memperluas jurang sosial antara elit politik dengan rakyatnya sendiri.“ Itulah Umar.

 

Tetapi Umar bersikukuh. Hingga ia berkali-kali menegaskan dengan membaca OS. Yunus 15: Inni akhafu in ashaitu Rabbi adzaba yauminadzim (Aku takut durhaka kepada Allah, takut mendapat azab pada hari Agung).

 

Secara terang-terangan kaum kerabatnya, merasa rugi mempunyai saudara semacam Umar. “Orang laiin yang punya saudara menjadi penguasa, hidupnya bertambah senang. Sedangkan kita, menjadi miskin, karena fasilitas kita dicabut dan kegiatan bisnis kita dibatasi. Tak salah kita menganggap Umar sebagai penguasa dzalim.”

 

Mendengar itu Umar segera menangkis, “Jika aku disebut dzalim karena melarang kaum kerabatku berbisnis dengan berlindung di balik kedudukanku sebagai Khalifah, Insya Allah, aku termasuk orang yang mulia dihadapan Allah. Jika aku disebut dzalim karena memihak kaum fakir miskin dan membatasi eksploitasi ekonomi dan politik kaum pedagang besar, Insya Allah, aku berada pada barisan para nabi, para syuhada dan para shiddigin, dan terhindar dari godaan syaitan yang terkutuk.

 

Jika aku disebut dzalim karena membasmi nepotisme, mengembalikan sesuatu pada tempatnya dan mengikis habis korupsi, Insya Allah, aku termasuk orang yang menegakkan keadilan dan kebenaran semata-mata karena Allah.

 

Bukan karena jabatan dan bukan karena dukungan kaum kerabat. Umat adalah tanggung jawabku, sedangkan kalian hanya sebagian kecil dari umatku yang harus ku pertanggung jawabkan pula. Maka aku meminta kalian menjauhi perkara yang akan memberatkan tanggung jawabku dan tanggung jawab kalian.”

 

Sistem Pemerintahan

 

Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz tidak lengah, ia tidak segan-segan melakukan teguran kepada para pejabat yang diketahui melakukan kemunkaran dan tindakan kasar pada rakyat.

 

la berusaha mengembalikan hak asasi rakyat yang tertindas, juga meminta rakyat untuk mengungkapkan ketidak adilan yang pernah menimpa mereka untuk kemudian masalahnya diproses secara hukum.

 

Seperti pada Yahya al Ghassani, Gubernur Moushal yang bersikap keras terhadap rakyat dengan menggunakan pedang, dimarahinya. Umar menyatakan :

 

“Perlakukan rakyatmu seperti yang diajarkan oleh agama. Jangan menuduh mereka melakukan tindakan kejahatan tanpa bukti atau sanksi. Kalau kebenaran tidak bisa membuat baik akhlak mereka, itu berarti di mata Allah mereka memang orang-orang jahat.”

 

Kepada para pegawai dan penguasa, Umar berani memperingati dengan ucapan yang singkat dan pedas,

 

“Saudara-saudara sekalian! Sungguh aku tidak pernah memohon jabatan Khalifah ini kepada Allah, apalagi kepada sesama manusia. Siapa di antara kalian yang merasa tidak suka atas jabatan yang aku percayakan, sekarang juga silahkan mundur! Atau aku yang mundur!”

 

Bisnis Pejabat

 

Kepada para pejabat di daerah kekuasaannya, Umar memberi instruksi jelas dan tegas: Haram melakukan bisnis, baik dilakukan sendiri maupun oleh sanak keluarga, kenalan dan konco-konconya. la menulis kepada para Gubernur:

 

“Aku berpendapat, seorang pejabat negara tidak pantas terlihat urusan perdagangan. Bahkan tidak halal sama sekali. Secara logika saja, jika seorang pejabat berbisnis, ia akan mudah melakukan monopoli, yang berakibat merusak sendi-sendi ekonomi negara yang harus bertumpu pada kejujuran dan keadilan. Sekalipun ia berusaha keras menjaga agar tidak terjadi monopoli, kolusi dan kronisme, tetapi hal itu akan timbul jika ia terlibat dalam urusan bisnis, langsung atau tidak langsung.”

 

Kamtibmas

 

Hasil kerja keras Umar bin Abdul Aziz yang berorientasi. kepada kepentingan umat, adalah sebuah negara yang aman tentram. Kamtibmas terwujud dalam kenyataan. Bukan hanya semboyan hampa. Seluruh pejabat dan penguasa ditekankan agar berlaku adil kepada rakyat dan menepati setiap janji.

 

Untuk menggambarkan situasi saat itu. Seorang sufi, Malik bin Dinar pernah mengatakan: ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, seorang anak pengembala domba di puncak gunung suatu hari bertanya kepada ayahnya,

 

“Ayah, siapakah nama Khalifah yang sekarang memimpin rakyat?”

 

“Umar bin Abdul Aziz,” jawab sang ayah. “Memang, mengapa, Nak?”

 

“Ia baik sekali. Domba-domba kita jadi aman,” jawab si anak denga polos.

 

Tepat pada bulan Rajab tahun 101 H. Umar bin Abdul Aziz telah tuntas mengemban amanat sebagai khalifah, ia meninggal dunia dalam keadaan Ridha. Masa kekhalifahannya adalah 2 tahun 5 bulan.

 

Meskipun hanya sekejap, kemajuan dalam segala bidang dapat benar-benar dicicipi dan dirasakan oleh semua lapisan penduduk. Bukan pembangunan yang hanya mengejar angka pertumbuhan dan menciptakan kepincangan sosial.

 

Kemajuan pembangunan ini tampak dari kehidupan penduduk semakin kaya dan makmur, karena sektor usaha mendapatkan keuntungan yang melimpah ruah. Hanya dua setengah tahun, singkat tapi indah.

 

Itulah reformasi gaya Umar bin Abdul Aziz. Walaupun hal itu muskil untuk ditiru pada zaman ini, namun sangat: bagus ditiru negara kita yang memerlukan sosok negarawan yang mampu membawa reformasi yang adil dan bebas tidak menjadi reformasi yang kerdil dan kebablasan. (Disarikan dari berbagai sumber terpilih). Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!