Kisah Mistis: MENGHADIRKAN ARWAH GAJAHMADA, BAHAS PERANG BUBAT

0
16

Kisah Mistis: MENGHADIRKAN ARWAH GAJAHMADA, BAHAS PERANG BUBAT

Lewat sebuah ritual gaib, sekelompok paranormal coba menghadirkan arwah Patih Gajah Mada. Maksudnya untuk meminta keterangan ihwal tragedi Perang Bubat yang berlangsung pada 1357 M. Informasi apa yang diperoleh lewat ritual gaib tersebut? Benarkah Gajah Mada aktor dari tragedi yang sangat menyakitkan bagi orang Sunda itu…?

 

Di artikel sebelummya, kami telah membeberkan pengakuan dari arwah Citraresmi Dyah Pitaloka, puteri kerajaan Sunda yang menurut sejarah tewas terbunuh dalam Perang Bubat. Uniknya, menurut pengakuan arwah sang putri, ternyata apa yang disebut sebagai Perang Bubat itu sama sekali tidak ada. Dengan pengertian lain, tidak terjadi apa-apa di tahun 1357, yang disebutkan sebagai saat berlangsung peperangan hebat di tempat yang bernama Bubat.

 

Dalam penuturan gaib arwah Citraresmi Dyah Pitaloka, ketika dirinya tengah dikejar-kejar para prajurit Majapahit, maka dua telah drotong Hyang Widi (Tuhan menurut kepercayaan orang Kerajaan Galuh itu) sehingga tidak terlihat musuh dan dari marabahaya, belakangan tersiar kabar para prajurit yang ditugaskan mengejarnya. Rupanya para prajurit lebih memilih laporan yang direkayasa, sebab kalau bicara sejujurnya, tentu bakal kena hukuman berat karena telah gagal dalam melaksanakan tugas.

 

Sejumlah ahli di Trowulan juga ada yang menyangsikan kebenaran tentang Perang Bubat. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa kemungkinan besar peperangan itu “tak pernah ada“. Kendati demikian, kalangan paranormal di beberapa tempat tetap menganggap bahwa Perang Bubat pernah terjadi, walau pun sebab musababnya ditengarai berbeda dengan penuturan yang sudah ada. (Lihat: Perang Bubat, Salah Paham yang Sepele-Red).

 

Penulis yang kebetulan adalah seorang bersuku Sunda yang merasa tertarik oleh peristiwa Perang Bubat terus mencari kebenaran tentang cerita ini. Karena kekurangan bukti otentik dalam melihat Perang Bubat, maka penulis coba mengambil ‘jalan lain’, yakni dengan melakukan penelusuran kejadian masa lalu secara gaib.

 

Yang penulis lakukan adalah dengan menghubungi belasan paranormal yang mumpuni. Hal ini dilakukan secara bersamaan maupun dari tempat berbeda yang Lewat sebuah ritual gaib, sekelompok paranormal coba menghadirkan arwah Patih Gajah Mada. Maksudnya untuk meminta keterangan ihwal tragedi Perang Bubat yang berlangsung pada 1357 M. Informasi apa yang diperoleh lewat ritual gaib tersebut? Benarkah Gajah Mada aktor dari tragedi yang sangat menyakitkan bagi orang Sunda itu…?

 

Di artikel sebelummya, kami telah membeberkan pengakuan dari arwah Citraresmi Dyah Pitaloka, puteri kerajaan Sunda yang menurut sejarah tewas terbunuh dalam Perang Bubat. Uniknya, menurut pengakuan arwah sang putri, ternyata apa yang disebut sebagai Perang Bubat itu sama sekali tidak ada. Dengan pengertian lain, tidak terjadi apa-apa di tahun 1357, yang disebutkan sebagai saat berlangsung peperangan hebat di tempat yang bernama Bubat.

 

Dalam penuturan gaib arwah Citraresmi Dyah Pitaloka, ketika dirinya tengah dikejar-kejar para prajurit Majapahit, maka dua telah drotong Hyang Widi (Tuhan menurut kepercayaan orang Kerajaan Galuh itu) sehingga tidak terlihat musuh dan dari marabahaya, belakangan tersiar kabar para prajurit yang ditugaskan mengejarnya. Rupanya para prajurit lebih memilih laporan yang direkayasa, sebab kalau bicara sejujurnya, tentu bakal kena hukuman berat karena telah gagal dalam melaksanakan tugas.

 

Sejumlah ahli di Trowulan juga ada yang menyangsikan kebenaran tentang Perang Bubat. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa kemungkinan besar peperangan itu “tak pernah ada“. Kendati demikian, kalangan paranormal di beberapa tempat tetap menganggap bahwa Perang Bubat pernah terjadi, walau pun sebab musababnya ditengarai berbeda dengan penuturan yang sudah ada. (Lihat: Perang Bubat, Salah Paham yang Sepele-Red).

 

Penulis yang kebetulan adalah seorang bersuku Sunda yang merasa tertarik oleh peristiwa Perang Bubat terus mencari kebenaran tentang cerita ini. Karena kekurangan bukti otentik dalam melihat Perang Bubat, maka penulis coba mengambil ‘jalan lain’, yakni dengan melakukan penelusuran kejadian masa lalu secara gaib.

 

Yang penulis lakukan adalah dengan menghubungi belasan paranormal yang mumpuni. Hal ini dilakukan secara bersamaan maupun dari tempat berbeda yang pasti, penulis selalu meminta terawangan mereka akan peristrwa masa lalu yang melegenda tersebut.

 

Rangga, 35 tahun, dari Garut, Jawa Barat misalnya, menghasilkan berita gaib yang mencengangkan. Paranormal muda ini menyebutkan bahwa Perang Bubat terjadi karena kesalahpahaman yang sepele.

 

Sementara itu Yaya, 27 tahun, dan Dadan, 29 tahun, paranormal muda dari Tanjungsari, kabupaten Sumedang, Jawa Barat tidak menemukan sebab musabab Perang Bubat seperti itu. Namun menurut mereka, seusai terjadi peristiwa yang membawa aib bagi Majapahit ini, telah menimbulkan rasa sakit hati Maha Patih Gajah Mada.

 

Lantas, mengapa Patih Gajah Mada harus merasa sakit hati, bukankah Perang Bubat dimulai atas gagasan dan ambisinya? Sekurang-kurangnya begitu yang jadi tudingan para pengamat sejarah dari daerah Jawa Barat hingga hari ini. Maka disinilah terkuak sebuah “kenyataan baru,” yang sekali lagi, Misteri peroleh berdasarkan hasil penelusuran gaib, yang menyimpulkan ternyata Perang Bubat bukan disebabkan ambisi besar Patih Gajah Mada. Bahkan, sang Mahapatih justeru merasa telah dikhianati oleh rajanya sendiri, Prabu Hayam Wuruk.

 

Tulisan berikut ini akan membeberkan sebuah ritual yang menghasilkan kesimpulan tersebut…:

 

Suatu malam yang gelap-gulita di sebuah tempat di Bandung, tujuh orang paranormal muda berkumpul atas undangan penulis. Mereka dimintai bantuannya untuk menghadirkan arwah Mahapatih Gajah Mada.

 

Ini adalah bukan usaha yang pertama kali, sebab jauh sebelum tu, persiapan-persiapan ke arah ini sudah diawali. Menurut Yayan Jadan Cs., untuk menghadirkan arwah tokoh-tokoh penting tidakah mudah. Arwah yang sudah lama masuk ke alamnya, biasanya sudah tak bisa ditemui. Kecuali melalui para khodam yang du u pernah dekat dengan yang bersangkutan. Untuk itu, dalam upaya pemanggilan harus dibantu dengan semacam terapi khusus agar pemanggilan tidak salah sasaran.

 

“Bisa saja yang datang itu jin jahat yang mau mengacau,” tutur Dadan.

 

Seminggu sebelum hari H, ketujuh orang paranormal mengabarkan kalau usaha untuk menemui atau menghadirkan arwah Maha Patih Gajah Mada itu sulit dilakukan. Yang diundang adalah arwah sang Maha Patih, namun yang datang malah hanya pembantunya saja. Dia bernama Sakunti Triwestu, wujudnya seorang perempuan bertubuh gemuk, dengan usia kurang lebih 40 tahunan. Dia mengaku pembantu dekat Patih Gajah Mada dan tahu persis apa-apa yang pernah dan tidak pernah dilakukan majikannya manakala menjabat sebagai Maha Patih.

 

Sakunti Triwestu mengatakan bahwa bila bertemu Maha Patih Gajah Mada, maka bacalah mantra yang akan diberikannya. Mantra pemberian Sakunti Triwestu tersebut, adalah:

Ingka waron-waron lir ngadep

Jegjeg mayuning Mojopahit

Sing raja gubrag anjening Gajah Mada

Sieur ka abdi ku idin Gusti

Kertelning nyarios sedih rupa

Kawewening ak abdi

Mugi Gusti ngajengkeun

Ya Bismillah auzubilah

Kun fayakun mis qodir mis qodir

Astagfirulullah al’adzim.

 

Demikianlah yang terjadi ketika sekelompok paranormal dari Sumedang tersebut coba mengundang arwah Maha Patih Gajah Mada, dan yang hadir adalah pembantu setianya, seorang perempuan bertubuh subur, berumur 40 tahunan, bernama Sakunti Triwestu, sebagaimana penulis ceritakan di atas.

 

“Tidak sembarang orang bisa bertemu Sang Maha Patih. Namun bila ingin bertemu, gunakan mantra ini,” kata arwah Sakunti sambil membacakan kalimat-kalimat berupa mantra tadi.

 

“Dengan sangat cepat, kami terpaksa harus menulis apa-apa yang Sakunti ucapkan. Susah juga, sebab mantra itu menggunakan Bahasa Jawa yang saya tak mengerti seluruhnya,” papar Yayan. Namun beruntung kelompok paranormal ini bisa menyalinnya dengan sempurna.

 

Setelah diadakan berbagai persyaratan, termasuk harus dalam keadaan suci, semua orang berkumpul di sebuah ruangan gelap-gulita, tak boleh ada sinar barang sedikit pun.

 

Penulis pun ikut di sana dan diberi bacaan-bacaan mantra pengundang Maha Patih Gajah Mada sebagaimana dituliskan di atas. Begitulah yang kami lakukan sejak pukul 24.00 hingga mereka, para arwah itu, hadir ke hadapan kami.

 

Sayang sekali, penulis tak diberi ketajaman indera penglihatan, sementara ketujuh paranormal muda tersebut sudah mengatakan bahwa di hadapan mereka ada yang telah datang. Yang datang ternyata Maha Patih sendiri, dikawal oleh dua pembantu setianya, yaitu Sakunti Triwestu dan seorang patih bernama Kurawi.

 

“Gajah Mada perawakannya tegap, tubuhnya agak gempal, alisnya tebal, dengan bibir yang juga sedikit tebal,” kata Dadan, mengabarkan apa yang dilihatnya. Sementara mata penulis hanya melihat kegelapan saja.

 

Suasana hening sebab semua orang diam seribu bahasa. Namun, dalam dimensi gaib salah seorang anggota paranormal bernama Yaya, waktu itu tengah mengadakan tanya jawab singkat dengan Maha Patih Gajah Mada. Bahkan, Sang Maha Patih sempat bertanya, ada keperluan apa memanggil dirinya. Yaya mengatakan ingin bertanya perihal Perang Bubat.

 

“Silahkan tanya pada pembantuku saja, sebab dengan demikian berita tidak datang dari sepihak,” kata Dadan, paranormal yang mampu menerjemahkan dialog batin tersebut.

 

Untuk tanya jawab lebih rinci, ketujuh paranormal itu merasa tak sanggup melakukannya, sebab mereka tidak tahu persis mengenai Perang Bubat yang sesungguhnya. Untuk itulah, salah seorang dari mereka menawarkan agar penulis sendiri yang melakukan tanya-jawab tersebut.

 

Lantaran penulis tak bisa melakukan komunikasi langsung melalui indra batin, maka salah seorang dari arwah pembantu Maha Patih Gajah Mada, yaitu Ki Kurawi harus menggunakan medium. Akhirnya, salah seorang dari paranormal itu siap menjadi medium.

 

Maka terjadilah tanya-jawab singkat antara penulis dengan pembantu setia Patih Gajah Mada yang bernama Ki Kurawi lewat medium salah seorang anggota paranormal. Dialog ini sangat memukau karena berbicara mengenai masa ratusan tahun silam.

 

T : Mengapa Patih Gajah Mada begitu keras ambisinya dalam memerangi orang-orang dari Sunda?

 

J : Sang Maha Patih tidak melakukan apa-apa. Itu semua tanggungjawab Raja namun ditimpakan kepada Sang Maha Patih!

 

Maka arwah Ki Kurawi berbicara sendirian secara panjang lebar melalui mulut paranormal Dadan yang menjadi medium. Berikut ini rekamannya…:

 

Di sebuah sinewaka, raja berkata kepada Gajah Mada, agar segera melakukan persiapan menyambut tamu penting dari Kerajaan Sunda (Galuh?) sebab calon permaisuri bernama Dyah Pitaloka akan segera tiba di Bubat.

 

Maka dengan sangat taatnya, Gajah Mada melakukan perintah itu, yaitu mempersiapkan segalanya di istana untuk menyambut tetamu penting.

 

Namun sementara Gajah Mada mempersiapkan perhelatan, tiba-tiba ada berita yang mengabarkan bahwa di pesanggrahan Bubat telah terjadi pertempuran kecil. Maka dengan serta-merta, Maha Patih Gajah Mada mengutus patih setianya bernama Ki Kurawi untuk memeriksa ke Bubat.

 

Kenyataannya memang begitu, ada pertempuran antara rombongan tamu melawan pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Patih Purwodi. Manakala Patih Kurawi bertanya kepada Patih Purwodi, mengapa pertempuran sampai terjadi, maka dengan lantang Patih Purwodi menjawab bahwa ini adalah perintah Sang Raja.

 

“Tidak ada perhelatan resmi. Yang ada hanyalah pengiriman upeti. Namun orang-orang Sunda menolak, maka terpaksa harus ditundukan!” Jawab Patih Purwodi.

 

Mendengar laporan dari Patih Kurawi, maka Maha Patih Gajah Mada masygul bahkan memarahi Raja. Gajah Mada merasa tersinggung, sebab ada kebijakan Raja yang di luar sepengetahuan dirinya.

 

Belakangan, di hadapan sinewaka umum, giliran Maha Patih Gajah Mada yang ditekan. Pada hematnya, seluruh hadirin telah memaksa Maha Patih Gajah Mada agar mengakui bahwa peristiwa yang berlangsung di Bubat bukan merupakan kebijakan institusi atau kebijakan negara, melainkan atas prakarsa sendiri sang Gajah Mada sebagai panglima perang.

 

“Coba bayangkan, kalau khalayak menganggap bahwa ini merupakan kebijakan negara, maka akan terjadi perang besar antar dua kerajaan. Namun bila ini diakui sebagai prakarsa pribadi kamu, maka Majapahit terselamatkan, sebab orang-orang Sunda hanya akan menuntut kepada kamu seorang. Mau pilih yang mana, diri sendiri yang jadi korban atau seluruh negeri?” Demikian tekanan dari berbagai pihak.

 

Sebagai negarawan yang mengusung kepentingan negara di atas segalanya, Maha Patih Gajah Mada menuruti keinginan mayoritas. Peristiwa banjir darah di Bubat diakuinya sebagai keteledoran dirinya sebagai penanggungjawab angkatan perang.

 

Sejak saat itu, Gajah Mada mengundurkan diri dari kancah politik dan dipecat oleh Raja karena telah merugikan wibawa Raja.

 

“Sampai sekarang, Ki Patih Gajah Mada bersama kami tetap memendam penasaran dan merasa tersiksa atas kejadian ini,” tutur arwah Ki Kurawi melalui mulut paranormal Dadan.

 

Kesimpulan akhir dari tanya jawab gaib tersebut, setidaknya menginformasikan kalau ternyata Perang Bubat murni atas ambisi Prabu Hayam Wuruk sebagai penguasa Majapahit. Sang Prabu tetap merasa berambisi bahwa Majapahit harus menjadi penguasa tunggal di Nusantara dan tak ada yang boleh di luar kekuasaannya.

 

Sementara kala itu negeri yang belum takluk di bawah panji Majapahit adalah tanah Sunda. Namun untuk menyerang sedara terang-terangan, Sang Prabu merasa jengah, sebab menurut leluhurnya, orang Sunda adalah leluhur para raja di tanah Jawa.

 

Gajah Mada juga tahu akan hal itu. Itulah sebabnya, Sumpah Palapa tidak pernah sempurna, sebab Gajah Mada yang juga menghormati orang Sunda tak berani menyerang Sunda.

 

Tapi mengapa secara tiba-tiba Hayam Wuruk melakukan tindakan licik seperti itu, yaitu memiliki orang kepercayaan lain (Ki Purwodi) selain kepercayaan institusi resmi (Panglima Perang Gajah Mada)? Hal inilah yang membuat sesal Gajah Mada hingga kini. Gajah Mada telah dibokong Raja.

 

“Semoga anak-cucu memaklumi apa yang terjadi di masa lalu,” tutur Ki Kurawi sebelum meninggalkan mediumnya.

 

PERANG BUBAT: SEMUA KARENA SALAH PAHAM!

 

Rangga, 30 tahun, termasuk paranormal muda yang berhasil melakukan komunikasi dengan arwah Gajah Mada. Bahkan, Rangga jauh lebih dulu melakukan hal ini beberapa tahun sebelumnya,

 

Hal tersebut bermula ketika penulis hendak melakukan kunjungan jurnalistik ke wilayah Trowulan, Jawa Timur untuk mencari keberadaan Bubat, bekas arena pertempuran antara rombongan dari Sunda melawan Pasukan Majapahit.

 

Dua hari sebelum penulis berangkat, Rangga menghubungi sebab malam sebelumnya, katanya dia secara tiba-tiba didatangi arwah Gajah Mada.

 

“Saya tak tahu kenapa sang Gajah Mada tiba-tiba datang pada saya dan mengabarkan hal-hal yang terjadi di masa lalu,” tutur Rangga ketika itu.

 

Apa yang disampaikan arwah Gajah Mada? Ternyata arwah Gajah Mada berbicara perihal kejadian sebenarnya yang berlangsung di Bubat kala itu.

 

Kata arwah Gajah Mada kepada Rangga, Perang Bubat yang terjadi sebenarnya tidak seperti apa yang dikenal masa kini. Perang Bubat yang ditulis dalam sejarah menyebutkan bahwa pertempuran terjadi karena rasa ketersinggungan rombongan dari Sunda atas perlakuan orang-orang Majapahit yang menginginkan rombongan dari Sunda datang mengirimkan puteri sebagai upeti, padahal yang diinginkan rombongan dari Sunda, Puteri Dyah Pitaloka harus dihikahi sebagai permaisuri, seperti apa yang dijanjikan Prabu Hayam Wuruk, Persilangan pendapat ini akhirnya memicu pertempuran.

 

Menurut arwah Gajah Mada yang datang ke Garut (tempat tinggal Rangga), kejadiannya yang sebenarnya tdak seperti itu. Sang Prabu Hayam Wuruk tetap akan mengawini puteri dani Sunda seperti apa kata janjinya, sebab Majapahit sangat menghormati leluhur dari Sunda dan ingin mempererat tali persaudaraan.

 

Jadi menurut Gajah Mada, rombongan dari Sunda memang akan disambut sebagai tamu dari negara sejajar. Namun sesampainya di Bubat, sebuah pesanggrahan tempat penginapan para tamu, terjadilah kesalahpahaman yang berakibat fatal.

 

Ketika para prajurit akan menyimpan tingkem berisi cinderamata dari Sunda, barang-barang kiriman itu disimpan oleh prajurit

 

Majapahit di sebuah bangunan bale-bale yang membuat rombongan orang Sunda jadi tidak senang. “Jangan disimpan di sana, sebab itu bukan barang upeti,” kata rombongan dari Sunda.

 

“Setiap tamu yang datang membawa barang kiriman, selalu disimpan di sini,” kata prajurit Majapahit.

 

“Ya, tapi itu kan bale-bale tempat menyimpan barang upeti, sementara barang-barang dari Sunda bukan upeti!”

 

Persilangan pendapat ini berujung pertikaian hebat sehingga terjadi perkelahian. Gajah Mada yang sedang melakukan persiapan penyambutan di istana terkesiap mendengar kabar ini. Namun manakala menyusul ke Bubat, kejadian tak diharapkan sudah berlangsung.

 

“Aku sebagai penanggungjawab utama harus menanggung at dari semua kejadian ini!” Tutur arwah Gajah Mada, seperti yang ditirukan Rangga. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

 

GROJOGAN MADAKARIPURA SANGGAR PERTAPAAN MAHA PATIH GAJAH MADA

 

Grojogan atau air terjun ini berlokasi tepat di Desa Tresono, Kec, Lumban, Kab. Probolinggo, Jawa Timur, Lokasinya yang indah dan unik bersembunyi di celah karang sempit dan kerimbunan pepohonan.

 

Di lokasi ini juga terdapat tujuh buah mata air terjun yang masing-masing berketinggian 100 meter dan bahkan lebih. Ditambah lagi beberapa buah goa, menambah keseraman. Di dalam goa-goa itulah Maha Patih Gajah Mada pernah bertapa. Konon, Mahapatih Gajah Mada sekarang ini kerap terlihat berdiri gagah di mulut goa.

 

Tercatat dalam sejarah bahwa tanah Madakaripura merupakan hadiah dari Prabu Hayam Wuruk atas jasa-jasa Gajah Mada terhadap Majapahit. Bila diartikan menjadi tempat suci Gajah Mada, maka di situlah berdiri bangunan-bangunan megah sebagai rumah kepatihan dan tempat perkembangan agama Budha.

 

Siapa sesungguhnya Gajah Mada, sampai kini menjadi tekateki para ahli. Dalam kitab Usaha Jawa, tertulis Gajah Mada itu dilahirkan di Pulau Kaki Agung, dan pada suatu ketika berpindah ke Majapahit. Menurut cerita Bali, Gajah Mada seorang yang tidak mempunyai orang tua. Melainkan keluar dari buah kelapa, sebagai penjelmaan dari Sang Hyang Narayana ke dunia.

 

Dalam perpustakaan, Gajah Mada juga memakai nama Empu Mada, Jaya Gada, atau Dwirada Mada. Menurut agama Budha namanya Lembu Mukswa, sebagai penjelmaan Maha Dewa Wisnu, Gajah Mada artinya gajah yang galak dan tangkas, penuh dengan kegiatan pada ketika sedang memendam birahi.

 

Barangkali perkataan Gajah Mada atau Madakaripura itu hanyalah suatu gelaran saja, nama kecilnya tidak dikenal (M. Yamin, Gajah Mada pahlawan persatuan Nusantara, Balai Pustaka).

 

Tindakan Gajah Mada tidak semuanya berhasil, seperti kisah romantik dan siasat yang gagal. Riwayat ini dinamai Sundayana, berisikan perkawinan yang tak jadi langsung dan menumpahkan darah di Majapahit, atau yang terkenal dengan Perang Bubat.

 

Dalam versi ini mengisahkan, Raja Ratu Dewata (Sri Baduga Maharaja), pendiri Pakuan Pajajaran memiliki puteri yang sangat masyhur kecantikannva. Dalam tahun 1357 berlangsung pertentangan hebat Majapahit – Pajajaran.

 

Suatu ketika Prabu Hayam Wuruk mengutus Patih Madu untuk meminang puteri Pajajaran Dyah Pitaloka atau Citraresmi. Untuk melangsungkan pernikahan ini, Maharaja Ratu Dewata bersama pembesar kerajaan dan prajurit menunggu di hutan Bubat.

 

Tapi sayang, di situ mereka kurang sepakat atau berbeda paham dengan Gajah Mada sebagai Perdana Menteri Wilwatikta. Perdebatan tak bisa ditengahi. Orang-orang Sunda berperang mati-matian demi harga diri melawan ribuan bala tentara Majapahit. Tak satupun tersisa termasuk rajanya. Begitu juga Dyah Pitaloka menyusul para pengiringnya.

 

Dari sini Pati Madu beserta musuh-musuh Gajah Mada memojokkan Sang Patih di hadapan Prabu Hayam Wuruk. Dan akhirnya dia disingkirkan dari kalangan elit politik. Kepergian Gajah Mada berarti terbenamnya Surya Wilwatikta.

 

Lama tak tampak terdengar Gajah Mada dikabarkan sakit keras dan meninggal dunia. Namun ada juga mengatakan telah kembali ke khayangan setelah mengepalkan tinju di kepatihan.

 

Suatu cerita meriwayatkan, ketika Gajah Mada hendak berpisah ke khayangan, maka sebagai penjelmaan Narayana dia berpakaian kebesaran, seperti yang dipakai para Pedanda. Kala itu, dia memakai persalinan yang indah, yaitu dodot sutra putih berpinggit renda, bercelana bagus dengan pola atmaraksa.

 

Dari bahu kiri langsung ke paha kanan tergantung benang pujaan bernama Jajnyopawita, atau tasbih pembilang ganitri, serta jarinya tersusun menurut langgam mudramusti.

 

Setelah Gajah Mada meninggalkan kepatihan, Prabu. Hayam Wuruk memerintahkan untuk mencarinya keseantero negeri. Meski hutan, pegunungan, samudera dijelajahi para utusan tak berhasil menemukannya. Karena Lembu Paksa alias Gajah Mada telah berpindah ke khayangan.

 

Bre Kertabumi III, sangat terpukul oleh menghilangnya pengasuh juga penasehat pemerintahannya. Tak berapa lama sinar kejayaan Wilwatikta menyuram. Tokoh sehebat Gajah Mada, ternyata tak bisa digantikan walau oleh Tujuh Patih Madu. Wallahu a’lam bissawab. ©️.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!