Kisah Mistis: DIKUNTIT DEDEMIT GUNUNG SALAK

0
12

Kisah Mistis: DIKUNTIT DEDEMIT GUNUNG SALAK

GARA-GARA ADA SALAH SEORANG PESERTA WANITA YANG MEMBUANG PEMBALUT SEMBARANGAN, ROMBONGAN PECINTA ALAM ITU MENGALAMI RENTETAN KEJADIAN ANEH, BAHKAN, SI PESERTA YANG MEMBUANG PEMBALUTNYA ITU TERUS DIKUNTIT OLEH DEDEMIT GUNUNG SALAK, APA YANG TERJADI SELANJUTNYA…

 

SEBAGAI Seorang pendaki, banyak-kejadian mistik yang kualami ketika mendaki gunung. Tapi kisah yang kutulis ini adalah yang paling menyeramkan dalam riwayat pendakiariku ke sejumlah gunung, Peristiwa ini menyebabkan aku mengalami trauma selama setahun lebih. Berikut kisahnya…

 

Seperti biasa, setiap tahun organisasi kami, Mahasiswa Pecinta Alam, pada sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, selalu mengadakan diklat atau pelatihan untuk calon anggota baru. Kali ini, kegiatan tersebut diadakan di gunung Salak, Sukabumi. Dari awal pemberangkatan menuju lokasi pertama, keadaan baik-baik saja. Semua berjalan sesuai schedule yang telah ditetapkan panitia. Kebetulan, aku menjadi mentor PEMBIMBING UNTUK 1 GRUP, yang terdiri dari Keni, Irfan dan Agung. Tugasku adalah mengawasi dan membimbing mereka selama dalam pendakian. Sedangkan 2 grup lagi, dipimpin oleh Bayu dan Hendi. Jumlah peserta termasuk senior dan panitia tak kurang dari 20 orang.

 

Perjalanan menuju lokasi pendakian pertama ditempuh sekitar 2 Km, Itupun baru tahap pemanasan. Para catas (istilah untuk calon anggota) harus berjalan sejauh 2 Km dengan membawa beban carrier rata-rata 9-12 Kg/orang. Selama dalam perjalanan, aku lihat para catas ini tampak sangat kelelahan. Apalagi Keni yang kebetulan catas wanita satu-satunya.

 

Ketika perjalanan mulai memasuki hutan, terjadi sedikit kekacauan pada Keni. Tiba-tiba dia ketakutan sambil memegang tangan rekan sesama Catas.

 

“Ada apa Ken?” Tanyaku, agak jengkel juga.

 

“Lihat, Kak Ida! Di sana ada orang tinggi besar menghadang jalan kita” jawab Keni. Tangannya gemetar menunjuk ke depan.

 

Tapi aku dan yang lainnya tidak melihat orang yang dimaksudkannya.

 

“Mana Ken, kamu jangan bercanda ya. Ayo, kita jalan lagi!” Perintahku.

 

“Tidak… tidak! Aku takut, Kak!” Bantah Keni, setengah merengek.

 

“Kalau kamu tidak melanjutkan pendidikan ini, kamu batal jadi catas. Lagian kamu jangan nyusahin gitu, dong!” Kataku mengingatkan.

 

Keni hampir menangis. Untunglah, karena bujukan dari beberapa teman catas dan semangat dari para senior, akhirnya dia mau juga melanjutkan perjalanan.

 

Untuk menuju titik pendakian pertama, jalan yang kami lalui sudah mulai sedikit sulit, apalagi para senior cowok harus membuka jalur terlebih dahulu. Ditambah lagi rute yang becek dan licin karena seringnya turun hujan.

 

Ketika hari menjelang sore, kami harus mencari lokasi peristirahatan. Setelah mendapat lokasi yang cukup baik, kami pun mulai memasang tenda. Ada sebagian yang membuat makan malam, dan tak lupa membuat perapian untuk penerangan dan menghangatkan badan.

 

Setelah semuanya rapih, para senior mengumpulkan catas untuk evaluasi dan pelaksanaan jadwal besok hari. Waktu itu, jelas sekali kulihat wajah Keni yang pucat dengan pandangan kosong.

 

“Kamu kenapa, Ken?” Tanyaku, tapi Keni diam saja.

 

Untuk kedua kalinya aku bertanya, “He, ngapain kami bengong saja. Masuk nggak tuh pelajaran?” Bentak Jawir, panitia pelaksana lapangan.

 

Keni tersentak kaget.“ I… iya, Kak!” Geragapnya.

 

Setelah evaluasi selesai, para catas dipersilahkan kembali ke tendanya masingmasing. Begitu juga dengan para senior.

 

Namun, belum sampai setengah jam kami beristirahat, tiba-tiba terdengar suara Keni berteriak keras. “Tolooong…!”

 

Sontak kami berhamburan ketuar menghampiri tendanya. Apa yang terjadi?

 

Kami melihat wajah Keni berubah menyeramkan. Matanya melotot ke atas.

 

Ketika salah seorang dari kami menanyakan keadaannya, tiba-tiba Keni malah tertawa keras.

 

Namun, itu bukan suara tawanya yang itu seperti tawa suara seorang lelaki.

 

Lebih aneh lagi, Keni juga bisa tertawa dengan cekikikan suara wanita mirip Mak Lampir dalam sinetron. Akhirnya, kami kalau Keni kerasukan.

 

“Siapa kamu ini sebenarnya?” Tanya yang memang paling senior dari kami.

 

Keni tertawa dan menyeringai. “Aing boga tempat ieu (aku yang punya temj jawabnya dengan suara bariton yang k laki-laki.

 

“Kami mohon maaf apabila berbuat kesalahan. Tapi tolong bebaskan teman kami. Dia tidak tahu apa-apa,” bujuk Jawir.

 

Keni hanya diam. Anehnya, beberapa saat kemudian Keni berubah tenang. Namun aku memintanya itirahat di dalam tenda tiba-tiba Keni kembali lagi berteriak dan meronta. Sontak Jawir mendekap tubuh Kami. Bahkan karena takut terjadi sesuatu, kami bersepakat mengikat kaki dan tangan kami takut Keni akan lari dan masuk jurang.

 

Sampai pagi harinya, kami tidak tidak hanya menunggui Keni yang sebentar kerasukan dan mengamuk. Namun, schedule harus dilaksanakan, maka, kami berkemas untuk menuju lokasi berikutnya.

 

Kani tiba-tiba terjatuh. Beberapa peserta lelaki pun segera membopong tubuhnya. Anehnya, kali ini, Keni meronta-ronta sambil mendengus seperti seekor harimau.

 

“Aku suka dengan anak ini!” Kata makhluk itu dengan suara sangat menakutkan.

 

Kami kembali sibuk mengurusi Keni. Rupanya demit ini menyukai Keni dan selalu mengikutinya,

 

Dengan sisa-sisa Keberanian para senior bergantian menginterogasi si demit yang tentu saja dengan bahasa Sunda. Akhirnya, diketahui mengapa demit itu selalu mengikuti Keni. Rupanya, Keni telah membuang bekas pembalut sembarangan.

 

Demit tersebut sangat bandel, tidak bisa disuruh keluar. Hal ini memaksa Sapri, senior.yang mengerti spiritual mengusirnya dengan doa-doa. Tetapi tetap saja demit itu bersemayam di tubuh Keni.

 

Aku yang tak tega melihat Keni, langsung membacakan doa-doa ditelinganya. Ketika baru selesai, tiba-tiba mata Keni melotot ke arahku sambil tertawa dengan suara lelaki yang mengeramkan.

 

“Kamu gadis cantik sekali…!” Kata demit yang bersemayam dalam tubuh Keni. Sontak aku menjauhi Keni, karena dia sepertinya ingin menyentuhku. Dengan sigap pula Ema, teman seniorku, langsung menutup mata Keni karena pandangannya tak lepas dariku.

 

Karena keadaan Keni yang tambah buruk, maka, pendakian akhirnya kamu tunda. Kami pun kembali membuka tenda. Jadwal yang telah disusun jadi tidak terlaksana dengan baik.

 

Pagi harinya, tepatnya hari ketiga, kami kembali lagi berkemas untuk menuju lokasi berikutnya.

 

Sebelum berangkat Hendi, teman kami, melihat ada seekor anjing berbulu putih di balik semak-semak.

 

“Aneh, kok ada anjing hutan menghampiri tenda kita?” Tanya Hendi.

 

“Mungkin saja dia mencium makanan yang kita bawa,” jawab Sapri.

 

Tanpa menaruh curiga, kami pun segera melanjutkan pendakian. Kali ini pendakian benar-benar sulit. Selain cuaca yang tidak mendukung karena hujan turun dengan lebatnya, juga kondisi peserta yang mulai menurun.

 

Hal yang tidak masuk akal, di tengah perjalan dan derasnya hujan yang memaksa kami harus ekstra hati-hati itu, aku dikagetkan dengan kemunculan Keni yang tiba-tiba berjalan dengan cepat dan sudah berada di depanku.

 

“Yang lainnya mana, Ken?” Tanyaku, tanpa menaruh curiga.

 

“Mereka masih jauh, Kak. Ayo, kita jalan duluan dan tetap semangat, Kak!”

 

Kata-kata Keni ini membuatku penasaran. Namun, aku hanya terus berdoa memohon perlindur Maha Kuasa.

 

Akhirnya, aku dan Keni menyusul rombongan terdepan. Tapi aku heran semak yang kami pangkas untuk jalan tertutup kembali dengan sendirinya.

 

“Kita tunggu yang lainnya, kat sudah berhasil aku susul bersama.”

 

Tak berapa lama, rombongan belakang telah sampai.

 

“Bagaimana ini, jalur yang tadi kok bisa tertutup kembali?” Tanya. sang ketua rombongan.

 

“Sudahlah, kita pangkas lagi ditempat tadi!” Ujar Eko yang mencoba tetap tenang.

 

Hari keempat ini kami mengalami pendakian yang letihnya tiada tara. Ketika hari menjelang Maghrib, tiba-tiba kembali tubuh Keni dirasuki demit yang selalu mengikutinya. Keni merontaronta dan menendang siapa saja yang dekat dengannya. Untunglah, Jawir dan Sapri dengan sigap menelikung tubuh Keni yang kecil itu. Karena tenaga Keni berubah sangat kuat, maka para senior dan para catas pun ikut memeganginya. Mereka membopong Keni ke tenda panitia yang lebih besar.

 

Apa yang terjadi selanjutnya?

 

Sangat sulit dibayangkan. Tubuh Keni terus meronta dan menendang sambil terus mengoceh dalam bahasa Sunda. Tujuh tenaga lelaki tak sanggup menahannya. Setelah tak ada yang sanggup memeganginya, sebentar-bentar tubuh Keni terangkat ke atas dan melayanglayang, seperti tertarik oleh kekuatan tak kasat mata. Beberapa teman senior berusaha menahannya. Keni berteriak keras dan tentu saja membuat kami yang wanita menangis histeris.

 

“Tolong… jangan bawa aku!” Teriak Keni.

 

Kenyataan yang tak masuk akal terus saja terjadi. Keni seperti mengalami penyiksaan. Sebentar tubuhnya melayang, namun sebentar kemudian jatuh terempas ke tanah. Melihat kejadian ini, tak henti-hentinya kami mengumandangkan takbir. Sedang aku sendiri tak tahu lagi harus berbuat apa. Aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

 

Sampai lewat tengah malam, demit itu seolah terus menyiksanya, bahkan lebih sadis lagi. Kali ini, kemarahan sang iblis tak terbendung lagi. Wanita mana saja yang lengah, pasti akan diserangnya. Aneh sekali! Walaupun dalam penyiksaan yang tiada tara, tapi terkadang Keni tersadar bila demit itu keluar dari tubuhnya.

 

“Ema.. awas dia mau masuk ke tubuh kamu!” Teriak Keni memeringatkan Ema.

 

Kesal dengan peringatan itu, membuat demit itu jadi marah luar biasa. Kembali dia menyiksa Keni dengan ulahnya yang semakin menjadi-jadi.

 

Mony yang sedari tadi sibuk dengan komat-kamitnya dengan spontan langsung mengumandangkan adzan pada jam setengah tiga pagi. Tiba-tiba keadaan menjadi hening, karena suara adzan. Kami yakin demit itu f takut dengan adzan. Dia mungkin telah pergi meninggalkan tubuh Keni. Alhamdulillah, kami bersyukur karena Allah masih melindungi kami.

 

Tapi, dugaan kami salah. Sepertinya demit itu sadar, kalau dia hanya dikerjai oleh adzan Mony. Dia kembali dengan ganas dan menyiksa ” Keni, bahkan kali ini tak luput Mony kena sedikit bogemnya.

 

“He, kamu tidak takut dengan Allah?” Bentak Jawir.

 

“Tidak!” Jawab demit itu meminjam mulut Kani.

 

“Masuk neraka kamu! Kafir kamu!” Teriak Sapri.

 

Si iblis malah tertawa dengan sangat menyeramkan.

 

Pagi harinya, kami selaku panitia , memutuskan untuk kembali turun mencari perumahan penduduk, dengan maksud untuk menyelamatkan Keni. Betapa tidak, walau hari telah pagi, tapi, demit itu tetap mengikuti dan menyiksa Keni.

 

Perjalanan turun diwarnai dengan pertarungan yang hebat. Bahkan aku yang berlari paling belakang, carrierku sempat ditarik demit sialan itu hingga aku hampir terjerembab jatuh.

 

Bahkan, lewat mulut Keni demit itu mengancam bila telah lewat siang hari dia akan mengundang teman-temannya lebih banyak lagi.

 

Ketika kami hampir sampai di pemukiman penduduk, tiba-tiba demit sialan itu berpindah merasuki tubuh Rani.

 

“Jangan…!” Teriak Rani sambil menangis histeris. Rupanya, dengan jelas Rani melihat makhluk tinggi besar hitam dan berambut panjang itu. Karena tersadar, demit itu tidak berhasil merasuki tubuh Rani.

 

Singkat cerita, akhirnya Keni ditangani salah seorang supranaturalis di kaki gunung Salak. Setelah ditangani, keadaan Keni mulai tenang dan tidak kacau lagi. Setelah itu kami memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta. Syukur Alhamdulillah, demit itu sudah tidak mengganggu lagi.

 

Dalam perjalanan pulang, aku yang tertidur di bus bermimpi Keni diikuti demit itu sambil menyeringai ke arahku. Sontak aku terbangun. Rupanya, Keni kembali mengamuk di bus.

 

Sampai di kampus, Keni langsung dibawa ke orang pintar. Orang pintar tersebut mengatakan, bahwa makhluk itu dulunya seorang jawara sakti yang melarikan diri ke gunung Salak dan mukim di sana. Keni disukai makhluk jahanam ini, karena akan dijadikan pendampingnya di alam kegelapan. Karena itulah, ke mana pun dia pergi, makhluk itu akan selalu mengikutinya.

 

Saat berusaha mengobati Keni, orang pintar tersebut menyuruh makhluk itu untuk kembali ke asalnya, tapi dia tidak mau kalau tidak di antar. Sudah barang tentu, tak satupun temanteman yang mau mengantar, karena kami takut permintaan itu hanya jebakan semata.

 

Dengan kejadian tersebut, selama satu tahun lebih, aku merasa diikuti oleh makhluk itu. Sampai-sampai ke kamar mandi pun harus ditemani oleh kakak atau ibuku.

 

Sampai kini aku tidak tahu bagaimana nasib Keni selanjutnya. Namun, sempat kudengar kabar bahwa dia menjadi seorang muslimah yang taat. Mungkin, hanya dengan pilihan ini dia bisa melakukan penyembuhan. Wallahu alam bissawab.


PENGOBATAN ALTERNATIF
"PONDOK RUQYAH"
(SOLUSI PASTI DI JALAN ILLAHI)

Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.

MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.

KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.

ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817

PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!