Psikologi: JANGAN GAGAL FOKUS!
GAGAL FOKUS! Sebutan bagi mereka yang keliru dalam melakukan sesuatu. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan guyonan ini sebagai kritik ringan kepada orang-orang yang mudah terdistraksi dan sulit untuk berkonsentrasi, Sedikit banyak, orang-orang yang gagal fokus memang menjadi kendala pada sistem kerja. Bagaimana tidak, walaupun hanya salah sedikit dan kesalahan tersebut hanya dilakukan satu orang ternyata bisa berdampak pada perputaran sistem pekerjaan secara keseluruhan.
MENURUT SURVEY DI LAPANGAN, ORANG YANG GAGAL FOKUS BIASANYA DATANG DARI KAUM MULTITASKER. MEREKA BIASANYA MEMILIKI TANGGUNG JAWAB YANG LEBIH DARI SATU DAN HARUS DISELESATKAN DALAM JANGKA WAKTU YANG BERSAMAAN. MAU TIDAK MAU, TUNTUTAN UNTUK BISA BEKERJA CEPAT DAN BERAT HARUS DILAKUKAN DEMI EFISLENSI WAKTU.
Padahal seperti kita tahu bahwa kemampuan manusia itu sangatlah terbatas. Sebisa mungkin kita berusaha untuk perfeksionis, tetapi kalau apa yang diamanahkan melebihi ambang batas kemampuan, maka bukan tidak mungkin salah satu atau keduanya akan justru berantakan.
Tapi di sini, saya akan mengajak pembaca semua untuk menjadi gagal fokus di jalan yang benar. Sebab tidak dipungkiri, orang yang terlalu fokus pun ternyata tidak baik. Sudah banyak bukti yang menceritakan bahwa orang-orang yang tidak bisa melupakan tanggung jawab pekerjaannya barang hanya sesaat akan rentan terkena stres. Padahal kita tahu bersama bahwa stres adalah pembunuh nomor wahid di dunia ini. Ujung pangkal dari banyak penyakit tak lain sebenarnya hanyalah beban pikiran yang terlalu dipelihara. Pada kenyataannya, apabila kita mau mengesampingkan itu semua dalam waktu barang sebentar untuk sekadar beristirahat, maka tidak sulit bagi kita untuk menghindari penyakit stres tersebut.
Nah, begitu pula dalam konteks ini. Ada banyak teman: teman kita di luar sana yang mungkin perlu untuk diajak dalam bergagal fokus ria untuk meraih kehidupan yang lebih bahagia. Salah satunya adalah dengan mengalihkan fokus pikiran kita dari yang selalu memusingkan kekurangan menjadi lebih fokus pada menggali potensi kelebihan. Ini penting. Banyak perempuan di luar sana sibuk menutupi kekurangannya mati-matian sampai lupa untuk meningkatkan kapasitas dirinya di bidang lain yang mungkin lebih esensial. Mereka terlalu asik menghabiskan waktu, biaya, dan tenaga untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan yang nilainya terlalu ek. sitensial. Kemudian lupa bahwa ada bagian dari dirinya yang lain yang justru lebih membutuhkan perhatian.
Untuk itulah mengalihkan fokus dari hal-hal negatif yang selalu menggelayut di pikiran kita adalah sebuah kebaikan. Mari kita abaikan sedikit kekurangan yang kita miliki, seperti tidak memiliki tubuh seindah para model, tidak memakai baju bermerk, ke mana-mana masih menggunakan motor kreditan. Tidak masalah. Takut dihina orang? Jangan khawatir, Mereka tidak turut campur dalam setiap rupiah yang kita hasilkan dan gunakan, mengapa mesti repot?
Cobalah mulai hal baru yang mungkin tidak pernah Anda lakukan sebelumnya. Hal-hal menyenangkan yang sebenarnya Anda sukai tapi sering Anda abaikan. Alihkan fokus Anda pada panggilan hati yang bisa menggali potensi diri. Jangan biarkan pikiran kalian yang menjadi pembunuh diri sendiri.
KEKURANGAN YANG KITA PUNYA BUKAN SESUATU YANG HARUS DIRATAPI SECARA DRAMATIS. SETIAP ORANG DI DUNTA INI PASTI PUNYA KETIDAKSEMPURNAAN. TINGGAL BAGAIMANA ORANG TERSEBUT MEMAKNAINYA DAN MENGAMBIL HIKMAHNYA. SETELAH ITU YANG PALING PENTING ADALAH BAGAIMANA CARA KITA MENYIKAPINYA UNTUK MELANJUTKAN HIDUPNYA KE DEPAN.
Sudah banyak contoh kisah dari sosok-sosok inspiratif yang kita ketahui justru memiliki kekurangan yang sangat berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya. Ambillah kisah dari Hellen Keller. Siapa yang tidak kenal ia dan semangatnya untuk belajar dalam keadaannya yang tidak bisa melihat dan mendengar? Tapi nyatanya ia justru terus berjuang meraih pendidikan tinggi dan bisa menciptakan huruf yang digunakan untuk kaum berkebutuhan khusus sepertinya.
Kalau kata Rhenald Kasali, jika Hellen Keller memilih untuk bermental passenger pastinya ia tidak akan berjuang dan memberikan kontribusi sampai sejauh ini. Dia tidak datang dari keluarga yang miskin. Jika ia mau, ia bisa hidup terpasung nyaman bersama pelayanan khusus yang diberikan keluarganya. Tapi nyatanya ia tetap belajar dan berjuang. Ia tidak melulu fokus pada kekurangannya yang tidak bisa melihat dan mendengar, tetapi ia justru menggali potensi yang ada pada dirinya yaitu indera peraba. Ia masih memiliki kulit dan tangan kaki yang masih bisa bergerak. Otak dan hatinya masih bekerja sesuai fungsinya. Sehingga ia merasa ia tidak boleh berputus asa dan kalah dengan keadaan. Ia memaksimalkan potensi yang dianugerahkan Tuhan untuknya agar ia bertransformasi menjadi manusia yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Selain Hellen Keller, mayoritas penduduk dunia pun mengenal sosok yang bernama Nick Vujicjick. Lelaki tampan yang lahir tanpa lengan dan kaki ini dikenal sebagai laki-laki yang ceria dan berhasil memotivasi banyak orang. Padahal logika manusia biasa, pasti sulit bagi siapa pun juga untuk hidup tanpa kedua lengan dan kaki. Namun Nick membuktikan bahwa ia bisa bertahan dan tidak tumbuh berkalang rasa kasihan. Ia memilih bangkit, belajar, bekerja, dan berumah tangga.
TIDAK ADA YANG MUSTAHIL BAGU SLAPAP N JUGA NTUK MENGGALI POTENSI YANG TA MILLKI SELAMA TA SUDAH BERDAMAT DENGAN KEKIRANGANNYA.
Nick tidak kemudian mendramatisir kondisi fisiknya dan tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut. Kalau pembaca sekalian bisa lihat video-videonya yang tersebut di kanal Youtube, Nick justru menikmati hobinya berenang dan berselancar. Semua itu ia lakukan tanpa alat bantuan khusus. Bahkan raut wajahnya terlihat begitu bahagia menjalani semua itu.
Bentuk pengalihan fokus dari kekurangan untuk lebih memandang pada kelebihan adalah salah satu bentuk cara kita mensyukuri nikmat Tuhan. Contoh kasus sederhana, saat sebuah gelas diisi separuh air maka gelas ini akan dimaknai berbeda oleh orang yang memiliki cara pandang yang berbeda pula. Orang yang terlalu fokus pada kekurangan pasti akan mengatakan, “isinya kurang setengah”, namun orang yang mampu mengalihkan fokus akan berkata, “gelasnya sudah terisi setengah.”
Ini saya alami sendiri ketika saya telah menamatkan kuliah saya di tahun 2015. Tak selang lama setelah saya dinyatakan lulus, saya sudah langsung mendapatkan pekerjaan untuk menjadi staff pengajar di sebuah instansi pendidikan swasta. Instansi tersebut letaknya di sebuah desa tak jauh dari kota tempat saya belajar. Saya pun menjalani pekerjaan tersebut dengan rasa syukur yang luar biasa. Di saat banyak orang di luar sana sulit mendapatkan pekerjaan, Tuhan membukakan pintu rezeki tanpa perlu membuatku menunggu. Hari-hari saya lalui dengan penuh semangat dan tanpa beban.
Setahun berlalu, saya mulai merasakan gejolak ketidakberesan yang mulai muncul dalam hati saya. Seperti biasa, saya memang senang berteman dengan banyak orang. Walaupun saya tetap selektif dalam memilih teman dekat, saya tidak membatasi siapa saja untuk menjalin networking. Teman-teman saya satu per satu sudah mulai menghilang dari kota tempat kami belajar. Ada yang bekerja di ibukota atau melanjutkan studi ke negeri orang. Semuanya membuat saya berdecak kagum sekaligus iri. Tidak bisa dipungkiri, saya pun merasa ingin seperti mereka. Rasanya, saya masih ingin terbang lebih jauh dan lebih tinggi. Ada yang mengganjal di hati ketika yang lain sudah ke mana-mana dan saya masih di sini-sini saja, dan begini-begini saja.
Dari situlah saya merasa mulai ada ketidaknyamanan dengan pekerjaan saya. Setelah saya pikir-pikir lagi, instansi di tempat saya bekerja (dan mungkin instansi mana pun di luar sana) menuntut pegawainya untuk berkontribusi penuh dan bisa memberikan loyalitas secara maksimal. Padahal mau tidak mau saya harus menghadapi mimpi-mimpi saya yang harus tertunda untuk menjalani pekerjaan ini. Belum lagi, secara finansial pekerjaan ini belum membuat saya dianggap pantas untuk dinyatakan mapan. Dan saya harus dihadapkan pada situasi untuk berdamai dengan semua itu.
Masa-masa penuh gejolak itu saya anggap sebagai masa yang berat. Bagaimana tidak? Saya merasa terjajah tidak hanya urusan waktu, tapi juga tenaga, pikiran dan perasaan. Apresiasi pekerjaan yang saya dapat tak lain saya rasakan supaya saya bisa dijajah lebih lama lagi.
Kekurangan uang dan waktu untuk diri sendiri membuat saya menjalani hidup dan pekerjaan ini tak lagi dengan penuh semangat dan rasa syukur seperti sebelumnya. Di tahun kedua saya bekerja, fokus saya hanya pada rasa lelah dan penat saja.
Sampai semua itu mencapai titik klimaksnya. Saya bertemu dengan sepupu saya yang dulu lulus kuliah hanya berselang beberapa bulan saja dengan saya. Kami mengobrol layaknya dua kerabat dekat yang lama tak jumpa. Kami bercerita kisah dan kesah kami masing-masing. Hingga akhirnya kami sama-sama meleleh ketika saya mendengar ceritanya yang tak lagi disuplai dana sepeser pun dari orangtuanya. Sejak ia lulus di tahun 2015 lalu, belum satu pun pekerjaan yang bisa dijadikannya penopang kebutuhan hidup sehari-hari. Mau tidak mau orangtua dan kakaknya mulai jengah dengan kondisi tersebut hingga ultimatum itu pun jatuh juga. Ia tidak mempunyai uang bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Maka dari situ pun saya sadar bahwa hidupku sebenarnya jauh lebih beruntung dari orang lain.
Titik itulah yang membuat saya berhasil mengalihkan fokus pikiran saya pada apa yang sudah saya miliki. Sedikit demi sedikit saya mulai bisa berdamai dengan kenyataan dan mengarsipkan satu per satu mimpi yang mungkin bisa kurealisasikan dalam waktu dekat. Sebab saya mulai sadar bahwa ternyata yang dibutuhkan dalam hidup ini tidak selalu berupa materi secara fisik, atau apresiasi yang berupa pujian dan tepuk tangan. Di atas semua itu hati yang nyaman untuk bisa berbijaksana dalam menghadapi realitas yang tidak sesuai harapan adalah senjata pamungkas untuk meraih kebahagiaan.
PENGALIHAN FOKUS DI SINI SEBENARNYA ADALAH NAMA LAIN DARI SIKAP MENSYUKURI NIKMAT. TANPA PERLU MENGUBUR POTENSI DAN KEMUDIAN KALAH DENGAN KEADAAN, HIDUP INI TERKADANG MEMANG HARUS DIBAWA SANTAI DAN TIDAK PERLU TERUS DIBUMBUI DENGAN AMBISI DUNIAWI SEMATA. MESKIPUN TAK BISA DINAFIKAN BAHWA MATERI ITU MEMANG PENTING, TAPI ITU TIDAK SEWAJARNYA DIJADIKAN SEBAGAT PRIORITAS UTAMA.
Kisah ini juga diajarkan dalam novel yang ditulis oleh Mitch Albom berjudul Tuesdays with Morries. Novel ini cukup fenomenal dan sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Selasa Bersama Morrie”.
Dalam buku tersebut diceritakan seorang eksekutif muda yang kembali bertemu dengan dosennya saat kuliah. Dosen inspiratif yang sudah bergelar profesor itu bernama Morrie, Pertemuan nostalgia antara mantan mahasiswa dan dosen itu terjadi ketika sang profesor sudah mendekati mautnya karena divonis penyakit langka dan sampai saat itu belum ditemukan obatnya. Ini kisah nyata.
Karena merasa pertemuan dengan sang profesor selalu memberi pelajaran dan makna hidup yang baru, maka sang murid pun merutinkan pertemuannya di setiap Selasa. Dari situlah ia menjadi tahu penurunan kondisi Morrie dari waktu ke waktu. Tapi selama itu pula ia justru melihat Morrie menjadi sosok yang jauh lebih tenang dan bijak dalam menghadapi kematian. Ia tidak tenggelam dalam kesedihan karena degradasi kondisi fisiknya. Walaupun ia kehilangan kemampuan untuk berjalan, mengayunkan tangan, bahkan menelan, ia masih tetap menginspirasi banyak orang. Bagi orang awam yang melihatnya ia sudah seperti tubuh tinggal tulang yang tidak bisa banyak bergerak.
Di atas semua itu Morrie justru merasa beruntung karena tahu bahwa maut sudah dekat menjemput. Ia merasa bisa mempersiapkan kematian dengan sebaik-baiknya. Sementara orang lain masih tidak tahu akan sampai kapan hidup dan sudah mempersiapkan apa saja untuk mati. Akhirnya Morrie pun bisa menikmati hari-hari terakhir hidupnya di dunia dengan penuh makna dan rasa bahagia.
Pengalihan fokus atau memperbaiki cara pandang ini juga diajarkan oleh Haruki Murakami melalui bukunya yang berjudul What I talk about when I talk about running . Lain dari bukunya yang lain, bukunya ini ditulis secara personal dalam masa-masa kontemplatifnya sambil menekuni kembali olahraga lari maraton. Secara detil ia menggambarkan setiap tantangan yang ia rasakan saat berlari sejak di garis start mempertahankan ritme lari, dan bisa berhasil mencapai garis finish.
Sedikit demi sedikit dalam buku tersebut Haruki mencoba mengorelasikan betapa beratnya menstabilkan tempo lari dengan menjaga semangat menulis yang sering naik turun. Bahkan tidak jarang ia menyelaraskan prosesnya berlari dengan proses kehidupan yang terkadang terasa lelah, hampir menyerah dan memilih berhenti saja daripada harus memaksakan diri untuk menyelesaikan semuanya sampai di garis finish.
SEBAB MENJALANT KEHIDUPAN, MEMILIH PROFESI SEBAGAI PENULIS, DAN BERLARI MARATON MEMILIKI KESAMAAN RITME DI MATA KETIGANYA SAMA-SAMA MEMBUTUHKAN TEKAD YANG BULAT UNTUK MEMULAI, SEMANGAT YANG TERJAGA SELAMA PROSES, DAN MENTAL YANG KUAT UNTUK MENYELESAIKAN APA YANG SUDAH DIMULAI.
Hidup mana dan hidup siapa yang selalu manis-manis saja? Saya rasa tidak ada. Bahkan manusia paling mulia seperti Rasulullah saw saja ujian hidupnya seolah tidak habis-habis. Semua tinggal kita yang cukup kuat atau tidak untuk menghadapi itu semua. Segala sesuatunya tergantung pada cara pandang kita dalam menginsyafi kekurangan yang ada dalam hidup kita. Kita tidak bisa menjadi naif untuk menginginkan hidup yang selalu bahagia dan tidak ada masalah yang berarti. Tapi di atas semua itu kita masih memiliki pilihan untuk tidak terlalu fokus pada kekurangan yang ada dalam hidup kita. Kita berhak mengambil kendali atas pikiran kita. Selama pikiran tersebut positif dan memberi dampak baik, maka lanjutkan. Namun, selama apa yang menjadi fokus kita selama ini justru menjadi racun, maka kita berhak untuk mengambil langkah untuk menjauh.
JADI, MASIH RAGUKAH ANDA SEMUA UNTUK MENGALIHKAN FOKUS PIKIRAN ANDA DARI SETIAP KEPAHITAN HIDUP UNTUK LEBIH BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI MENUJU KE SETIAP KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK?
Kami Jasa Solusi Problem Hidup. Masalah Tuntas Tanpa Bertentangan dengan Hukum Agama dan Negara.
MACAM PROBLEM DALAM PELAYANAN KAMI:
Solusi Problem Asmara, Rumah Tangga, Back Up Karir, Back Up Usaha, Jual Beli, Aura Pemikat, Bersih Diri / Ruwat / Ruqyah / Buang Sial, dll.
KAMI TIDAK MELAYANI SEGALA HAL YANG MELANGGAR HUKUM AGAMA DAN NEGARA.
Contoh: Bank Gaib, Uang Balik, Harta Gaib, Pesugihan, Aborsi / Menggugurkan Kandungan, Perjudian / Togel / Judi Online, Mencelakakan Orang / Santet / Teluh, dll.
ALAMAT PONDOK RUQYAH:
Dusun Kasemen, No.50, RT.05, RW.03, Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kodepos 61463.
🌐 https://pondok-ruqyah.com/
☎️ +6285708371817
PERINGATAN!
Hati-hati dan waspada terhadap penipuan online yang mengatasnamakan kami. Diutamakan datang langsung ke alamat kami untuk menghindari segala hal negatif. Terimakasih.
DATANG DENGAN NIAT BAIK
TIDAK UNTUK KEJAHATAN!